RUMAH PAK SALEH
Aluf mendaratkan tubuhnya di teras. Membuat bunyi keras, lalu kemudian tengkurap. Barulah kedatangannya disadari oleh Pak Saleh dan Pak Busrowi.
"Astaghfirullah, Maulida."
Keduanya bergegas menghampiri. Baru pertama kali Pak Saleh melihat muridnya yang satu itu berdarah. Wajah Pak Saleh pucat pasi, membayangkan apa yang akan ia katakan pada Pak Kiai nanti.
"Luka di lengannya sangat dalam. Cukup ngobrolnya! Kalian harus segera dibawa ke rumah sakit." Saran Pak Busrowi, sedikit memaksa.
"Benar, kalau tidak cepat-cepat, Maulida dan orang ini tidak akan tertolong."
"Sampean juga, Ki Saleh! Astaga."
Pak Busrowi mengelus dada.
"Sampean bawa motor, kan?"
"Ya, tapi saya tidak tahu bagaimana caranya membawa kalian bertiga."
Tangan Aluf sampai ke bahu Pak saleh. Menggenggam otot kekar itu dengan tangan mungilnya yang lengket.
"Kak Tuan, maafkan saya. Saya tidak pulang membawa cukup bukti."
"Jangan dipikirkan lagi. Yang penting sampean masih hidup."
"Sudah saya bilang, kan. Tugas yang Sampean berikan pada gadis ini terlalu berbahaya. Cukuplah dia berjuang dengan doa. Mereka bilang, doa anak kecil itu cepat sekali dikabulkan."
"Diamlah orang hutan!"
Pak Busrowi tertusuk hatinya. Aluf memang sekarat, tapi mulutnya masih sehat, kata-katanya masih tajam, dan Pak Busrowi hanya bisa menelan ludah, menelan kekalahan.
"Kak Tuan. Memang ini cuma dugaan, tapi..."
Aluf memaksa untuk duduk. Memalukan baginya kalau harus tidur di pangkuan Pak Saleh.
"Saya merasa familiar dengan orang-orang itu. Gerak-gerik, bahasa tubuh, suara, semuanya, seperti sangat akrab bagi saya."
"Hanya firasat," Sela Pak Busrowi.
"Tidak. Siapapun bisa mengenali, dan mengingat suara orang terdekat. Keluarga, saudara, sahabat, bahkan kadang orang yang baru dikenalinya sekalipun." Sanggah Pak Saleh, penuh keyakinan akan intuisi Aluf.
"Tapi..." Jeda itu mengubah air muka Pak saleh jadi lebih tegang. "Untuk mengenali gerak-gerik, dan bahasa tubuh seseorang, itu soal lain."
"Maksud Sampean?"
"Untuk yang satu itu, butuh waktu lama sekali. Kecuali kita sering memperhatikan, setiap hari, setiap saat, dan sering melakukan kontak fisik dengan mereka."
Dada Pak Busrowi terangkat. Tangannya yang sedari tadi sibuk membalut perban, mendadak berhenti.
"Jangan bilang kalau mereka..."
"Ya, mungkin saja—Mungkin saja!" Pak Saleh mengulang dengan penekanan, "Aluf pernah, atau sering berlatih silat dengannya. Dengan mereka."
***
PENDOPO KIAI FATAH
Mbah Sopet penuh kontroversi. Untuk seorang Kakek yang sudah berkali-kali menikah, meremehkannya adalah hal yang biasa. Menjadikannya lelucon sangatlah mudah. Tak pelik orang-orang susah menyeriusi perkataannya. Kecuali para sahabat dekat. Mereka tahu, kapan Sang Gunawan sedang bercanda, dan kapan dia sedang serius.
KAMU SEDANG MEMBACA
EKSEKUSI TAPAL KUDA
TerrorBanyusirih mengalami tahun-tahun terburuk sepanjang sejarah. Hampir setiap hari ada mayat yang mereka kuburkan, dan jumlahnya tidak sedikit. Belum lagi, adanya gangguan ghaib berupa santet dan kunjungan tengah malam dari arwah korban yang gentayanga...