36.

5.2K 233 5
                                    

Alma berlari di sepanjang koridor rumah sakit menuju ke luar. Hati kecilnya sakit dan hancur berkeping-keping. Mungkin kepingan-kepingan itu tidak akan bisa di satukan kembali, tapi entahlah, Alma tidak tahu. Kaca saja bila pecah, akan menjadi serpihan-serpihan kecil dan tajam, dan tidak akan bisa kembali seperti semula lagi.

"Alma tungguin gue," teriak Farel berlari menghampiri Alma. Farel merasa tidak terima dengan semua apa yang terjadi pada Alma tadi.

Alma berhenti berlari, ia menangis menderu. Beberapa orang yang ada di koridor rumah akit ini menatap Alma, aneh.

Air matanya berjatuhan membasahi pipi, lalu punggung telapak tangan Alma mencoba menghapusnya. Namun tetap saja air mata itu keluar tanpa henti.

Alma kembali berlari, saat sampai di luar halaman Rumah sakit. Alma menatap ke atas, menatap langit. Langit itu terlihat jelas hitam pekat, bahkan ribuan bintang yang selalu menghiasi indahnya malam, kini dia tidak ada. Mungkin seperti dirinya, orang yang selalu membuat Alma bahagia, kini dia malah pergi kelain hati.

Bulan, dia juga tidak ada. Entah kemana? Langit ini begitu gelap gulita. Saat Alma melangkah perlahan. Tiba-tiba Alma merasakan guyuran hujan, mulai membasahi sekujur tubuhnya.

Farel melangkah mendekat pada Alma dengan satu payung yang tengah di pegang di tangan kanannya. "Alma, ayo kita pulang, gue anterin lo sekarang juga," ajak Farel. Dia meneduhkan Alma dari payungnya, agar tidak kehujanan.

Alma menggeleng pelan diiringi tangisan. "Enggak, kamu enggak usah anterin aku. Aku bisa pulang sendiri," jawab Alma.

Wajah Farel, melemas. "Lo jangan pikirin soal ucapan Galang tadi. Dan lo jangan berpikiran buruk sama Galang, dia enggak jahat, dia itu baik kok."

Tubuh Alma bergetar dan mengggil, karna tangisan dan kehujanan. "Aku enggak berpikir kalo Galang itu jahat. Hanya saja aku yang bodoh!" Alma menarik nafas perlahan. "Betapa bodoh-nya aku, mencintai seorang laki-laki yang enggak pernah cinta sama aku."

Farel menggeleng keras. "Galang cinta sama lo, dia itu sayang banget sama lo. Dan Galang, sakitin lo pasti punya alasan." Jujur saja, Farel juga tidak mengerti pada Galang. Yang Farel tahu, bukan ini. Tapi mengapa Galang menjadi seperti itu?

Alma masih tetap berdiri dan terdiam. Ia tidak mau pulang ke rumah. Takut, bila ibunya tahu kalau Alma sudah menangis dan hujan-hujanan.

"Ini udah malem, yuk pulang," Farel merangkul bahu Alma.

"Enggak!" Alma menggeleng pelan. "Kalo Mamah tau aku udah nangis dan hujan-hujanan. Pasti Mamah bakal banyak bertanya. Apalagi Tante Wulan."

Disisi lain, seorang cewek bertubuh seksi dan berbaju ketat, tersenyum senang di sebuah koridor rumah sakit, yang berada di luar. "Woww, Farel lagi berduaan sama Alma. Mereka ngapain? Ah lupain, tapi... adegan-nya kayak drakor nih," ucap Mauren merogoh sebuah ponsel dari saku celananya. Lalu memotret Farel yang sedang membawa payung dengan satu tangan tengah merangkul bahu Alma.

"Non Mauren, Ibu udah siuman katanya. Sekarang Ibu mau ketemu Non Mauren." Seorang pembantu dari rumahnya Mauren, memberi tahu kabar Ibu-nya yang sudah siuman. Ibu Mauren, sakit parah. Hinggan satu minggu belum kunjung siuman. Dan sekarang Mauren tersenyum senang.

"Hmm, Pas banget, pas gue kesini. Ibu udah siuman." Mauren berlalu pergi menuju ke dalam ruangan Rumah Sakit.

Sementara Alma baru saja akan berjalan bersama Farel menuju parkiran. Namun langkahan mereka terhenti ketika seseorang datang menghampiri mereka berdua.

"Angga? Lo ngapai kesini?" Farel beratanya pada Angga.

Angga tidak membalas jawaban apapun. "Biar gue yang anterin Alma ke rumahnya." Mengalihkan pembicaraan.

Farel mengenyit bingung. "Lo siapanya Alma? Mau anterin Alma ke rumahnya segala," ketus Farel.

