KEDIAMAN PAK SALEH
Bala bantuan datang terlambat. Pak Saleh sempat uring-uringan, tapi akhirnya dia telan jua. Dia yang cari masalah, dia juga yang menolak ditemani. Malah mengirim ketiga muridnya untuk tugas yang sebenarnya cuma pengalihan, agar tidak ada yang mengganggu rencana gilanya. Sekarang Pak Saleh menyesal. Aluf terluka parah, dan kalau bukan karena Ghazali dan Adam yang datang membawa dua becak, Pak Saleh dan Aluf harus pergi ke rumah sakit sendirian. Bahkan mungkin dengan cara merangkak.
Menolak untuk dipapah, Pak Saleh jalan sendiri ke becaknya lalu duduk di belakang, bersiap mengayuh pedal.
"Ayo, cepat! Nanti saya keburu mati," Kelakarnya sambil membunyikan bel pegas.
Becak itu membawa Aluf yang sedang tak banyak bicara. Tubuhnya yang mungil kelihatan pas sekali meringkuk di becak. Aluf sadar itu memalukan, jadi dia menutupi dirinya dengan kain hitam. Sementara itu, Pak Busrowi bertugas membersihkan sampah. Rumah Pak Saleh berantakan, dan sampah terbesar yang harus dibuang adalah seorang pria buruk rupa yang sedang tak sadarkan diri.
"Kalian bawa orang ini ke rumah sakit juga. Dia bukan Salehudin yang punya sembilan nyawa. Dan percaya sama saya, orang ini lebih berguna kalau kita bawa ke desa dalam keadaan hidup." Pak Busrowi berpesan.
"Baik, Kang." Ghazali Mengangguk patuh.
Sementara itu, Adam memperhatikan keberangkatan becak milik Masjo yang sedang dikendarai Pak Saleh, sambil membawa Aluf, sambil membunyikan bel dari halaman, sampai turun ke jalan setapak.
"Dam, sebaiknya kita cepat ikuti Kak Tuan. Jangan sampai dia kabur."
"Kabur?" Pak Busrowi terheran-heran.
"Iya, Kang. Soalnya, Kak Tuan takut jarum suntik."
Sekarang. Sebuah becak sedang membawa gadis yang sekarat, melewati pinggiran hutan di malam yang gelap. Hanya berbekal lampu petromaks. Dikendarai seorang tua dengan tubuh berlubang-lubang; bekas anak panah. Sepanjang jalan tak henti-henti membunyikan bel. Mengganggu kera-kera yang sedang bersantai. Pak Saleh benar-benar tahu bagaimana caranya membuat sebuah peristiwa menjadi menarik, aneh dan menyebalkan.
"Saya tahu Sampean tidak tidur. Tentang orang-orang itu... sebaiknya jangan terlalu dipikirkan dulu." Pak Saleh menasehati.
Aluf mendiamkannya. Kalau dia bicara sekarang, suaranya akan bergetar, dan gurunya akan tahu kalau dia sedang kesakitan. Aluf memang pendek, tapi gengsinya tinggi.
PENDOPO KIAI FATAH
"Kiai, sudah sejak lama warga mempertanyakan padepokan jenenengan yang selalu sepi. Banyak opini masyarakat yang beredar, dan salah satu yang paling tenar adalah--mohon maaf sebelumnya--ketidak siapan Jenengan dalam meneruskan pedepokan milik Almarhum Kiai Sepuh. Hal itu yang kemudian diyakini warga sebagai cikal bakal perpecahan dari para santri."
"Sopet! Jaga bicaramu!" Bentak Ki Jalu.
"Tidak apa-apa. Bahkan saya sadar akan hal itu. Tapi, Mbah Sopet. Bukankah Karmapala dan Rantai Hitam sudah berdamai. Bahkan banyak anggota Rantai Hitam yang malam ini ikut mengamankan pesantren. Jadi, saya rasa perpecahan dua kubu itu sudah bukan masalah lagi."
"Biar saya permudah masalah ini." Gusafar berdeham. "Jadi, si Sopet mau menuduh bahwa dalang dari penyerangan para tokoh di Banyusirih berbeda dengan yang terjadi di Kabupaten Gandrung? Dan dalam hal ini, Sopet mencurigai para santri dari padepokan silat Kiai Fatah."
"Tepatnya mantan santri." Koreksi Mbah Sopet. "Padepokan ini sudah goyah sejak Kiai Sepuh membentuk Karmapala. Kalian masih ingat, betapa dengkinya si Tolak terhadap kita. Hanya karena Kiai Sepuh lebih mempercayai sepuluh orang preman daripada santri-santrinya sendiri."
KAMU SEDANG MEMBACA
EKSEKUSI TAPAL KUDA
HorrorBanyusirih mengalami tahun-tahun terburuk sepanjang sejarah. Hampir setiap hari ada mayat yang mereka kuburkan, dan jumlahnya tidak sedikit. Belum lagi, adanya gangguan ghaib berupa santet dan kunjungan tengah malam dari arwah korban yang gentayanga...