Rania menikmati makanan yang disajikan. Bukan hanya makanannya saja, tetapi ia pun menikmati semua yang sedang terjadi saat ini.
Perlakuan Xia Jie membuat hatinya merasa lebih baik dari sebelumnya. Hari ini lelaki itu sangat berbeda. Sebelumnya, pria itu terkesan dingin.
"Ekhm ... Jie aku mau bertanya." Rania melirik Xia Jie.
"Tanyakan saja," ucap Xia Jie setelah meneguk minumannya.
"Aku udah tinggal di istana beberapa minggu tapi kenapa gak pernah liat Permaisuri?" Xia Jie menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi. Lihatlah, bahkan ia tidak memikirkan sedikit pun mengenai keadaan Permaisuri bila sedang bersama gadis ini.
"Permaisuri sedang melakukan perjalanan suci ke Kuil. Mungkin besok atau lusa ia baru kembali ke istana," jelas Xia Jie.
"Pantas aja aku gak pernah liat." Rania mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Jadi seperti apa Permaisurimu itu?" Rania menopang kepalanya di atas meja dengan tangan kanannya di dagu. Xia Jie melakukan hal yang sama pula.
"Cantik. Dia bentuk dari segala kecantikan yang ada di muka bumi ini. Perilakunya sangat lembut. suaranya seperti nyanyian penghantar tidur yang sangat menenangkan. Dia begitu dicintai oleh para rakyat karena kebaikan dan kebijaksanaannya. Sifatnya yang selalu lembut dan tak pernah memperlihatkan sisi emosionalnya menjadikan ia penguat terbaik untukku selama menjadi Kaisar," tutur Xia Jie dengan mata berbinar dan senyum lebarnya.
Xia Jie tak berbohong. Memang seperti itulah sosok Permaisurinya. Dia memang sempat melupakan sosok Permaisuri sejenak. Namun saat Rania bertanya, ia mulai terbayang kembali istri tercintanya itu dan hatinya seketika menghangat.
Sedangkan Rania? Jangan ditanya bagaimana hatinya saat ini. Ia merasa seperti ada ribuan jarum yang menghunus jantungnya. Sakit. Ia seperti terbakar api cemburu saat mendengar Xia Jie menjelaskan sosok wanita pujaannya. Cemburukah? Entahlah. Ia sendiri belum bisa memastikannya. Ia bahkan sangat kesal melihat binar penuh cinta serta senyum bahagia milik Xia Jie yang sudah dipastikan sedang membayangkan sosok wanitanya.
"Udah punya anak?" Rania menaikkan sebelah alisnya. Xia Jie menghela napas panjang.
"Kami belum dipercaya untuk memiliki anak," jawab Xia Jie dengan pelan.
"Kalian udah nikah berapa lama? Kalau masih baru ya wajar aja belum punya anak. Nikmati aja masa-masa indah kalian." Rania mencoba menjadi sosok yang bijak demi menghalau rasa jengkelnya.
"Kami menikah sudah lama. 715 hari telah terlewati. Tapi sepertinya sang dewi belum mempercayai kami." Xia Jie menghembuskan napasnya dengan berat. Punggungnya kini telah bersandar kembali.
'Aduh 715 hari itu berapa lama? Setahun itu kurang lebih sekitar 360 hari. Ini 715, berarti mungkin hampir 2 tahun. Masih lumayan baru. Bahkan ada yang 5 tahun lebih belum punya anak,' pikir Rania.
"Berarti hampir 2 tahun kalian nikah. Mmm ... sabar aja mungkin belum saatnya. By the way e-eh salah maksudnya ngomong-ngomong setau aku seorang Kaisar itu harus punya keturunan, kamu gak ada niat buat coba cari keturunan dari wanita lain?" tanya Rania dengan hati-hati. Raut wajah Xia Jie berubah seketika.
"Tidak. Aku tidak ingin memiliki keturunan selain dari Permaisuriku," lugas Xia Jie.
Jleb. Rasanya seperti jantungmu dihunus pedang kematian. Pedih, mati rasa, terluka namun tak berdarah. Pria di hadapannya termasuk budak cinta juga ternyata. Benar apa yang dikatakan Lin. Tapi kenapa ia harus merasa tidak suka mendengarnya? Ayolah. Rania tidak mungkin secepat itu membuka jalan masuk ke hatinya untuk pria yang sudah beristri itu. Hatinya sudah mati sejak penghianatan yang dilakukan oleh mantan iblisnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Until A Thousand More Years
Ficção HistóricaRania Pandita Clark. Ia adalah gadis yang duduk di bangku kelas 12 SMA elite ternama di Jakarta. Ia memiliki banyak hal menarik dihidupnya. Hidup bebas, sering keluar malam, ke pub, uang melimpah, rumah mewah, mobil mewah, semuanya serba mewah. Hany...