CHAPTER 2 - SILANG MERAH

43.2K 3.1K 149
                                    

Desa Sumbergede, Kecamatan Banyusirih, Kabupaten Patokan

Kuburan Lindung adalah pemakaman umum terbesar di desa Sumbergede yang kerap kali jadi perbincangan, berkat cerita seram orang-orang yang tinggal di sekitar, maupun yang hanya sekedar lewat. Diberi nama Lindung karena jaman dulu warga Lindung mayoritas dikuburkan disana, walau secara geografis, letak kuburan tersebut berada di perbatasan Sumbergede.

Pada pagi yang cerah setelah orkes berdarah semalam, kuburan Lindung ramai didatangi warga. Untuk kesekian kalinya dalam kurun waktu tiga bulan, sebuah kuburan dibongkar oleh orang tidak bertanggung jawab, yang sampai saat ini pun motif dan pelakunya belum diketahui. Menyikapi masalah tersebut, warga dengan bijaknya mengambil kesimpulan bahwa lagi-lagi ini ulah penganut ilmu hitam.

"Kali ini kuburan milik Amri yang dibongkar, dan seperti biasa kayu penutup jenazahnya juga dirusak." Tutur seorang penjaga kubur pada Kepala Desa Sumbergede yang saat itu datang bersama polisi dan seorang aparat desa bernama Fathur.

"Bagaimana bisa kejadian seperti ini terulang? Padahal ada penjaga kubur seperti Sampean yang setiap malam berjaga di makam—tunggu dulu! Jangan bilang semalam sampean ada di lapangan?" Tanya Kepala Desa.

"Cuma sebentar kok, Pak." Jawab penjaga kubur malu dan takut.

"Mau sebentar, apalagi lama, tetap saja Sampean ini meninggalkan tanggung jawab! Lihat kuburan-kuburan ini! Keluarga mereka menitipkannya pada kita agar kelak anak cucunya dapat berziarah ke makam bapak, kakek, atau buyut mereka walau sekedar mengirim Fatihah. Sekarang bayangkan bagaimana perasaan keluarga Almarhum Amri kalau tahu kuburan Almarhum dibongkar akibat kelalaian petugas? Lain kali kalau begini lagi, Sampean saja yang saya kubur!"

"Maaf, Pak. Ampun. Tapi ini benar-benar aneh. Saya yakin sekali kalau saya pulang dari orkes tepat jam dua dini hari, karena peristiwa pembunuhan itu. Sampai di sini, saya sempat berkeliling makam dan saat itu belum ada satupun kuburan yang bolong."

"Bapak yakin itu tepat pukul dua?" Tanya seorang polisi.

"Saya yakin sekali, karena saya sambil mendengarkan radio, pak. Drama wayang favorit saya dimulai tepat ketika saya sampai ke kuburan. Barulah ketika drama habis, saya pulang ke rumah."

"Jam berapa itu?"

"Sekitar jam setengah empat."

Lalu Kepala Desa dan polisi pun mulai berdiskusi. Penting bagi mereka untuk mengetahui waktu kejadiannya terlebih dahulu, yang berdasarkan kesaksian si penjaga makam, itu terjadi pada dini hari menjelang subuh.

"Mungkin sebaiknya saya perketat penjagaan makam-makam di desa. Saya akan kerahkan lebih banyak petugas agar kasus ini segera tuntas dan pelakunya dihukum seberat-beratnya." Tegas Kepala Desa. "Lagipula kemana Haji Karim? Sudah berkali-kali saya panggil ke kantor desa tapi tidak juga datang."


Desa Gentengan,Kecamatan Raga, Kabupaten Gandrung.

H. Karim jauh dari rumah, jauh dari keluarga. Sudah hampir satu minggu ia berada di Gentengan, sejak sehari pasca meninggalnya Kiai Sahrul. Almarhum adalah guru H.Karim, sekaligus sahabat abahnya; Pak Saleh. Wajar jika sampai hari ini pun H.Karim masih belum bisa pergi dari Gentengan. Ia merasa ada sebuah misteri yang menyelimuti wafatnya Sang Kiai, dan untuk tujuan itulah H. Karim masih memilih tinggal di desa Gentengan.

Awalnya H.Karim tidak sendirian. Dua orang sahabatnya ikut menyelediki, namun harus pulang karena setelah tiga hari tiga malam, mereka belum menemukan satu petunjuk pun di sana.

Pagi itu, H. Karim sedang mengaji di teras rumah milik warga tempatnya menginap. Pemilik rumah tersebut sudah pergi dari Gentengan karena merasa desanya sedang tidak aman. Jadilah H. Karim sebagai tuan rumah sementara, dan kebetulan pagi itu ia sedang kedatangan tamu pertamanya.

EKSEKUSI TAPAL KUDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang