Pengakuan Tak Terduga

15.2K 1.3K 47
                                    

Rania meneliti setiap sudut kamar barunya. Sudah 2 hari ia tinggal di istana dengan nyaman tanpa ada gangguan apapun. Selama itu pula ia hanya berdiam diri di kamar dan sesekali keluar paviliun bersama Liu untuk menghirup udara segar. Itu pun hanya di taman depan kediamannya. Rania lumayan bersyukur dengan fasilitas yang didapat. Ranjang yang lumayan nyaman untuk tidur walau tidak seempuk kasur di kamarnya. Makanan juga selalu tersaji tepat waktu. Rania sangat suka dengan ruangannya yang didominasi warna cokelat. Memberikan kesan hangat dan nyaman. Kamarnya juga bersebelahan dengan kamar Liu. Sedangkan kamar Perdana Menteri berada di bagian paling depan.

Tata letak ruang kerajaan ini sama dengan yang ada di dalam drama yang sering ia tonton. Setiap orang memiliki tempat tinggalnya sendiri, semacam paviliun. Ada kediaman utama yaitu kediaman Raja. Lalu ada kediaman Permaisuri, kediaman Selir, kediaman Perdana Menteri, kediaman para pelayan dapur dan prajurit juga ada. Dapur istana berada di bagian belakang. Sedangkan bagian depan digunakan untuk ruang aula atau pertemuan dan hukuman. Intinya istana ini sangat luas. Rania sepertinya akan berpikir ribuan kali untuk pergi sendiri jika ia tidak ingin tersesat nantinya.

Rania duduk di atas bantal ruang tengah menunggu kedatangan Liu. Pria manis tersebut akan mengajarkan Rania membaca huruf lokal. Sudah 2 hari pula Liu mengajarkan Rania mengenai tata krama kerajaan beserta peraturan dan seluk beluk kisah kerajaan. Tak lama, Liu datang dengan beberapa kertas, kuas kecil dan tinta di tangannya. Ia letakkan semua itu di atas meja.

"Baiklah, Rania. Sudah siap untuk hari ini?" tanya Liu dengan senyum yang terukir ke arah Rania.

"Siap dong." Rania mengacungkan dua jempolnya sambil tersenyum.

"Pertama kita akan belajar menulis." Liu mengambil selembar kertas kosong beserta kuas kecil yang tadi ia bawa.

"Sekarang perhatikan apa yang akan aku tulis." Liu lalu mencelupkan kuas ke dalam tinta hitam. Ditekannya kuas itu ke samping wadah kecil tinta agar tidak terlalu banyak cairan yang terserap. Lalu digoreskannya kuas tersebut ke sebuah kertas. Tulisan tersebut mirip dengan huruf kanji namun lebih rumit.

"Ini adalah huruf-"

"Ra." Potong Rania.

"Kau bisa membacanya?" tanya Liu dengan suara terkejutnya.

"Eeuuu ...." Rania menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Coba bacalah ini." Rania menatap kertas yang diperlihatkan oleh Liu dengan seksama.

"Ra ... ni ... nia. Rania." Rania membaca huruf yang tertulis dengan perlahan.

"Benar." Rania terkejut dengan jawaban Liu. Jadi dia benar-benar bisa membaca tulisan China.

"Liu, lo gak lagi tipu gue, kan?" Rania menyipitkan kedua matanya ke arah Liu.

"Aku tidak berbohong. Ini memang namamu."

"Amazing. Ternyata si Biksu Kong gak bohong." Liu mengernyitkan dahinya mendengar nama Biksu Kong.

"Dia mengatakan apa?" tanya Liu.

"Kemarin gue sempat tanya pas Biksu ke sini. Pertanyaannya, kenapa gue bisa ngomong sama kalian tanpa ada perbedaan bahasa selain bahasa asing kaya Inggris. Menurut si Biksu kemungkinannya karena jalinan takdir yang tercipta. Disaat jalinan tali tipis itu saling mengikat maka semuanya terjadi tanpa halangan. Ruang dan waktu tidak akan ada batasan apapun. Jiwa gue akan menyesuaikan diri dengan tempat dan keadaan yang sudah ditakdirkan. Makanya komunikasi kita gak akan mengalami perbedaan yang signifikan. Bahkan kata dia gue juga bisa baca huruf kaya gini. Seingat gue sih gitu. Dia ngomong udah kaya lagi baca puisi. Kalimatnya banyak yang buat gue pusing tujuh keliling. Jadi banyak yang gak gue paham." Rania menaikkan kedua bahunya.

Until A Thousand More YearsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang