Galang memutar kedua bola matanya. "Lo semua aja yang dengerin penjelasan Angga. Gue enggak sudi buat dengernya. Karna yang gue tau, Angga yang udah ngebuat Aila celaka dengan mobilnya, gue masih ingat mobil lo Ga, dari plat nomer, warna, bentuk. Gue tau!" jeda Galang menghela nafas kasar. "Semuanya enggak ada yang perlu di jelasin!
"Dan lo Alma. Gue emang masih cinta sama lo, tapi setelah gue tau lo Adiknya Angga. Dalam beberapa detik gue jadi benci sama lo! Benci! Benci! Benci! Lo dengerkan? GUE BENCI LO ALMA!"
Kata-kata Galang barusan telah menghujam dada Alma. Alma masih saja tetap terdiam. Dengan bibir bergetar, Alma berucap, "Ok, jadi kita berdua akan saling membenci!"
"Dan itu lebih bagus," sambung Galang di penuhi emosi. Ialu Galang berlalu keluar, meninggalkan semuanya.
"Galang!" teriak Angga. Baru saja ia akan melangkah, mengejar Galang, namun tangannya langsung di tahan oleh Farel.
"Udah, lo jangan deketin Galang. Dia lagi emosi, bisa-bisa tambah ngamuk kalo di deketin." Farel sudah mengerti dengan sikap Galang.
Angga mengangguk, lalu ia berjalan mendekati Alma yang kian butuh sandaran. Dipeluknya tubuh mungil Alma erat, sampai kepala Alma menikmati degupan jantung Angga.
"Jadi kalian Adik Kakak?" tanya Farel.
Angga mengangguk. "Awalnya gue pacaran sama Alma waktu dulu karena kita berdua bener-bener gak tau ternyata kita satu darah. Gue sama Alma emang adik kakak, tapi beda ibu. Setelah tau kenyataan kalo kita gak akan pernah bisa bersatu, kita berdua memutskan mengakhiri hubungan."
"Gue stress saat tau kita berdua adik kakak." Angga menggenggam tangan Alma sangat erat. "Saat di malam hari, gue bawa mobil kenceng-kenceng. Gue luapin emosi gue lewat balap mobil." Angga tersenyum hambar. Tersenyum karna Angga sadar, kalo ia balapan mobil sendirian, tidak ada lawan apapun, yang Angga lawan adalah emosi. "Tanpa gue sadar, gue udah nabrak orang. Dan itu Aila, gue gak tau sama sekali kalo itu Aila, bahkan dari namapun gue enggak tau. Apalagi Galang yang berusaha nyelamatin Aila sampe ngejar-ngejar mobil gue saat gue berusaha kabur. Gue gak kenal sama sekali sama Galang, gue kenal Galang hanya tahun-tahun ini." Angga melepas melepas genggaman tangannya dari Alma. Seperti ada fragmen yang membuatnya kembali mengingat masalalu. Angga menyesali perbuatannya.
"Aila, maaf-" Angga bersuara pelan dan canggung. "Gue udah buat lo celaka."
Aila tersenyum menatap Angga. "Mungkin ini takdir. Gue celaka karna kesalahan sendiri. Gue salah, gue malah nangis di tengah jalan. Tanpa gue sadari gue ketabrak mobil." Aila masih ingat dengan kejadian tabrakan itu. Dan orang yang menabrak dirinya adalah Angga. Aila juga baru tahu sekarang.
Alma menautkan alisnya. "Nangis? Emangnya kenapa?"
Aila mengambil nafas perlahan. "Dulu," jeda Aila masih susah untuk menjelaskannya. "Sewaktu SMP, gue sama Galang pacaran. Tapi dalam waktu tiga tahun, gue minta putus sama Galang. Karna gue punya penyakit kanker hati, gue putusin hubungan ini karna gue enggak mau nyusahin Galang. Gue bener-bener terluka. Cinta yang udah di bangun begitu lamanya, tiba-tiba roboh gitu aja, dan semua ini karna gue. Tapi gue juga punya alasan, dan itu alasannya. Yang gue bilang tadi, gue enggak mau nyusahin Galang.
"Saat tepat di malam hari, di mana gue baru akan pulang saat setelah mutusin Galang. Gue lari-lari di tengah jalan sambil nangis, itu adalah salah satu cara gue ngeluapin semua masalah yang nimpa diri gue. Sampai akhirnya, gue ngerasa seluruh badan gue terhantam sesuatu. Setelah itu semuanya terasa gelap. Dan setelah gue bangun, katanya gue baru siuman dari koma selama dua tahun yang lalu. Ada sebuah berita yang buat gue bahagia, penyakit gue di angkat, gue udah sembuh. Tapi..." Tubuh Aila bergetar. Matanya mulai berkaca-kaca, dalam satu kedipan jatuh tetes air mata.
Di peluknya tubuh Aila oleh Alma, dengan sepenuh hati.
"Lo malah lum...puh?" tanya Angga pelan.
Aila mengangguk.
"Sorry, kalo pertanyaan gue lancang. Setelah lo sadar dari koma lo, dalam keadaan kaki lumpuh, apa lo enggak terapi?"
Aila menggeleng pelan. "Setelah gue tau kalo gue lumpuh, gue enggak semangat menjalani kehidupan sehari-hari. Lebih baik gue diem dan di rawat di rumah sakit." Jantung Aila serasa tercekat.
Alma, gadis itu menghampiri Aila dan memeluk gadis itu.
Aila membalas pelukan Alma. "Galang enggak jahat, dia baik. Lo jangan benci sama Galang," ucap Aila pada Alma tiba - tiba.
"Aku enggak bilang kalau Galang itu jahat, tapi mungkin aku yang bodoh, cinta sama seseorang yang ternyata udah nyakitin hati aku berkali-kali," jawab Alma.
Aila menghela pelan. "Dia baik, percaya sama gue. Dan gue percaya, kalo Galang itu masih cinta sama lo. Karna gue tau, Galang hanya akan mencintai satu cewek aja."
Alma menggeleng pelan sambil tersenyum. Senyuman yang terdapat luka. "Galang bilang, dia benci sama aku. Dan dia juga bilang, itu akan lebih baik jika aku dan dia saling membenci."
"Membenci itu enggak baik. Dan tolong Percaya sama gue, Galang masih cinta sama lo. Gue udah lama banget kenal Galang, jadi gue tau sifat asli Galang." Aila menepuk bahu Alma. "Galang pernah mau jelasin soal ini sama lo waktu. Tapi, dia keburu sakit hati. Dan dia malah nyakitin lo bukan ngejelasin semua apa yang terjadi."
"Tunggu," ucap Farel baru angkat bicara. "Aila, lo mengalami kecelakan tiga tahun yang lalu. Dan Angga... apa ketik alo nabrak Aila pas lagi ada masalah sama Alma? Maksud gue, ketika lo tau ternyata Alma adek lo sendiri."
"Emang kenapa?" Angga bertanya dingin.
Farel tersenyum. "Wih kalian itu jodoh. Angga dan Aila. Mungkin ini adalah cara tuhan untuk mempertemukan kalian berdua," goda Farel menatap keduanya bergantian. "Udah iya. Masalah kalian berdua udah kelar. Tinggal si Galang yang rese! Sama Alma." Farel mengedipkan matanya menatap Alma.
Angga menjitak kepala Farel. "Inget lo udah Tuanangan! Jangan godain cewek lain."
Farel mengangguk. "Iya-iya, gitu aja ngambek. Iya kan Aii?" tanya Farel pada Aila sambil mengedipkan lagi matanya.
Aila tertawa senang. "Ih Farel ngeselin!" Mencubit hidung mancung Farel.
"Aws sakit tau, nakal banget. Nanti gue cium kalo lo nakal!" ancam Farel.
Aila mendekatkan wajahnya pada Farel. "Cium aja kalo berani."
Tanpa basa-basi Farel mencium pipi Aila dengan gemas. Alma dan Angga syokk melihat itu.
"Tenang ini sepupu gue kok." Farel tersenyum menatap Alma dan Angga bergantian.
Angga memutar kedua bola matanya. Sementara Alma menghela lega.
Farel berdiri lalu menatap Alma. "Tenang, urusan Galang, gue yang urusin. Tun anak emang kayak anak kecil. Kalo lagi emosi, hal kecil aja bisa jadi besar." Lalu Farel menatap Aila. "Lo udah nggak cinta sama Galang kan?"
Aila menggeleng pelan. "Cuman sayang. Jangan syokk, Sayang sebagai sahabat. Gue sayang Galang karna dia udah pernah masuk dan mengisi hati gue, tapi sekarang beda. Galang udah pergi dati hati gue, dan itu karna gue juga. Galang juga bilang sama gue, kalo dia juga sayang sama gue, tapi cuman sebagai sahabat. 'Kita udah beda, kita udah putus bukan pacar lagi.' katanya gitu."
Alma paham itu. Tapi tetap saja, hari Alma masih terasa perih karna Galang. Dia telah membuat Alma terluka. Entahlah, Alma tidak tahu bagaimana kedepannya tentang hubungan Alma dan Galang. Mungkin berakhir, cukup sampai disini.
TBC~
Bandung, 15-November-2018.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alma
Teen Fiction"Singkat banget sih jawaban lo! Padahal ngomong itu gratis gak pake uang, pulsa ataupun kuota." Galang terlalu kejam memperlakukan Alma sekasar itu. Sedangkan Alma sosok pendiam yang tidak mudah memberontak ketika ada yang mengusik kehidupannya. Gal...