Pagi hari menjelang, matahari masih malu-malu untuk menampakan sinarnya. Tepat di pukul lima, Alma tengah sedikit membuka sebuah pintu garasi dengan memakai kaos berwarna pink muda serta celana hitam di atas lutut, sepatu berwarna putih polos dengan rambut diikat satu.
Hari ini hari minggu. Alma akan menyempatkan waktu di pagi hari seperti ini untuk lari pagi.
Setelah menutup pintu Garasi, Alma sempat lari di tempat terlebih dahulu dengan santai, cuaca di pagi hari memang sangat segar sekali. Dingin, itu adalah satu alasan bahwa Alma menyukai cuaca dingin di pagi hari.
"Lo mau kemana?" Galang baru saja keluar dari pintu, rumah di lantai kedua.
Alma menghentikan aktifitasnya. Ia menengok ke atas, di dapati Galang tengah menatapnya sinis. "Mau joging bareng temen," jawab Alma tersenyum.
Galang balas menatap Alma, melihat senyuman itu mengembang di pipinya. Iya wajar saja, mungkin Alma sudah move on darinya, karna ini sudah dari satu bulan berlalu.
Satu bulan berlalu, mereka sudah putus, tapi tidak ada satupun keluarga Galang maupun Alma, mengethui mereka sudah putus, yang mereka tahu, Galang dan Alma baik-baik saja.
Bahkan, UAS DAN UN-pun sudah selesai, sekitar dua minggu yang lalu.
"Sendiri?" Galang bertanya.
"Alma."
Alma dan Galang menengok ke arah suara, dan ternyata ada Angga yang tengah berlari-lari kecil menghampiri Alma di ujung jalan.
Alma kembali menengok Galang. "Tuh, bareng sama Kak Angga," jawab Alma. "Galang, Mau ikutan lari pagi juga?"
Galang memutar kedua bola matanya. "Ogah banget." Pikiran Galang, nanti bisa-bisa ia menjadi orang ketiga di antara mereka berdua.
Alma mengangguk pelan. "Ouh iya udah," jawab Alma. Alma menatap Angga yang sudah ada di hadapannya.
"Mau lari pagi kemana? Taman atau Pantai?" tanya Angga.
Alma tersenyum. "Terserah."
Angga mengangguk. "Oh, iya udah."
Mereka berdua segera berjalan-jalan terlebih dahulu, lalu berlari kecil.
Galang mengepalkan kedua tangannya dalam-dalam. "Sial!" makinya, memukul pagar besi yang berada di hadapannya. "Awss..." Galang meringgis kesakitan.
***
Alma dan Angga baru saja sampai di pantai. Sekarang mereka sedang duduk berdua di pesisir pantai.
Alma mengambil nafas pelan. Seperti ada fragmen yang membuat Alma ingat kembali pada Galang. Remang-remang bayangan Galang yang tengah mengejar dirinya, memeluk dan menggelitiki badan Alma dari belakang, mulai menghantui memori ingatannya.
Ah, kenapa Alma selalu mengingat hal itu. Padahal ini sudah satu bulan berlalu, seharusnya Alma melupakan Galang dalam pikirannya. Tapi tetap saja, tidak bisa. Mungkin, akibat Alma serumah dengan Galang, itu membuat Alma semakin susah melupakannya. Disaat kita berusaha melupakan, pasti ada hal lain yang selalu mengingatkan semuanya.
Alma menatap Angga. "Kak, aku mau tanya sama Kakak. Kenapa dari dulu Kakak suka ngelarang aku buat jujur pada semua orang, bahwa kita itu adik Kakak?" Tiba-tiba Alma bertanya seperti itu pada Angga.
Angga balas menatap Alma. Cowok itu hanya menggeleng pelan dengan ekspresi kesal.
Alma mendesah kesal dengan sikap Angga saat ini. "Kak jelasin sama aku!"
"Jadi Kamu minta Kakak buat lari pagi, hanya untuk nyari informasi ini sama Kakak?" tanya Angga ketus.
Alma mengangguk pelan. "Iya, soalnya aku belum tau soal ini. Dan hanya Kakak yang tau tentang ini, karna Kakak yang nyembunyiin rahasianya."
Angga berdiri di atas gundukan pasir itu. "Kenapa bahas itu lagi sih? Dari dulu kamu nanya itu mulu."
