Matahari bersinar dengan sangat teriknya. Biasanya jam segini matahari masih memancarkan sinar dengan lebih bersahabat. Tapi kali ini panasnya sangat menyengat. Maklum saja karena bulan ini sudah hampir memasuki puncak musim kemarau. Itu pun kalau cuacanya menentu, kalau tidak sudah dipastikan kemarau akan lebih panjang.
Rania menggerutu sedari tadi. Tubuhnya sudah banjir oleh keringat. Ia berpikir bila upacara tidak selesai dalam 5 menit, sekolahnya akan banjir oleh keringat para siswa.
“Lama banget kepsek kasih amanat. Dari tadi ngomongnya itu lagi gak langsung ke intinya,” Gerutu Rania.
“Kaya gak tau kepsek kita aja. Setiap pidato pasti itu lagi yang dibahas.” Sarah menghentakkan kaki kanannya dengan gusar.
“Ah, basi banget. Mending kita kabur aja yuk mumpung baris paling belakang. Yang ngawas juga lagi gak ada di belakang nih.” Rania sudah tidak tahan untuk terus berdiri.
Sarah menyetujui ajakan tersebut. Lama-lama bisa pingsan juga kalau ia terus berdiri di bawah terik matahari yang bisa membakar kulit. Belum lagi kakinya sudah terasa sangat pegal. Tenggorokannya juga kering seperti gurun Gobi. Baru saja mereka berjalan beberapa langkah, tiba-tiba kerah belakang seragam mereka tertarik ke belakang.
“Eh apa-apaan nih lo narik ba ….” seketika itu pula ucapan Rania terputus tatkala melihat orang yang menarik kerah bajunya.
“Mau kemana kalian?” Bu Berta bersedekap dengan mata yang menatap tajam Sarah dan Rania.
“Mau ke toilet bu.” Sarah sedikit menundukkan kepalanya melirik Rania.
“Alasan! Saya tau kalian pasti mau kabur.”
“Nah itu ibu tau. Tadi ngapain tanya coba.” Sarah menginjak kaki Rania saat mendengar gumaman gadis itu.
“Aww ... ngapain lo injak kaki gue?” Rania meregangkan kaki kanannya yang terasa sedikit ngilu.
“Sudah. Sekarang kalian ikut saya.” Mau tak mau Rania dan Sarah mengikuti bu Berta. Bu Berta membawa Rania serta Sarah ke halaman belakang sekolah.
“Pegang ini.” Bu Berta menyerahkan dua sapu ijuk yang diambilnya dekat sebuah pohon.
“Untuk apa ini bu?” tanya Rania.
“Kalian saya hukum membersihkan pekarangan. Saya mau dedaunan yang berserakan kalian bersihkan hingga tak bersisa.” Rania dan Sarah membuka mulutnya lebar-lebar.
“Yaah masa gitu bu. Ganti yang lain aja ya.” Rania memelas dengan kedua tangan yang ditangkupkan.
“Boleh.” Sarah mengepalkan tangannya senang.
“Gantinya kalian bersihkan semua kelas yang ada di sekolah ini.” Seketika kepalan tangan Sarah terbuka dengan lemas.
“Mau?” bu Berta menaikkan sebelah alisnya yang tebal menggunakan pensil alis. Rania hampir menyemburkan tawanya melihat alis bu Berta yang menukik seperti tanjakan dan sehitam alis Sinchan. Katakanlah dia murid yang durhaka.
“E-eh gak jadi bu. Bersihin ini aja.” Sarah tersenyum dengan lesu. Rasanya ia ingin melempari wajah Rania dengan dedaunan kering. Bukannya membela dan meringankan hukuman, Rania justru diam saja dan terlihat sedang menahan tawa.
20 menit berlalu. Tinggal sedikit lagi pekarangan terbebas dari pasukan daun kering. Tetesan keringat nampak mengalir di wajah Rania dan Sarah. Keduanya beberapa kali menyeka keringat dengan kerah seragam.
“Kenapa kita gak suruh adek kelas buat kerjakan ini semua sih?” Sarah membanting sapu ijuk dengan gusar mendengarnya.
“Gak mungkin. Bu Berta gak akan lepasin kita gitu aja. Gue yakin dia udah suruh beberapa orang awasi kerjaan kita. Kaya si Danar tuh. Minggu kemarin disuruh bersihin kamar mandi cowok. Terus malah kabur, tapi gak lama langsung ditangkap. Hukumannya ditambah makin parah. Dia harus bersihin semua tempat di lantai dua.” Rania berkacak pinggang dan menghela napasnya dengan kasar. Matanya melihat sekitar dengan kesal. Kemungkinan untuk kabur atau menyuruh orang lain mengerjakan hukumannya sangat kecil. Fokus matanya kini beralih pada sebuah pohon beringin besar yang berada di tengah-tengah halaman.
“Sar, itu pohon beringin kira-kira udah berapa lama ya?”
“Mana gue tau. Gue lahir itu beringin udah ada duluan,” jawab Sarah dengan kesal.
“Gue kira beringin itu identik sama mistis, tapi kenapa rasanya adem banget ya. Tenang, buat gue mau tidur di situ.” Sarah menghentikan aktifitas menyapunya. Sedangkan Rania sendiri sebenarnya bukan hanya merasa damai. Ia merasa seperti ada seseorang yang sedang mengawasinya.
“Kalau mau tidur di sana yaudah lakukan. Kalau lo kesurupan gue tinggal kabur.” Sarah mendorong bahu Rania.
“Jahat lo ya. Mana ada sih setan yang mau masukin cewek secantik gue. Yang ada pada minder.” Rania mengibaskan rambutnya.
“Justru karena lo cantik bikin mbak kunti pada sirik terus jahatin lo.” Rania menarik bibir sarah dengan kencang.
“Rania ogeb! Sakit bibir seksi gue. Aduuh perih ini bibir neng Lisa.” Sarah mengusap bibirnya yang ditarik Rania.
“Hahaha kan bagus gue tarik. Biar mirip sama mommy Berta.” Rania merangkul bahu Sarah.
“Ogah gue mirip sama bu Berta. Badan kaya karung beras, alis mirip Sinchan, kuntet, hidup pula.” Sarah mengerucutkan bibirnya.
“Oh, hidup pula ya?”
“Suara lo ko … beda Ran?” tanya Sarah.
“Gue gak ngomong apa-apa. Jangan bilang …” Rania dan Sarah melirik ke belakang dengan perlahan.
Alamak ngeri kali. Bu Berta berdiri beberapa langkah di belakang mereka sambil bersedekap dengan mata yang melotot. Kepalanya mengangguk-angguk. Wanita itu melirik Rania dan Sarah bergantian.
“Eh i-ibu Berta di sini.”
“Udah puas ngomongin saya?”
“Eh itu bu. Kita gak lagi ngomongin ibu ko,” jawab Rania dengan senyum yang dibuat semanis mungkin.
“Jangan buat banyak alasan lagi! Pekarangan ini belum bersih sudah berani ngomongin saya. Mau saya tambah hukumannya?”
“Ibu salah dengar. Kita gak lagi ngomongin ibu. Benar deh suer.” Rania menaikkan kedua jari telunjuk dan tengahnya.
“Terus kalian ngomongin apa?” tanya bu Berta.
“Ngomongin tompel hidung ibu yang besar. Kabuur!” Rania menarik tangan Sarah dan berlari meninggalkan bu Berta yang meneriaki mereka dengan sumpah serapahnya. Hari itu juga mereka mendapatkan point minus oleh Badan Konseling karena sudah mencari perkara dengan ibu Berta.
***
Hi guys. Selamat datang di UATMY versi revisi. Jangan ragu untuk koreksi aku ya.
TBC!
KAMU SEDANG MEMBACA
Until A Thousand More Years
Historical FictionRania Pandita Clark. Ia adalah gadis yang duduk di bangku kelas 12 SMA elite ternama di Jakarta. Ia memiliki banyak hal menarik dihidupnya. Hidup bebas, sering keluar malam, ke pub, uang melimpah, rumah mewah, mobil mewah, semuanya serba mewah. Hany...