Desa Leduk, Kecamatan Banyusirih, Kabupaten Patokan
Warga sedang menyusuri pinggiran pantai, jalan, bahkan ke dalam sawah dan ladang. Tidak seorang nelayan-pun yang pergi melaut, tidak juga ada petani yang menyemai benih. Leduk sedang kalang kabut, karena salah satu tawanan mereka tiba-tiba menghilang sebelum sempat diangkut.
Kaburnya salah satu preman itu terasa sangat janggal. Mengingat para pelaku diikat di halaman rumah Ustad Edo sampai polisi datang menjemput. Yang berjaga tidak hanya satu dan dua orang, tapi hampir seluruh warga desa bergantian menyaksikan. Mereka baru sadar saat matahari sudah naik dengan sempurna, bahwa kepala tawanannya berkurang satu
"Kami sudah menjaga setiap akses jalan keluar dan masuk desa. Kami pastikan orang itu tidak akan kabur jauh." Ujar salah seorang polisi.
"Tentang mayat yang kami temukan di jalan, sudah kami serahkan pada keluarga. Sulit dipercaya, ternyata itu adalah jenazah mantan kepala desa ini. Kami hampir mengira almarhum adalah komplotan dari preman-preman itu." Polisi yang lain menambahkan.
Semua itu dibalas dengan anggukan kepala tanpa gairah oleh Nyai Ani. Ia sangat mengantuk, tapi orang-orang berseragam ini selalu datang dan menanyakan pertanyaan yang sama sampai Nyai merasa bosan.
"Ini hampir jam sembilan pagi. Dua jam sejak preman itu kabur. Saya pesimis kita bisa menemukannya." Kata Man Rusli.
"Saya curiga dia tidak kabur sendiri. Seseorang pasti membantunya, dan orang itu cukup lihai karena bisa melakukannya tepat di depan mata kita." Mufin menanggapi. Ia tidak ada di lokasi saat para warga membekuk preman-preman tersebut. Walaupun terlambat, tapi Mufin masih menjadi pahlawan karena datang bersama polisi.
***
Di sebuah desa, sebuah kecamatan, sebuah kabupaten.
Seseorang sedang menghirup nafas panjang setelah beberapa menit tertahan oleh kain yang menutupi wajahnya. Kain hitam itu dibuka dan memperlihatkan sebuah ruangan gelap berdinding kayu, berlantai tanah dan hanya memiliki sebuah lampu gantung yang sedang bergoyang-goyang.
"Hei, dimana ini?" Tanya orang tersebut. Pandangannya masih rabun, namun perlahan menjadi jelas seiring kesadarannya yang mulai lengkap. "Hei! Dimana aku, dan siapa kalian?"
Dua ekor ayam sedang beratarung mewakili tuannnya masing-masing. Pertandingan itu menjadi pemandangan pertama yang terlihat saat mata berarir orang tersebut mulai kering dan penglihatannya kembali jernih. Orang itu tidak lain adalah tawanan desa leduk yang sedang diburu warga karena kabur.
Situasi saat itu serba sembarangan. Ia terjaga di sebuah ruangan gelap dan sempit, lalu disuguhi sebuah pertarungan sabung ayam milik dua orang tidak dikenal yang saat ini sedang larut dalam euforia pertandingan.
"Jangan main-main..." Kata tawanan itu separuh lemas, "Aku bilang, jangan main-main! Lepaskan aku!"
Teriakan itu sangat mengganggu. Harusnya ia tetap diam agar tidak mengusik kesenangan dua orang yang sedang mengadu ayam. Sekarang, salah satu dari orang itu tampak sangat marah. Ia melepaskan Taji* dari kaki ayam miliknya dan pelan-pelan mendekati tawanan tersebut. Sekarang, tawanan itu menyesal sudah membuka mulut.
*) Pisau kecil yang digunakan sebagai pengganti Jalu untuk sabung ayam. Tujuannya, agar ayam lawan cepat mendapatkan luka, dan pertarungan tidak berlangsung terlalu lama. Sebagian orang mengoleskan racun dan mantra-mantra khusus pada pisau ini, hingga tak jarang dijadikan senjata saat tawuran.
Kaki kursi kayu bergerak-gerak, membuat suara ribut di ruangan sempit dan remang. Tawanan itu tidak bisa duduk dengan tenang, selagi ujung taji menyentuh ujung jakunnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
EKSEKUSI TAPAL KUDA
TerrorBanyusirih mengalami tahun-tahun terburuk sepanjang sejarah. Hampir setiap hari ada mayat yang mereka kuburkan, dan jumlahnya tidak sedikit. Belum lagi, adanya gangguan ghaib berupa santet dan kunjungan tengah malam dari arwah korban yang gentayanga...