Rakyat sudah berkumpul saat rombongan kerajaan tiba di tanah lapang tempat diadakannya festival. Kaisar duduk bersama Permaisuri di kereta pertama. Sedangkan Mayleen dan Ibu Suri berada di kereta kedua. Sisanya hanya kereta berisikan selimut dan makanan yang akan dibagikan. Penjagaan pun diperketat demi menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
"Hidup Yang Mulia Kaisar!"
"Hidup!" Mayleen dapat melihat banyak rakyat yang bersimpuh di tanah sembari menyerukan kalimat keagungan dari balik tirai kereta.
Tak lama, rombongan kerajaan telah berhenti. Kaisar dan Permaisuri sudah turun dari kereta. Mayleen mempersilahkan Ibu Suri untuk turun terlebih dahulu. Sedangkan ia membantu merapikan hanfu yang digunakan Ibu Suri dari belakang agar tidak terinjak hingga membuat sang pengguna terjatuh. Setelah Ibu Suri turun, kini giliran Mayleen.
Lin sudah mengulurkan tangannya sebagai pegangan bagi Mayleen. Wanita itu langsung memegang lengan Lin dengan erat. Ia agak kesusahan karena tidak ada yang mengatur hanfu bagian belakangnya. Ditambah dengan penutup wajah transparannya. Tanpa disadari, ia telah menginjak hanfunya yang menyebabkan keseimbangan tubuhnya hilang. Pegangannya di tangan Lin mengendur. Tubuh Mayleen langsung terhempas ke depan. Kedua mata wanita itu langsung tertutup rapat.
'Kenapa gak ada yang sakit?' batin Mayleen.
Ia dengan perlahan membuka matanya. Tepat di depannya, terdapat wajah seorang pria dengan pandangan khawatirnya.
"Kau tidak apa-apa?" tanya Liu dengan suara pelan dan terdengar cemas.
"Aku baik-baik saja." Mayleen mengerjabkan matanya berkali-kali.
Liu langsung membantu Mayleen untuk berdiri dengan benar. Semua itu tidak luput dari penglihatan seorang pria yang kini menatap tajam interaksi dua manusia itu. Tangannya sudah terkepal. Ia sangat tidak rela istri mudanya disentuh oleh pria manapun. Ia pun mengutuk hanfu yang digunakan oleh Mayleen. Kalau saja bukan karena hanfu itu, mungkin kejadian Liu yang dengan sigap menyangga tubuh Mayleen tidak akan terjadi.
Acara dimulai dengan pidato sang Kaisar. Setelah Kaisar selesai menyampaikan beberapa kata, ia meresmikan pembukaan festival dengan memukul gong yang sudah disediakan.
Mayleen dan Ibu Suri berada di stand dekat dengan sebuah danau. Sedangkan Kaisar dan Permaisuri berada di stand yang berada tepat di bawah pohon besar dan rindang, sehingga udara terasa sangat sejuk dan nyaman.
"Terimakasih Yang Mulia Selir Agung. Hamba dengar semua ini berkat dirimu." Mayleen hanya tersenyum mendengar penuturan salah seorang warga.
"Kami semua sangat berterimakasih. Dirimu memang penjelmaan dewi."
"Kau sangat berlebihan. Ini semua bukan karena diriku. Melainkan anggota kerajaan yang lain. Kalau bukan karena mereka, terutama Kaisar, acara ini tidak akan pernah terlaksana," jelas Mayleen. Wanita itu kembali membagikan makanan dan sedikit berbincang dengan warga yang mengantre. Ibu Suri tersenyum melihat interaksi yang dilakukan Mayleen. Ia begitu bahagia mendapatkan menantu idamannya.
Lihatlah. Tanpa jijik atau risih, wanita dengan balutan hanfu putih itu mau bersentuhan dengan rakyat. Bahkan ia mencium seorang balita yang digendong oleh salah seorang warga. Ia sungguh terharu melihatnya. Sangat berbeda sekali dengan Permaisuri yang selalu memberikan batasan.
"Hiks ... hikss ... huaaaa." Mayleen mengusap kepala seorang gadis berusia 4 tahun yang menangis digendongan ibunya.
"Maafkan putriku Fei, Yang Mulia. Beberapa hari terakhir ini, ia selalu menangis."
"Benarkah?" Mayleen mengusap air mata yang terus berjatuhan itu.
"Gigi atasnya sudah ingin copot. Ia tidak mau makan apa pun selain minum susu." Hati Mayleen tersentuh mendengarnya. Itu pasti sangat sakit. Saat kecil, ia pun pernah mengalami sakit gigi. Tangisannya bahkan sangat histeris.
KAMU SEDANG MEMBACA
Until A Thousand More Years
HistoryczneRania Pandita Clark. Ia adalah gadis yang duduk di bangku kelas 12 SMA elite ternama di Jakarta. Ia memiliki banyak hal menarik dihidupnya. Hidup bebas, sering keluar malam, ke pub, uang melimpah, rumah mewah, mobil mewah, semuanya serba mewah. Hany...