Alma ikut berdiri sambil lekat menatap wajah kesal Angga. "Aku bahas ini lagi, karna aku belum tau. Dari dulu, Kakak selalu ngelarang aku buat jelasin kalau kita itu Adik Kakak. Sampai-sampai, Galang salah paham sama kita berdua. Saat kita lagi pelukan, Galang ngira aku selingkuhin dia, padahal aku enggak ada niat buat selingkuh, apalagi selingkuhannya Kakak sendiri. kalau seandainya dari dulu aku jelasin ini pada Galang, mungkin aku enggak bakalan put-"
Angga tersenyum miring. "Apa? Kamu enggak bakalan putus sama Galang? Iya? Itu hanyalah khayalan Al. Meskipun, Galang tau kalau kita itu Adik Kakak, tetep aja, dia masih punya pacar. Dan dia hanya cinta Aila, bukan Alma. Aila, pacar pertamanya dan dia cinta sejatinya Galang. Sampai kapanpun,Galang enggak akan lupain Aila. Dan kamu, kamu hanya di jadiin pelampiasan di dalam diri Galang."
Iya, Angga benar. Meskipun Galang tau Alma dan Angga, Adik Kakak, Aila akan tetap menjadi cinta sejatinya Galang. Dan Alma, dia hanyalah seseorang yang Galang jadikan sebagai pelampiasan. Itu sangat menyakitkan. Disaat Alma sudah jauh terbang tinggi menuju angkasa, ia malah jatuh kembali di antara duri-duri yang tajam. "Tapi setidaknya Galang tau kalau kita itu Adik Kakak!"
Angga memutar kedua bola matanya. "Alma! Kakak ngelakuin ini karna Kakak punya alasan. Jika Kakak enggak punya alasan, mungkin sekarang juga Kakak bakalan jelasin kalau kita Adik kakak!" Angga berucap dengan nada tinggi. Dadanya panas bergejolak.
Alma tersentak. Dia melamun beberapa saat menatap Angga. "Sejak kapan, Kakak marah kayak gini sama aku?" tanya Alma pelan.
Angga membuang nafas pelan. Di pegangnya bahu Alma dengan kedua tangannya. "Maaf, Kakak kebawa emosi," jeda Angga. "Ok, Kakak akan jelasin sama Galang kalau kita Adik Kakak."
"Sebelum Kakak jelasin, aku dan Kakak itu, Adik Kakak. Kakak jelasin dulu, apa alasan Kakak nyembunyiin semua ini pada semua orang termasuk Galang?" Alma tetap bersikukuh untuk mengetahui hal ini dari Angga.
Angga melepaskan kedua tangannya dari bahu Alma, kasar. "Nanti juga tau!" Angga menjawab tegas.
Dredddtt... Dereddtt..
Alma mengodok saku celananya, karna Ponselnya bergetar. Alma menatap layar ponselnya. Terdapat nama Farel yang tengah menelpon Alma.
"Siapa?" tanya Angga.
"Farel."
Setelah menjawab ucapan Angga. Tanpa basa-basi, Alma menekan tombol hijau. Mengangkat telpon Farel.
"Hallo," ucap Alma. Angga hanya memoerhatikan gerak-gerik Alma.
Belum ada sahutan dari Farel, membuat Alma bingung dengan sikap Farel. Apa benar kata Galang, Alma telah membuat Farel jatuh cinta padanya? Dan Alma juga yang telah membuat hati Farel jauh dari Reina.
"Hallo," ucap Alma untuk kali kedua. "Farel..."
Masih belum ada sahutan lagi, namun Alma mendengar suara isakan tangis seseorang, tapi Alma tidak tahu siapa yang menangis, hanya saja Alma mengenali bahwa itu isakan tangis seorang perempuan.
"[Plizzz... Kasih gue waktu, gue enggak akan ngapa-ngapain kok. Gue cuman mau telpon dia sebentar.]"
DEG. Apakah yang menangis itu Reina? Jika benar itu Reina, Alma sama sekali tidak bermaksud untuk menyakiti Reina.
"[Hallo Al, lo lagi dimana sekarang?]" tanya Farel tegas.
"Di pantai sama Angga, emangnya mau apa pagi-pagi gini udah telpon aku?" tanya Alma.
Farel menghela kasar. "[Ok, sekarang gue mau ketemu lo. Lo tunggu aja di Kafe deket pantai, nanti gue nyusul kesana. Ada sesuatu yang mau gue omongin, ini penting banget!]"
Tutt... tuttt
Farel langsung menutup telponannya tanpa mendapatkan jawaban dari Alma sama sekali.
"Ada apa?" tanya Angga.
Alma menatap Angga. "Farel ngajak ketemuan sekarang di kafe."
Angga mengangguk samar, dengan otak yang berpikir. "Mau apa?"
Alma mengangkat bahu-nya.
"Kakak Ikut."
Alma mengangguk diiringi senyuman kecil.
TBC~
Bandung, 02-November-2018

KAMU SEDANG MEMBACA
Alma
Jugendliteratur"Singkat banget sih jawaban lo! Padahal ngomong itu gratis gak pake uang, pulsa ataupun kuota." Galang terlalu kejam memperlakukan Alma sekasar itu. Sedangkan Alma sosok pendiam yang tidak mudah memberontak ketika ada yang mengusik kehidupannya. Gal...