Xia Jie Pov
Cahaya terang menusuk mataku saat membuka mata dengan perlahan. Aku mengerjabkan mata beberapa kali agar terbiasa dengan cahaya terang ini. Aku yang berbaring sontak duduk dengan kebingungan.
"Dimana diriku?" gumamku.
Sejauh mata memandang aku berada di sebuah padang rumput luas yang sangat hijau. Angin berhembus sepoi-sepoi membuat rerumputan itu bergoyang. Aku terduduk di bawah sebuah pohon besar yang sangat rindang dan berbunga warna kuning.
Aku pejamkan mata. Aku hirup dalam-dalam udara lalu menghembuskannya dengan perlahan. Damai sekali di sini. Sangat tenang dan sejuk.
'Yang Mulia.'
Mataku terbuka seketika saat mendengar sebuah suara seorang wanita.
"Mayleen," gumamku.
Aku yakin itu suara Mayleen. Aku sangat mengenal suara itu. Suara seorang wanita yang sudah menjadi istriku selama hampir sebulan. Seorang gadis yang mampu menggetarkan hatiku saat pertama kali bertemu.
Tiba-tiba terlintas potongan peristiwa yang berputar di benakku. Aku mengingatnya! Mayleen-ku terluka dan aku sedang mencari obat untuk menyembuhkannya.
Aku bangkit berdiri dan mengedarkan pandangan ke segala arah. Kemana aku harus melangkah? Sejauh mata memandang hanya ada padang rumput. Dimana diriku sebenarnya?
Aku mengusap wajah dengan gusar. Tunggu! Bukankah seharusnya wajahku terluka? Aku usap perlahan wajah kiriku. Tak kurasakan sedikit pun luka cakaran harimau itu.
Dengan masih memegang wajah kiri, aku melirik pundak kanan. Tak juga ditemukan luka gigitan itu. Pakaian yang seharusnya terkoyak, justru terlihat baik-baik saja.
"Beruntunglah kau," suara seorang pria terdengar di telingaku.
"Kau terlihat baik Xia ... Jie?" Pandanganku teralihkan ke depan.
Dahiku mengernyit. Tak pernah aku lihat pria ini sebelumnya. Penampilannya sangat aneh. Pria itu memakai pakaian seperti jubah hanfu berwarna hitam namun sangat pendek. Di dalamnya terdapat baju berwarna putih. Dan yang menggantung di leher itu apa? Sebuah kain panjang berwarna hitam dia gantungkan di lehernya? Aneh.
Pria itu juga menggunakan celana berwarna hitam. Rambutnya pendek. Dan dia menggunakan benda aneh berwarna hitam mengkilap di pergelangan kirinya. Ah, dia juga menggunakan sepatu hitam mengkilap juga. Sepatunya sangat aneh. Tidak seperti sepatu yang biasanya aku atau orang lain pakai. Dan apa yang bertengger di hidungnya itu? Dua kaca hitam menutup matanya. Penampilan orang ini benar-benar aneh. Orang gila, kah?
"Sudah puas menilai penampilanku Yang Mulia?" tanya orang itu.
"Siapa kau?"
"Harusnya kau bertanya, 'apa kabarmu?' Seperti itu." Dia benar-benar orang gila.
"Siapa dirimu?!" tanyaku sekali lagi dengan penuh penekanan.
"Kau tidak perlu tahu siapa diriku. Yang perlu kau tahu, saat ini istrimu tengah sekarat."
"Aku tahu itu. Tahukah kau jalan ke air terjun gunung Landau?" tanyaku dengan cepat.
"Untuk apa? Kalaupun aku tahu, tak akan pernah aku beritahu dirimu." Emosiku tersulut mendengarnya.
"Cepat katakan! Aku tidak memiliki banyak waktu untuk meladeni dirimu."
"Ohoo tenanglah Xia Jie." Pria itu berjalan mendekatiku. Ia memutari tubuhku dengan memandangku dari bawah hingga atas. Ia berhenti tepat di depanku.
"Kau nikmati saja hidupmu saat ini. Lagi pula, tempat ini sangat bagus untukmu. Berhentilah. Duduk manis saja di bawah pohon ini," ujar pria itu sembari memasukkan kedua tangannya ke saku celana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Until A Thousand More Years
Ficción históricaRania Pandita Clark. Ia adalah gadis yang duduk di bangku kelas 12 SMA elite ternama di Jakarta. Ia memiliki banyak hal menarik dihidupnya. Hidup bebas, sering keluar malam, ke pub, uang melimpah, rumah mewah, mobil mewah, semuanya serba mewah. Hany...