Kereta yang ditumpangi Xia Jie sampai di istana dengan cepat. Dengan sangat hati-hati, Kaisar turun dari kereta dengan Mayleen dalam gendongannya.
"Cepat panggilkan tabib ke kamarku!" teriak Xia Jie.
Dengan langkah cepat, Xia Jie membawa Mayleen ke kamarnya. Setibanya di sana, ia baringkan tubuh wanita itu dengan hati-hati di ranjangnya. Digenggamnya tangan kanan Mayleen. Tangan wanita itu terasa sangat dingin. Bibirnya sudah sangat pucat, bahkan mulai membiru. Xia Jie seperti kesulitan bernapas. Ia begitu sangat mencemaskan kondisi Mayleen. Jantungnya seperti diremas melihat kondisi wanita itu.
"Dimana tabib Han?!" tanya Xia Jie dengan keras.
"Ha-hamba tidak tahu Yang Mulia," jawab salah seorang dayang yang terdiam tak tahu harus berbuat apa. Ia takut bertindak sebelum tabib Han datang.
"Cepat cari atau nyawamu akan aku cabut sekarang!" bentak Xia Jie.
Pintu kamar Kaisar terbuka dengan cepat. Tabib Han datang tergopoh-gopoh dengan beberapa asisten pribadinya.
"Hormat hamba, Yang Mulia," salam tabib Han.
"Cepat kau obati Selir Agung!"
Tabib Han segera menghampiri tubuh lemah Mayleen. Kaisar mundur beberapa langkah, memberikan ruang bagi tabib Han untuk mengobati.
Dua perempuan asisten tabib Han, mulai membuka jubah hanfu Mayleen dengan hati-hati. Setelah itu, tabib Han mulai mencabut panah yang tertancap dengan perlahan. Xia Jie sedikit meringis melihat darah yang langsung mengalir deras.
"Maaf Yang Mulia, tolong keluar terlebih dahulu," pinta tabib Han dengan hormat.
"Kau kerjakan saja tugas mu! Aku akan tetap di sini," tegas Xia Jie.
"Hamba mohon Yang Mulia. Ini demi keselamatan Selir Agung," jelas tabib Han dengan menyatukan kedua telapak tangannya.
"Selamatkan dia atau nyawamu taruhannya." Setelah mengucapkan itu, Kaisar keluar dengan gusar.
Hati Xia Jie sangat tak tenang. Ia terngiang akan darah dan wajah pucat istri mudanya. Jantungnya berpacu dengan tidak normal. Sungguh. Ia sangat mencemaskan Mayleen.
Dari arah kiri, Ibu Suri dan yang lainnya datang dengan langkah cepat. Perdana Menteri Qiang bahkan turut hadir. Pria paruh baya yang baru pulang dari dinasnya itu pun begitu sangat cemas saat berita itu sampai ke telinganya.
"Bagaimana keadaannya?" tanya Ibu Suri dengan nada yang bergetar.
Kaisar hanya menunduk dan menggelengkan kepalanya. Liu mengepalkan tangannya. Pria itu bersumpah tidak akan mengampuni siapa pun yang telah melukai wanita yang selalu ia puja itu.
Dilain sisi, seorang wanita justru tersenyum sinis melihat keadaan saat ini. Ia mengusap cincin giok di jari manisnya.
'Tamat sudah riwayatmu wanita penggoda.'
Sudah berkisar tiga jam lamanya mereka menunggu kabar dari tabib. Namun yang ditunggu tak pernah keluar dari kamar itu. Ibu Suri sendiri menatap sendu putranya yang hanya berjalan bolak-balik. Ia jelas melihat pancaran cemas dari mata pria itu.
"Yang Mulia. Mari ke kediamanku saja," ajak Permaisuri.
"Tidak."
"Kita sudah menunggu sangat lama di sini. Wajahmu terlihat memucat." Permaisuri memegang lengan jubah hanfu Kaisar.
"Ayo kita pergi." Permaisuri menarik lengan Kaisar. Namun tubuh itu tetap diam. Permaisuri membalikkan tubuhnya. Kaisar menatap Permaisuri dengan pandangan yang sulit untuk diartikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Until A Thousand More Years
Ficção HistóricaRania Pandita Clark. Ia adalah gadis yang duduk di bangku kelas 12 SMA elite ternama di Jakarta. Ia memiliki banyak hal menarik dihidupnya. Hidup bebas, sering keluar malam, ke pub, uang melimpah, rumah mewah, mobil mewah, semuanya serba mewah. Hany...