19

42.6K 1.6K 9
                                    

Setengah jam kemudian Rachel sadar. Yang pertama kali Rachel lihat adalah ruangan dengan penuh warna putih. Rachel sudah terbiasa dengan ruangan seperti ini. Rachel merasa tangan kanannya berat. Rachel menoleh ke arah tangannya itu.

Marvin?

Rachel melihat Marvin yang sedang tertidur disana. Rachel tersenyum melihatnya. Tiba tiba Marvin terbangun dari tidurnya. Marvin mendapati Rachel yang sedang tersenyum ke arahnya.

"Cha, lo udah sadar?" Rachel mengangguk. Marvin membantu Rachel untuk duduk. Marvin mengambil gelas dan menyodorkannya ke Rachel dan Rachel meminumnya.

"Sejak kapan lo disini?" tanya Rachel.

"Setengah jam yang lalu."

"Yang bawa gue kesini siapa?"

"Elno." Rachel hanya manggut manggut.

"Vin." panggil Rachel.

"Iya apa? Lo butuh sesuatu? Bilang sama gue nanti gue ambilin."

"Enggak. Gue gak butuh sesuatu. Gue cuma mau nanya."

"Nanya apa?"

"Lo marah sama gue?" Marvin diam tak menjawab.

"Kenapa diem? Kalo diem artinya iya. Jadi lo beneran marah sama gue?"

"Gue gak bisa marah sama lo Cha."

"Kemarin lo liat gue kan waktu gue dimarahin sama Nadine di sekolah?" Marvin mengangguk.

"Gue liat lo. Dari raut wajah lo, gue liat lo marah sama gue." Rachel menundukkan kepalanya. Rachel menahan mati matian agar air matanya tak keluar. Namun apa daya, air matanya itu begitu nakal. Rachel menangis di depan Marvin.

"Jangan nangis. Gue gak marah sama lo kok." Marvin mengusap air mata Rachel.

"Lo percaya sama gue kan? Lo percaya kan kalo gue nggak ada hubungan apa apa sama Elno? Lo percaya kan Vin?" tanya Rachel sedikit menjerit. Air matanya keluar lebih deras.

"Iya Cha iya. Gue percaya sama lo." Marvin berdiri dari duduknya dan memeluk Rachel, berusaha menenangkan Rachel. Rachel merasa nyaman berada di pelukan Marvin.

"Lo yang tenang ya. Sekarang, lo jangan pikirin apa apa. Lo harus banyak banyak istirahat ya." Tangisan Rachel mereda.

***

Marvin dengan setia menemani Rachel di rumah sakit. Orang tua dan adiknya Rachel, Tasha, sudah datang sejak sore tadi. Mereka menitipkan Rachel ke Marvin karena mereka sibuk dengan pekerjaan mereka.

Ketiga sahabat Rachel dan ketiga sahabat Marvin pun sudah mengunjunginya. Nadine sudah tau yang sebenarnya. Namun mereka belum mau bercerita ke Rachel. Mereka menunggu Rachel sembuh untuk menceritakan kejadian yang sebenarnya.

"Saatnya makan!" Marvin membawa semangkuk bubur yang diberikan oleh rumah sakit untuk para pasien rawat inap.

"Gue nggak mau makan."

"Loh kenapa? Lo harus makan, biar sembuh."

"Gak mau! Gak enak! Hambar."

"Makanya lo harus makan ini. Biar lo cepet sembuh."

"Gue nggak mau makan Vin." Rachel menutup mulutnya dengan kedua tangannya.

"Gini aja deh, kalo lo mau makan ini, terus lo sembuh, nanti gue bakal ajak lo jalan jalan dan beliin makanan yang enak terserah yang lo mau, gimana?"

"Hmm oke deh gue mau. Tapi pelan pelan ya makannya."

"Siap tuan putri." Marvin menyuapi Rachel dengan penuh kasih sayang.

Sial rencana gue gagal total. Tunggu pembalasan gue selanjutnya

Perempuan itu sedang mengintip mereka berdua dari luar ruangan. Perempuan itu pergi meninggalkan rumah sakit dengan perasaan kesal.

-----------------------------------------------------------------

Mau dong cowok kayak Marvin:g Sisain satu kalo boleh:g Haha😂 Gimana ceritanya? Bikin baper nggak? Baper gak baper kalian nikmatin aja ceritanya ya hehe. Jangan lupa tinggalkan komentar kalian😚

Salam author,
Febiane Nurshabrina

25 Juli 2018

Marchel [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang