06 : Pacar si Buaya

1.4K 75 7
                                    

"Kalau gue bisa membuat lo jatuh cinta dengan gue di ahkir bulan ini, gue menang. Lo jadi pacar gue. Tapi kalau lo tetap menolak gue, lo menang. Artinya, gue akan lakukan semua yang lo minta untuk satu tahun. Tapi ada satu syarat, lo nggak boleh menyerang atau mencegah apapun yang gue lakukan pada lo. Bagaimana?"

Gue tertawa dengan penuh kemenangan, "Deal, dasar buaya sombong!"

Gue tertawa dengan penuh kemenangan, "Deal, dasar buaya sombong!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ketika gue dan si buaya sampai di depan pintu, Ms. Kat membuka pintu kelas dan keluar. "Oh, kids," sapa Ms. Kat. "Have you done?"

"Ah, yes, miss." Gue menyerahkan esai gue. "Good," Ms. Kat menerima tulisan gue, "next time, don't be late."

"Ofcourse. Thank you," kata gue. "You're welcome." Ms. Kat tersenyum ke gue, dan mengalihkan pandangannya ke si buaya, membunuh senyumannya.

Si buaya mengangguk hormat dan menyapa.

Ms. Kat berjalan ke arahnya yang berada di belakang gue, melotot di depan mukanya dan berbisik keras, "MaSUKkan bajunya," lalu pergi.

Gue menoleh ke belakang, dan si buaya tersenyum dengan matanya yang terbelalak. Gue tertawa.

Kami masuk ke dalam kelas.

"Lo duduk bareng gue aja," katanya, seakan membaca pikiran gue yang nggak tahu mau duduk di mana.

Bangku yang tersisa ternyata bangku di sebelah si buaya. "Nggak ada yang duduk di sebelah lo?"

"Nggak, gue duduk sendiri. Gue kira jumlah murid kita 29, jadi ada satu bangku kosong. Tapi ternyata ada satu orang lagi, dan itu lo," dia mendekatkan bibirnya tepat di dekat telinga gue, "kayaknya kita udah ditakdirkan, nih?" godanya.

Gue nggak menanggapinya dan berjalan mengikutinya ke meja, "Wah, pojok banget, ya."

Si buaya hanya tersenyum penuh dengan maksud yang tersembunyi. Dia berdiri di belakang bangku dan menariknya. "Silakan duduk, your highness."

"Wah, dingin banget di sini." Kata gue duduk di bangku yang dia tarik.

"Iya, AC-nya tepat di sebelah kita," katanya menunjuk ke langit-langit. "Terus, kenapa lo pilih tempat duduk di sini? Udah pojok, dingin pula."

Dia berdiri menatap gue untuk sesaat, lalu melepas jaket hitamnya. "You know, di sini, gue bisa melakukan segala sesuatu tanpa sepengetahuan guru," katanya bersuara pelan di telinga gue, sambil memakaikan jaketnya pada tubuh gue. "There. Feel warm enough?"

Shit. Gue punya firasat buruk soal duduk di pojok ini. But nevermind.

"You're being sweet. Thank you," kata gue padanya. Dia tersenyum, "Sekarang tunggu, ya. Biar gue panggil mereka ke sini."

can a player fall in love?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang