38.

5.4K 228 0
                                    

"Ga-lang," jantung Alma berdebar saat bibir mungilnya memanggil nama cowok itu.

Galang berhenti berjalan. Matanya menangkap lurus, sosok Alma yang pernah ia cintai lalu disakiti. Memang, ia sangat jahat. Galang menyadari atas semua apa yang telah ia lakukan.

Mereka berdua saling menatap satu sama lain. Entahlah, tatapan diantara Alma maupun Galang sulit untuk di artikan.

"Lo mau apa manggil nama gue?" tanya Galang.

DEG. Jantung Alma serasa di pukul. Tangan kanan yang tengah memegang sebuah Foto itu bergetar. Hingga getaran tangan itu membuat foto refleks terjatuh ke lantai.

Galang menautkan alisnya. Mata Galang menangkap ke arah foto yang terjatuh di tangan Alma. Galang melangkah. Dalam tiga langkahan, ia berhenti lalu berjongkok mengambil sebuah foto. Alis Galang bertaut. "Alma sama Farel?" Galang berdiri, menghadap tepat berada di depan Alma.

Alma terdiam membeku. Sementara Reina segera pergi sambil menahan emosi, Lalu Farel ikut berlari menghampiri Reina. Dan Alma sudah mengerti, Farel akan segera menjelaskan semuanya.

"Cewek kayak lo ... laku juga iya." Galang tersenyum miring.

Kata-kata yang sempat lolos di bibir Galang, membuat hati Alma terpukul dan hancur berkeping-keping. Mungkin kepingan itu tidak akan bersatu kembali.

Galang tersenyum miring. "Ketika berpacaraan sama gue, lo malah godain Angga. Dan setelah putus dari gue, lo malah godain Farel. Farel loh, tunangan temen lo sendiri." Lantas, dia geleng-geleng kepala.

Alma masih terdiam membeku. Menikmati setiap kata yang menusuk di bibir Galang. Seandainya, setiap kata yang Galang ucapakan itu lembut, halus dan indah untuk di dengar bagaikan kapas putih. Tapi ternyata, kata-kata itu bagaikan anak panah, yang terlalu tajam jika menusuk.

Alma ingin menjelaskan semuanya. Kejadian kemarin saat berpelukan dengan Angga di pinggir jalan, tapi ... Angga melarang untuk menjelaskan semuanya. Terlebih lagi Angga melarang Alma untuk menjelaskan bahwa dia dan Angga adalah seorang Adik-kakak. Entahlah, Alma tidak mengerti.

Sementara siswa-siswi yang masih berdiri itu mulai bergosip tentang Alma dan menjelek-jeleki Alma.

Angga, dia merasa tidak terima. Satu tangannya terkepal penuh emosi. "Harusnya lo ngerti Lang, lo jangan asal nuduh-" Angga bersiap membogem wajah Galang.

Namun dengan santainya Galang berucap, "Ssttt! Gak ada hak buat lo untuk bicara." Tangan Angga yang terkepal di depan wajah Galang pun tak kunjung membogem. Tatapan Galang beralih pada Alma, dia masih saja terdiam. "Kenapa diem mulu? Gak bisa ngomong atau gak bisa jawab?" tanya Galang, mengangkat satu alisnya.

Alma lurus menatap Galang, matanya mulai memanas dan perlahan seperti ada gelembung-gelembung yang menghalangi mata Alma. Satu kedipan, air mata jatuh membasahi pipinya.

Sakit.

"Kok nangis? Harusnya lo seneng. Kenapa ... karna lo udah putus sama gue. Dan itu ada kesempatan buat lo, buat deketin Angga." Galang menatap Angga. "Atau Farel juga bisa."

***

"Reina! Tungguin gue! Reina tunggu, lo harus dengerin penjelasan gue dulu!" Farel berlari di sepanjang koridor, mengejar Reina.

Reina tiada henti bejalan kencang. Sampai akhirnya ia terjatuh ke lantai akibat kakinya menabrak kursi panjang yang berada di koridor.

Farel berjongkok lalu memegang bahu Reina. "Makanya, kalo jalan liat-liat!" ketus Farel.

Reina menepis tangan Farel. "Jangan pegang-pegang bahu gue! Gue gak sudi, bahu gue di pegang bekas megang bahu cewek lain!" ucap Reina penuh penekanan.

Farel menghela jengah. "Reina, seharusnya lo dengerin dulu penjelasan gue!"

Alma Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang