Suasana mendadak menjadi canggung. Setelah obrolannya tadi dengan pria yang duduk di sebelahnya, ia menjadi tak tahu harus bersikap seperti apa. Pria itu pun melakukan hal yang sama. Hanya diam dan menatap pertunjukan di depannya. Ia tak sedikit pun mencoba melirik gadis di samping kanannya.
"Pertunjukan seni ini buat Permaisuri Xi. Tapi dimana dia? Masa yang punya acara gak ada." Akhirnya Mayleen berinisiatif untuk memulai percakapan terlebih dahulu.
"Memangnya kenapa?" tanya Liu tanpa menatap Mayleen.
"Aneh aja. Acara udah dimulai dari tadi tapi yang punya acara gak ada. Gak sopan itu namanya. Mending gak usah buat acara sekalian." jawab Mayleen sedikit kesal. Kembali ia mengingat adegan picisan beberapa waktu lalu. Bukannya iri, tapi rasanya geli saja jika melihat orang lain seperti itu. Padahal dia juga pernah bucin. Tapi entah kenapa rasanya berbeda jika melihat orang lain yang melakukannya.
"Kenapa kau jadi kesal sendiri, hm?" Liu menatap Mayleen dengan menaikkan sebelah alisnya.
"Saat ini Permaisuri sedang bersama Kaisar di kediamannya. Kau tahu bukan, dua orang lawan jenis berada di satu ruangan akan melakukan apa?" Liu menaik turunkan alisnya.
"Iih Liu aku serius." Mayleen tentu tahu maksud dari perkataan Liu.
"Aku juga serius Leen'er. Lagipula itu hal yang wajar dilakukan sepasang suami istri setelah beberapa hari tak bertemu. Kaisar pasti merindukannya," bisik Liu diakhir kalimatnya.
"Tapi itu bisa dilakukan malam hari. Napsu banget sih," sinis Mayleen.
"Namanya lelaki, itu hal yang wajar. Kau tahu? Kaisar hanya melakukan 'itu' dengan Permaisuri. Selir Tsu tak pernah disentuh sejak malam pengantin," ucap Liu sembari terus memelankan suaranya agar tak ada yang mendengar selain Mayleen.
"Jadi benar? Wah ini menarik banget. Terus gimana? Maksudku, setau aku di istana ini cuma ada Selir Tsu sedangkan yang lain ada di istana Selir yang gak jauh dari sini. Apa itu juga benar?" Mayleen bertanya dengan antusias dan suara yang dipelankan. Mereka seperti ibu-ibu yang sedang bergosip saat ini.
"Itu benar. Hanya orang-orang yang dianggap istimewa dan pantas akan diperbolehkan tinggal di istana utama ini," jawab Liu.
"Perdana Menteri? Yang aku liat di istana ini orang penting dari pemerintahan yang tinggal cuma Perdana Menteri sama kamu. Bahkan Penasihat Raja aja tinggal di luar istana."
"Sedari dulu pada saat kerajaan ini masih dipimpin oleh mendiang ayah Kaisar Xia Jie, ayahku memang sudah menjadi Perdana Menteri sekaligus orang kepercayaannya. Aku pun sudah berteman dengan Kaisar Xia Jie sedari kecil. Tadinya keluargaku tinggal di luar istana, namun akhirnya ayah, ibu, dan aku diminta untuk tinggal di sini," jelas Liu.
"Reaksi dari pejabat yang lain gimana? Secarakan cuma keluarga kamu aja yang boleh tinggal di sini."
"Sudah pasti banyak yang tidak setuju. Namun mereka protes hanya di belakang, tidak mungkin berterus terang. Tak ada yang berani mempertanyakan keputusan mendiang Kaisar terdahulu."
"Mmm ... Liu maaf ya kayanya ini terlalu sensitif, tapi ...." Mayleen menatap Liu dengan ragu-ragu.
"Apa? Katakan saja," ujar Liu dengan meyakinkan.
"Sebenarnya aku mau nanya. I-ibu kamu meninggal kapan ... dan kenapa?" cicit Mayleen. Liu menatap Mayleen dengan pandangan menerawang.
"Ibuku meninggal saat aku masih berusia 12 tahun. Ia mati karena diracun oleh seseorang. Seorang Selir yang menyukai ayahku." Pandangan mata Liu terlihat sangat sendu. Mayleen merasa sangat bersalah telah menanyakan hal yang sangat sensitif.
KAMU SEDANG MEMBACA
Until A Thousand More Years
Fiction HistoriqueRania Pandita Clark. Ia adalah gadis yang duduk di bangku kelas 12 SMA elite ternama di Jakarta. Ia memiliki banyak hal menarik dihidupnya. Hidup bebas, sering keluar malam, ke pub, uang melimpah, rumah mewah, mobil mewah, semuanya serba mewah. Hany...