Angga tersenyum miring. "Dan lo juga siapanya Alma? Lo bukan siapa-siapanya kan? Cuman teman! Dan gue juga teman-nya. Jadi gue juga punya hak buat anterin Alma ke rumahnya, karna gue juga temannya Alma."

Farel memutar kedua bola matanya. "Yang jemput siapa? Gue. Jadi yang antar pulang-pun gue juga, bukan lo!"

"Farel, udah. Aku pulang-nya bareng Kak Angga aja," ucap Alma, menundukan kepalanya. Menyembunyikan, mata merahnya.

"Tapi gue yang jemput lo tadi, jadi gue harus anterin lo lagi. Nanti Mamah lo marah sama gue, di kira gue enggak bertanggung jawab. Terlebih lagi, lo baru aja nangis. Nanti Mamah lo ngira gue sakitin yang lo lagi." Farel berbicara seadanya.

"Enggak kok, nanti aku juga jelasin sama Mamah aku. Sekarang aku pulang bareng Kak Angga aja," ucap Alma.

"Tuh Alma-nya aja mau sama gue bukan sama lo," ucap Angga membawa Alma pergi dari hadapan Farel.

Dahi Farel bergelombang. "Aneh banget, masa sama gue dan Galang manggil nama. Tapi sama Angga manggil Kakak?" Cowok itu menggeleng kepala pelan.

***

"Mau di antar pulang langsung atau ke kafe dulu gituh?" tanya Angga setelah sampai dan duduk di dalam kursi Mobil.

Alma tidak menjawab. Tatapannya sangat kosong, membayangkan atas semua apa yang terjadi antara dirinya dan Galang tadi.

"Al," pangil Angga pelan. "Alma." Cowok itu melambaikan tangan di depan wajah Alma.

Namun, Alma tidak menyadarinya. Ia tetap saja melamun dan melamun.

"Alma," panggil Angga lagi. "Alma!"

Alma terlonjak kaget. "Eh-, iya... Ada apa kak?" Menatap Angga.

Angga memutar kedua bola matanya, malas. "Makanya jangan ngelamun mulu. Pasti kamu lagi mikirin Galang kan. Udah Kakak bilang sama kamu dari dulu, Galang itu enggak serius sama kamu, dia itu PHP, lebih jelasnya lagi dia cowok Jahat! kamunya sih enggak percaya sama Kakak."

Alma menghela pelan. Hatinya masih terasa sakit. "Meskipun aku udah tau, kalau Galang enggak serius sama aku. Tapi aku percaya, kalau Galang enggak sejahat apa yang Kajak pikirkan. Dia begitu, pasti punya alasan. Dan alasan itu belum aku ketahui semuanya."

Angga mengangguk paham. "Tapi kamu udah tau kan, kalo Galang masih punya cewek. Mentang-mentang ceweknya udah beberapa tahun di rawat di rumah sakit, Galang bebas nyariin lagi cewek lain, yang hanya di jadiin pelampiasan doang," ucapnya dengan nada menyindir, Angga tahu soal ini dari dulu. Dia tersenyum miring. "Dan kamu adalah salah satu korban dari cintanya Galang."

Mata Alma memerah, kenapa Angga tidak mengerti perasaannya saat ini? Bukannya memberi saran, dia malah menyindir. "Hati aku memang hancur karna Galang. Tapi menurut aku, rasa sakit ini enggak seberapa sakit yang Aila rasakan, jika Aila tau semuanya, mungkin Aila akan nangis.

"Tapi tetep aja, Galang itu PHP sama kamu!" Angga mengendus kesal.

Alma sempat bingung sendiri, jika ia Galang memberi harapan palsu padanya, lalu mengapa Galang malah jujur padanya, bahwa dia masih mempunyai pacar. Dan pengakuan Galang, tepat pada hari, dimana Galang cemburu karna Alma berpelukan bersama Angga. Padahal Angga adalah Kakak tiri Alma. Alma ingin menjelaskan bahwa dia Adik Kakak bersama Angga. Tapi... Angga selalu melarang untuk menjelaskan semuanya. Entah kenapa dan karna apa? Alma tidak mengerti.

"Langsung pulang aja iya, udah malem. Nanti Mamah kamu nyariin," ucap Angga. Alma mengangguk. "Nih pake dulu jaket, Kakak."

Alma tersenyum kecil saat mendapat perhatian dari Angga. "Makasih, Kak."

"Nggak usah makasih, lagian sama Kakak sendiri kan," kata Angga seraya mengusap rambut basah Alma.

TBC~
Bandung, 02-November-2018

Gimana guys?

Seru nggak?

Sakit hati nggak?

Menurut kalian, Galang masih cinta Alma atau nggak sih?

Alma Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang