Bersama Sampai Akhir

5.2K 501 97
                                    

Ketika seorang wanita menjadi istri, maka ia telah memutuskan untuk hidup bersama lelaki yang akan menemaninya sampai akhir. Seorang lelaki yang telah ia yakini akan mencintainya melebihi apa pun. Memberikan kebahagiaan walau dengan hal yang sangat sederhana. Yang akan menggenggam tangannya dengan erat. Yang tak akan sanggup menyakitinya sedikit pun.

Berikrar terhadap-Nya dengan atas nama cinta. Berjanji akan selalu bersama sampai akhir. Melewati segala rintangan bersama. Akan saling mendukung dan menguatkan. Menjaga kesetiaan dan kejujuran di setiap hembusan napas. Semuanya atas nama cinta. Lalu, bagaimana bila semua itu harus berhenti di tengah jalan? Bagaimana bila salah satunya tidak bisa menepati janji untuk bersama sampai akhir? Apakah cinta masih bisa menjadi alasan terkuat untuk tetap bersama walaupun hati telah hancur? Disaat rasa kecewa telah begitu dalam, apakah melepaskan bukan pilihan terbaik?

Bertahan atau tidak, kedua pilihan itu tidak akan mengubah banyak hal. Rasa kecewa dan sakit hati akan terus membayangi. Kalian tentu paham, bila bayangan tidak akan pernah hilang. Berdamai dengan rasa sakit pun bukan perkara mudah. Setiap wanita memiliki hati yang rapuh. Dimana jika hati itu tergores sedikit saja, maka goresan itu akan terus membekas. Bukan hal yang mudah terlihat baik-baik saja di saat hati sedang terluka.

Semua hal itulah yang kini sedang dirasakan oleh seorang wanita yang menatap sendu perapian di hadapannya. Saat ia merasa mampu menggenggam cinta dengan sangat erat, justru rasa kecewa mendalam didapat. Ia lupa bahwa menggenggam sesuatu dengan erat justru akan menyakitkan. Ia terlalu ambisius. Segalanya mampu ia dapatkan, sampai terlena dan terjebak dalam permainannya sendiri.

Cintakah atau hanya sebuah obsesi semata? Tidak. Rasa yang ia miliki benar-benar sesuatu yang dinamakan cinta. Rasa berdebar, selalu ingin di dekatnya, melihat senyumnya, memastikan kebahagiaannya. Semua itu ia rasakan. Jikalau ia harus melepaskan Kaisar untuk wanita lain, maka akan ia lakukan selagi itu bisa membuat prianya bahagia. Namun tentu saja wanita itu harus baik. Ia tidak akan melepaskan Kaisar untuk wanita yang bertingkah buruk.

"Kalau wanita itu memang pilihanmu, maka akan aku tunjukkan sesuatu yang akan membuatmu berpikir kembali," gumam Mayleen.

"Aku tidak akan pernah rela kau bersama wanita pengkhianat sepertinya. Aku tidak akan tenang melepasmu. Sesakit dan sekecewa apa pun diriku padamu. Aku tidak akan pernah bisa mengabaikan dirimu." Mayleen menghembuskan napasnya dengan kasar.

Wanita itu mengusap wajahnya yang tak menggunakan riasan apa pun dengan gusar. Semalam ia sama sekali tidak bisa tidur. Perasaannya gelisah. Dapat ia rasakan tubuhnya semakin melemah. Sering kali ia merasa degub jantungnya tidak normal. Untuk bangkit dari pembaringan pun sampai harus dibantu oleh pelayan setianya. Duduk dekat perapian ini juga harus bersandar.

Hari ini ia memutuskan untuk menggunakan hanfu putih polos dengan wajah tanpa riasan dan hiasan kepala seperti biasanya. Wajah pucat pasinya terlihat dengan jelas. Yang membuatnya heran, di saat kondisi seperti ini justru ia mampu makan dengan lahap. Wanita hamil memang mengalami peningkatan napsu makan. Namun baru kali ini ia benar-benar makan sangat lahap bahkan sampai tambah porsi lagi.

Mayleen mengusap perutnya dan tersenyum hangat. Anaknya akan bertubuh gembil saat dilahirkan nanti. Seketika senyum itu luntur. Ia lupa bahwa hal itu tidak akan terjadi. Bahkan ia tidak akan sempat melihat rupa dari anaknya.

'Jika kau adalah seorang lelaki, pasti akan tampan seperti ayahmu. Kalau perempuan tentu akan cantik seperti bunda.' Mayleen tersenyum sendu.

Wanita itu menghentikan usapannya. Ia mendekap perutnya seakan-akan sedang mendekap anaknya. Perasaannya semakin tak menentu. Entah mengapa ia merasa bahwa waktu yang dikatakan oleh Kaito sudah amat dekat.

"Maaf mengganggu Permaisuri, kali ini hamba mohon. Tolong izinkan hamba memanggil tabib Han." Mayleen mengalihkan pandangannya kepada wanita paruh baya yang menundukkan kepalanya dengan sopan.

Until A Thousand More YearsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang