37.

5.2K 208 0
                                    


Alma baru saja akan duduk di meja makan, karna Wulan selalu mengajaknya untuk makan bersama di setiap pagi, saat berangkat sekolah.

Wulan tersenyum menatap Alma. "Alma kamu duduk disini." Tangan Wulan memegang bahu Alma, lalu di geserkan tubuh Alma menuju tempat duduk.

Alma segera duduk. Matanya menangkap wajah seseorang di hadapannya yang kian menunduk. Dan itu Galang.

Galang berdiri. "Mah, Galang berangkat sekolah," jedanya, menghampiri Wulan yang sedang duduk di samping Alma. "Assalamualaikum." Tangan Galang menyalim telapak tangan Wulan.

"Lha kok buru-buru? Rotinya juga belum habis, sayang." Mentap setengah roti di atas piring milik Galang. "Dan Alma? Dia masih makan. Kamu-"

"Galang duluan. Pagi ini ada jadwal piket." Memotong ucapan Wulan.

Wulan menautkan alisnya. "Kan kamu pake motor, bisa ngebutkan?"

Galang memutar kedua bola matanya. Mata Galang menatap Alma, kesal. Lalu ia pergi, tanpa menjawab pertanyaan Wulan.

"Galang... Galang, tungguin dulu Alma-nya," teriak Wulan, namun Galang tetap berjalan menuju keluar. Hingga tubuh tegap milik Galang, yang di baluti jaket berwarna biru muda, sudah tidak terlihat.

Alma menundukan wajahnya, sementara kedua tangan itu, memegang Roti yang masih utuh. Hati kecil Alma, telah tersayat oleh ribuan luka.

"Alma," panggil Wulan pelan. "Kamu ada masalah sama Galang? Tante liat, raut wajah Galang keliatan marah sama kamu. Coba kamu bicara sama Tante, kamu ada masalah sama Galang? Dan apa masalahnya?"

Alma masih terdiam membeku. Entah apa yang akan Alma bicarakan pada Tante Wulan. Terlebih lagi, mata Alma memerah akibat semalaman menangis diam-diam dan tanpa suara.

"Alma," panggil Wulan lagi dengan nada pelan.

Alma menatap Wulan penuh keraguan. Jantungnya berdebar. "Enggak kok Tante, Alma gak ada masalah sama Galang," bohong Alma.

Wulan menautkan kedua alisnya, menatap mata Alma. "Alma, kamu habis nangis kan? Kamu kenapa? Ka-kamuu..."

Bi Lilis datang dari arah dapur menuju meja makan dengan membawa dua gelas susu. Di simpannya, dua gelas susu itu di atas meja.

Jantung Alma tambah berdebar ketika ada ibunya datang. "Hmm... Mah, Tante, Alma berangkat dulu iya, nanti Alma kesiangan." Di salim-nya tangan Wulan dan Ibunya bergantian.

Saat Alma sudah berjalan, menghilang di arah pintu. Ginanjar, papah-nya Galang baru datang dan segera turun dari arah tangga.

"Kayaknya Galang sama Alma ada Masalah, Bi," ucap Wulan pada Bi Lilis.

"Masalah?" Bi Lilis berhenti beraktifitas. "Masalah apa? Kok Bibi enggak tau iya?"

Wulan mendesah pelan. "Tadi saya liat, Galang kayak marah sama Alma. Terlebih lagi, mata Alma ada bekas-bekas nangis gitu."

Ginanjar tersenyum. Lalu ia duduk di kursi meja makan. "Udah jangan di pikirin. Namanya juga anak muda, wajarlah mereka punya masalah. Orang tua juga suka ada masalah, apalagi mereka yang masih muda. Pikirannya-pun masih labil."

***

Langkahan Alma memelan, ketika mata muramnya menangkap lurus beberapa siswa-siswi yang tengah mengerumuni mading, yang berada di pertigaaan koridor sekolah.

Semakin dekat pada kerumunan, semakin terdengar teriakan-teriakan mereka semua.

"Minggir-minggir, gue mau liat."

"Wuaaa..."

"Anjayy... gue sama sekali enggak percaya."

"Ada apa sih? Gue juga mau liat."

Alma Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang