"Lucas?" Changbin mengulang nama pria yang tadi menghampiri Daera.
Daera mengangguk meng-iya-kan. Sedangkan Changbin hanya buang muka menutupi kekesalannya itu.
Mengapa dia sangat polos?
Changbin memasukkan kedua tangannya kedalam saku celana yang ia kenakan, kemudian menghela napas kasar "Kau pasti sangat menyukainya, 'kan?"
Ada apa denganku?
Daera sempat berpikir sejenak, kemudian tersenyum kecut. "Tidak juga. Dia sudah punya Chaerim eonni, seniorku juga di kampus. Untuk apa aku menyukainya?"
Changbin hanya diam mendengar penjelasan Daera yang baginya begitu detail.
Pintu lift terbuka. Mereka keluar dari lift bergantian dengan beberapa orang yang ingin memasuki lift. Daera sempat kelelahan menyamakan langkahnya dengan langkah besar Changbin. Tapi, kemudian pria itu berhenti dengan dua orang didepan mereka.
Daera mengangkat kepalanya yang dari tadi menunduk melihat langkah Changbin yang tak bisa ia samakan. Kemudian tersenyum setelah melihat siapa dua orang didepan mereka.
Han Jisung dan Park Jyeon. Dua orang yang ia kenal dari empat orang yang menjenguknya pasca operasi kecil saat itu.
"Eonni!" seru Daera layaknya anak kecil pada Jyeon, yang dibalas pelukan singkat dari gadis itu.
Jyeon merupakan istri Jisung yang menikah lebih dulu daripada Daera. Wanita itu mendapat kabar kehamilannya beberapa minggu lalu, dan jika tak ada orang yang mengenalinya, mungkin bagi mereka, Jyeon adalah pacar Jisung. Bukannya istrinya.
"Apa yang kau lakukan disini?" tanya Jyeon.
"Aku ingin membeli buku."
"Hubunganmu dengan Changbin sudah membaik?"
"Lumayan, aku lebih sering berbicara dengannya walau dijawab dengan singkat."
"Baguslah, sudah lebih baik. Kami pergi dulu, ya!" Jyeon segera menarik tangan Jisung untuk pergi agar Daera dan Changbin melanjutkan acara mereka.
°°°
Daera merebahkan dirinya diatas kasur. Changbin entah sedang apa dibawah. Otaknya harus bersiap-siap untuk bertemu dengan berjuta kosakata kedokteran yang akan menyapanya sesaat lagi.
Daera menatap 4 tumpuk buku yang berada diatas meja, kemudian memejamkan matanya mencoba menenangkan otaknya yang akan bertemu pelajaran kampusnya. Sebuah puzzle ingatan yang sempat terlupakan lainnya kembali teringat lagi.
Ingatan Daera kecil dan 'pangeran'-nya
Daera menaiki tangga menuju rumah pohon miliknya. Tangan kecilnya berusaha meraih anak tangga paling atas. Kaki kecilnya berusaha menjaga keseimbangan tubuhnya yang sudah hampir terjatuh.
Badannya sudah sangat miring seperti sehelai bulu yang sedang diterpa angin kencang dan siap pegi jauh entah kemana.
Sebuah tangan kecil lainnya menahan tubuh kecil Daera, tangan anak itu melingkar di pinggang Daera seperti sehelai bulu lain yang juga akan diterpa angin dan akan ikut terbang jauh juga bersama Daera.
Hal itu membuat Daera kecil spontan menengok.
Seorang anak laki-laki seumuran dengannya menahan tubuh Daera sambil tersenyum. Sedangkan Daera kecil yang saat itu berumur 7 tahun, hanya menahan tangis.
Tangan anak itu perlahan melonggar dari pinggang Daera. Daera mengakhiri usahanya untuk naik ke rumah pohonnya, dan turun dari tangga dengan perlahan.
Kaki Daera dengan susah payah menyentuh tanah. Saat kedua kakinya sudah menyentuh tanah, Daera menatap anak laki-laki itu tajam dengan ekspresi kesal, kemudian tiba-tiba tangisnya pecah.
"Huaaa!!! Aku bisa sendiri!!!"
Anak laki-laki itu panik, matanya membulat karena kaget dan mulutnya terbuka lebar. Tangannya tanpa sadar mengelus kepala Daera ragu-ragu, dan ibu jarinya mengelus menghapus air mata Daera yang jatuh.
"Mianhae, aku tak tahu. Jangan menangis, ne?"
Hanya sampai disana ingatan Daera yang kembali. Wajah anak laki-laki itu buram diingatan Daera, dan itu menyusahkan Daera untuk mencari tahu siapa sebenarnya anak laki-laki itu.
Benar! Daehwi oppa mungkin tahu!
Daera menarik tasnya dan mengambil ponselnya. Daera yang saat itu masih dalam keadaan tiduran, segera duduk dan mencari nomor telepon Daehwi. Kakak laki-laki keduanya yang tinggal tak jauh dari rumahnya saat ini.
Tuutt..tuutt..
Nada sambung terdengar melalui telepon Daera yang sudah ia dekatkan ke telinga kanannya. Sebuah suara yang sangat tak asing keluar dari ponsel Daera. Ia tersenyum senang.
"Yoboseyo?"
"Oppa? Aku ingin bertanya."
"Tentang?"
"Masa kecilku,"
Jeda cukup lama. Daera menaikkan kedua alisnya, berharap Daehwi segera berbicara.
"Oh, kau mengingat sesuatu?"
"Ya, emm.. oppa, apa benar dulu aku pernah ke rumah pohon?"
"Rumah pohon? Pernah, aku dan Juyeon hyung juga pernah kau ajak."
"Kau masih mengingat lokasinya tidak?"
"Masih, lokasinya arah ke kebun eomma, tepat sebelum belokan ketiga setelah masuk gang. Didekat sumur yang sering kita lempari koin. Di pohonnya ada tanaman anggur."
"Kebun eomma, sebelum belokan ketiga, dekat sumur, dan tanaman anggur. Oke, baiklah. Gomawo.."
"Kau ingin kesana? Mau kuantar?"
"Tak perlu, nanti aku bisa mengajak Changbin oppa."
"Kau yakin? Tapi, baiklah. Aku tutup dulu!"
"Eumm.."
Daehwi memutuskan panggilan. Daera segera berdiri dan meraih tas selempangnya. Ia berlari girang layaknya anak kecil saat melihat ada permen kapas didepannya dan berusaha menuju kearah permen kapas itu, tangannya menaruh kembali ponselnya kedalam tas.
Daera meraih gagang pintu, namun kepalanya tiba-tiba terasa pusing bukan main. Ini bukan karena ingatannya akan kembali lagi, tapi karena penyakitnya kambuh. Seketika dunia yang Daera pijaki terasa berguncang dahsyat dan nampaknya akan runtuh dalam hitungan detik.
Daera memegangi kepalanya, dan berharap pusingnya akan segera hilang. Keningnya menyentuh pintu kamar yang sempat terbuka sedikit kembali tertutup lumayan kencang, dan menimbulkan suara gaduh.
Ia memejamkan matanya. Daera berbalik, ia berjalan sempoyongan seperti orang mabuk, kearah teko kecil dan gelas diatas meja yang sudah disiapkan.
Daera meraih gelas dan segera mengisinya dengan air mineral dengan terburu-buru, beberapa tetes air terlihat tumpah di meja. Daera menghiraukan hal itu dan dengan secepat mungkin meminumnya beberapa teguk. Tangannya memegang ujung meja untuk tetap menjaga keseimbangannya.
Daera menaruh kembali gelas yang sudah habis tak bersisa. Hal itu berlangsung beberapa detik sampai pusing yang Daera alami sedikit berkurang.
Daera memejamkan matanya kembali. Tangannya makin erat mengganggam ujung meja, ia menarik kursi yang berada tak jauh darinya dan segera duduk. Sekarang, Daera layaknya seseorang yang sedang banyak pikiran, karena tangannya masih memegang keningnya yang rasanya akan pecah sebentar lagi.
Daera terdiam sesaat dan menghirup oksigen sebisanya, kemudian mengeluarkannya lagi. Setelah dirasa sakit kepalnya sudah hilang sepenuhnya, ia segera berdiri. Daera khawatir jika Changbin melihatnya dalam keadaan seperti ini. Tidak, bukan khawatir, tapi dia tak mau Changbin melihatnya dalam keadaan seperti ini.
Ia menepuk-nepuk pelan bajunya untuk menenangkan dirinya yang masih shock karena kejadian tadi. Ia tersenyum sekilas dan berjalan perlahan keluar kamar.
Seakan-akan tak terjadi apa-apa.
![](https://img.wattpad.com/cover/142082912-288-k334601.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
AMNESIA: THE SECRET [Seo Changbin] | COMPLETED
Hayran Kurgu"Aku yakin, rencana bodoh appa tak akan berjalan sesuai keinginan. Dengarkan ini baik-baik, sampai aku mati pun aku tak akan bisa nyaman dengan Lee Daera." Kecelakaan beberapa bulan lalu benar-benar membuahkan hasil. Seo Changbin dan Lee Daera disat...