Daera menunggu didepan ruang operasi. Ia duduk sambil menggigit bibir bawahnya. Changbin sudah di dalam sejam yang lalu dan tidak berdaya.
"Daera!" panggil Nami sambil berlari dari ujung koridor. Wanita itu datang bersama Daehwi dan Juyeon.
Daera berdiri. Ia segera berhambur masuk ke dalam pelukan ibunya sambil menangis. Nami membalas pelukan anaknya dan mengelus belakang kepala Daera.
"Semua salahku. Seharusnya aku tak mengajaknya ke supermarket." ujarnya disela-sela tangisan.
"Gwaenchan~a, Daera~ya. Eomma yakin dia tak apa-apa." Nami mengelus blakang kepala Daera lebih lembut.
Juyeon dan Daehwi yang melihatnya hanya menghela napas panjang dan menatap Daera ikut sedih juga.
"Daera~ya, aku sudah mendapatkan salinan CCTV-nya dari Jangjun. Aku yakin dia akan menemukan pelakunya dengan cepat." jelas Juyeon yang tak dijawab oleh Daera.
Nami membawa Daera untuk duduk di kursi tunggu depan ruang operasi. Daehwi dan Juyeon tak ikut duduk, mereka hanya menatap Daera yang sangat sedih.
"Daera, kau yakin, tak mau memberitahu orang tua Changbin?" tanya Daehwi, pria itu merasa kalau hal itu tak benar. Daera melepas pelukannya dan menengok ke Daehwi, wajah gadis itu basah karena air mata.
Daera mengelap air matanya, "Baiklah, sepertinya aku harus memberitahu orang tuanya. Tapi nanti saja, kita harus tau keadaan Changbin."
Daera menunduk, ia menggigit bibir bawahnya lagi. Setetes air matanya jatuh kembali membasahi wajahnya. Nami kembali memeluk Daera tanpa bersuara.
Seorang dokter wanita keluar dari ruang operasi, "Siapa keluarganya?"
Daera bangkit, gadis itu mengelap air matanya sekilas dan menghadap dokter itu. "Aku istrinya."
"Dia tak apa-apa. Untung saja, tembakannya tak mengenai organ vital. Tapi dia masih belum siuman, dia harus banyak istirahat. Kami akan membawanya ke kamarnya."
°°°
02:00 KST.
Changbin membuka matanya. Ia menghela napas lelah. Ia segera duduk sambil melihat sekeliling. Matanya menangkap Daera yang tidur dengan posisi yang tidak nyaman disebelahnya.
Gadis itu duduk dengan kepala yang ia jatuhkan diatas ranjang Changbin. Rambut milik Daera menutupi hampir seluruh wajahnya. Ruangan yang ia tempati lumayan gelap, hanya satu lampu yang dinyalakan diantara empat lampu yang ada.
Changbin tersenyum menghadap gadisnya. Ia menyentuh rambut Daera dan menaruhnya ke belakang telinga Daera agar tak menutupi wajah gadis itu.
Daera terbangun, "Changbin? Kau sudah bangun? Syukurlah."
Daera meregangkan tubuhnya sekilas kemudian terdiam. Ia menatap Changbin lega, dan memeluk pria itu secepat kilat.
"Aku senang kau siuman." lirihnya.
Changbin awalnya kaget, namun ia segera membalas pelukan gadis itu. Tak lama mereka segera melepas pelukan mereka dan saling bertatapan.
"Ya! Apa kau tak lelah, pingsan selama 3 hari?" Daera memutar bola matanya malas kemudian tersenyum, "Tapi aku lega kau sudah bangun sekarang."
"3 hari? Lama sekali."
"Apa kau baik-baik saja? Tak ada yang sakit?" Daera khawatir.
"Gwaenchan~a, aku baik-baik saja."
"Syukurlah." Daera menghela napas lega, "Dan, karena kau sudah puas tidur selama 3 hari, sekarang aku ingin tidur juga." Gadis itu menjatuhkan kembali kepalanya di ranjang lagi, kembali ke posisi yang sama.
"Kau nyaman tidur seperti itu?" tanya Changbin lembut.
Daera mendongak, kemudian terlihat berpikir sebentar. "Tidak, tapi aku takut pulang sendiri. Jadi aku menunggumu saja disini." Ia kembali menjatuhkan kepalanya diatas ranjang Changbin.
Changbin mengamati wajah gadis dihadapannya. Matanya merah seperti selesai menangis, "Daera."
"Hmm?"
"Kau menangis tadi?"
Gadis itu terdiam. Ia kembali mendongak, matanya berkaca-kaca, namun ia tersenyum. "Awalnya iya, tapi kemarin malam aku bermimpi. Seorang anak laki-laki yang mengaku bernama pangeran mendatangiku dan berkata bahwa dia baik-baik saja, kemudian memelukku. Tapi setelah itu dia mengatakan bahwa akan datang lagi saat matahari terbenam ulang tahunnya. Sebenarnya aku heran, tapi saat aku terbangun aku merasa lebih tenang."
Changbin menautkan kedua alisnya heran, "Pangeran?"
"Iya."
Changbin flashback on,
Ia berjalan pelan menuju suatu tempat yang pertama kalinya ia datangi setelah 5 tahun pergi.
Rerumputannya masih sama, sungai yang masih mengalir, tumbuhan anggur yang masih merambat di pohon, dan dihadapannya sebuah pohon lumayan besar dengan sebuah bangunan yang masih kokoh diatasnya.
Changbin berjalan mendekati tangga menuju bangunan tersebut. Tangannya menggenggam tangga kayu itu sambil terdiam, tak berniat menaikinya. Ia putus asa.
Waktunya hampir habis sebelum penerbangannya kembali ke tempat seharusnya ia berada. Sudah 2 minggu ia berada di Korea dan ia tak kunjung bertemu dengan Noona-nya.
"Pangeran?" terdengar suara dari kejauhan.
Changbin spontan menengok, "Noona?"
"Benar, itu kau!" Seorang gadis dengan dress selutut berlari hudan segera memeluk Changbin. "Akhirnya kau kembali."
Changbin membalas pelukan Noonanya, "Maafkan aku, Noona, tapi aku harus kembali kesana."
"Secepat itu? Kau baru bertemu denganku." Noonanya melepas pelukannya.
"Maafkan aku.." lirih Changbin.
"Baiklah, tapi kau harus janji untuk datang kesini di hari kelulusanku tahun depan." Gadis itu mengangkat jari kelingkingnya, kemudian mengangkat tangan Changbin.
Changbin menautkan jari kelingkingnya ke jari kelingking gadis dihadapannya.
"Aku tak bisa janji saat itu. Tapi aku akan kembali secepatnya."
°°°
10:40 KST.
Juyeon membuka pintu kaca dihadapannya. Seseorang yang telah membuat adiknya menangis berhari-hari tak boleh hidup dengan tenang. Juyeon berjalan mamasuki kantor polis, matanya sibuk mencari keberadaan sepupunya.
"Lee Jangjun!" panggil Juyeon pada sepupunya. Ia mendekati salah satu meja yang penuh kertas-kertas penting dan satu buah laptop yang masih menyala.
Yang dipanggil menengok, "Ya! Juyeon~a. Kesinilah."
"Kau sudah dapat petunjuknya?"
Jangjun mengangguk, "Lumayan banyak, aku yakin, si pelaku bukanlah pembunuh profesional. Dia banyak meninggalkan petunjuk, tapi dia tetap masih dalam pencarian."
"Baguslah."
"Tapi, apa Changbin sudah siuman? Aku butuh keterangan darinya."
"Tadi pagi, Daera menelepon dan mengatakan bahwa Changbin sudah siuman. Ayo kesana."
Jangjun menutup laptopnya, tangannya mengambil tas selempang hitam yang sepertinya lumayan berat, kemudian segera berjalan menuju pintu keluar.
°°°
KAMU SEDANG MEMBACA
AMNESIA: THE SECRET [Seo Changbin] | COMPLETED
Fanfiction"Aku yakin, rencana bodoh appa tak akan berjalan sesuai keinginan. Dengarkan ini baik-baik, sampai aku mati pun aku tak akan bisa nyaman dengan Lee Daera." Kecelakaan beberapa bulan lalu benar-benar membuahkan hasil. Seo Changbin dan Lee Daera disat...