CHAPTER 22 - EKSEKUSI TIGA DESA (PART 3)

18.7K 1.9K 174
                                    

Desa Sumbergede, Kecamatan Banyusirih, Kabupaten Patokan.

Fatah sedang memacu motornya dengan kecepatan penuh. Ia sudah mendengar tentang musibah yang menimpa Ustad Mahrus dan beberapa tokoh agama di Banyusirih. Sayangnya, kerusakan pada motor Fatah cukup parah. Ia harus berkendara dengan sangat hati-hati karena ban depan motornya goyang kekanan dan kekiri.

Dasar Aluf! Besok saya harus minta ganti rugi.

Di perjalanan, ia melihat banyak sekali warga sedang berkumpul di pinggir jalan. Besar rasa penasaran Fatah, besar juga rasa Khawatirnya. Saat ini, Abahnya sedang sendiri di rumah. Menurut kesaksian warga yang ditemuinya barusan, komplotan itu diangkut dengan sebuah pickup dan sedang menuju ke selatan.

Semoga Abah tidak apa-apa.

Doa Fatah sudah didengar. Ia hanya perlu mengucap Amin dan meyakini sepenuh hati, bahwa Haji Karim baik-baik saja. Bagaimanapun saktinya sang Abah, H. Karim belum tentu mampu menghadapi delapan orang yang saat ini sudah berada di depan pintu rumahnya. Semuanya bersenjata; semuanya datang untuk nyawa H. Karim.

Pintu rumah Fatah digedor dengan keras. Orang-orang itu terkejut karena pintunya terbuka dengan sangat mudah. Sepertinya, Aluf benar-benar memiliki bakat merusak properti orang.

Salah satu dari komplotan bersenjata itu masuk ke rumah H. Karim dengan mengendap-endap, karena saat itu seluruh lampu sengaja dimatikan.

"Karim! Keluar kau bajingan!" Hardiknya yang saat ini sudah berada di dalam rumah. Sementara itu, rekannya yang lain sedang menunggu di luar.

Tiba-tiba, tubuh seseorang mental dari dalam dan mendarat di teras luar, seolah-olah rumah itu menolak keras kehadirannya. Samar-samar dari dalam ruang tamu yang gelap, seseorang sedang duduk santai menunggu tamunya datang. Preman-preman itu mulai menelan ludah. Sebagian berpikir bahwa mereka salah memilih rumah. Melalui pintu yang sekarang sudah terbuka lebar, Mereka bisa melihat bayangan sang tuan rumah yang sedang murka. Mereka membantu temannya yang baru saja dihempas keluar itu untuk kembali bangkit. Lalu, berbekal jumlah yang jauh lebih banyak,mereka mengangkat senjata seolah siap menyeret pemilik rumah itu ke halaman.

Di dalam, H. Karim masih duduk santai tanpa rasa takut sedikitpun. Dengan lantang ia berkata.

SILAHKAN MASUK!

Kemudian, gerombolan preman itu serempak memasuki rumah H. Karim. Angin malam bertiup pelan, menutup pintu rumah yang sedang jadi medan perang. Hanya masalah waktu, untuk mengetahui siapa yang akan keluar dari balik pintu.

Desa Lindung, Kecamatan Banyusirih, Kabupaten Patokan.

Arak-arakan di sepanjang jalan Lindung sudah sampai jauh ke selatan. Di sana, sebuah mobil pickup sudah menunggu rombongan bersenjata tajam itu. Mereka menaikkan tawanannya dengan sangat kasar. Bahkan di atas mobil pun mereka masih sempat melampiaskan kemarahan.

"Yang ini namanya Imam Mubarak. Dia pemilik bengkel di pinggir jalan. Orang ini sudah lama merantau ke luar pulau, lalu kembali lagi dua tahun lalu. Menurut laporan, orang ini bertanggung jawab atas meninggalnya tiga orang tetangga yang diketahui memiliki hubungan buruk dengan si Imam ini. Kami juga menemukan bukti alat-alat praktek santet, dan sebuah informasi tentang silsilah keluarganya. Ternyata, dia masih keluarga Tukang sihir yang dulu rumahnya terbakar itu."

"Barang-barang itu, saya—saya tidak pernah menyimpannya. Ini fitnah. Persetan dengan silsilah keluarga, saya hanya tukang tambal ban biasa."

"Masih bisa bicara, kau!"

"Sudah-sudah! Harusnya kalian habisi di tempat saja tadi." Kata sopir pickup yang mulai gelisah menunggu.

"Dia kabur. Kami menangkapnya di tengah sawah."

EKSEKUSI TAPAL KUDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang