Hallooo... Nana pagi ini update khusus untuk yang sudah vote, comment, dan follow akun Nana 🤗 terimakasih yang sudah follow yaaa...
Untuk next chapter bisa gak 600 followers? 🤔
***
Pagi kelabu dengan hal yang sama. Wajah sendu dan pandangan kosong. Tidak tahu harus melakukan apa. Tidak pula tahu harus tersenyum atau menangis. Udara yang mulai menusuk pertanda musim dingin akan datang. Salju akan turun tak lama lagi.Masih dengan tempat yang sama. Kamar dirinya dan Kaisar. Menatap keluar jendela sembari melihat awan kelabu beberapa hari terakhir ini. Hari ini, tepat hari ke-4 Kaisar pergi. Sudah bisa dipastikan, hari ini pria itu akan kembali. Entah akan seperti apa dirinya bersikap.
Masih dengan hati dan pikiran yang tak selaras. Terutama bayi yang dikandungnya. Hormonnya memaksa untuk memupuk rindu dan harus dilepas segera dengan memeluk erat sang pujaan yang sering menghilang. Haruskah ia menanggalkan egonya? Lalu apakah ia harus rela mengemis cinta demi bayi dalam kandungannya?
Kadang ia berpikir, apakah takdir telah menuliskan ini semua? Terlempar ke masa ini dan harus mengejar sang penguasa. Jika dimasa depan dirinya yang selalu diburu para lelaki, maka haruskah sekarang ia yang mengejar?
"Sudah berapa kali aku katakan untuk tidak membuka jendela itu?" Lamunan Mayleen terbuyarkan oleh sebuah suara.
"Aku hanya ingin menghirup udara pagi, Liu," lirih Mayleen.
"Udara sangat dingin. Kau bisa sakit. Ini tidak bagus untuk kesehatanmu." Liu menutup jendela, membuat Mayleen menatap lelaki itu dengan tajam.
"Udara pagi sangat bagus untuk kesehatan," ujar Mayleen dengan kesal.
"Di hari biasa memang bagus. Tapi kali ini tidak baik. Musim akan segera berganti. Salju akan segera turun."
"Kau menyebalkan." Mayleen mencebikkan bibirnya.
"Ini demi kebaikanmu Leen'er." Liu mengusap lembut puncak kepala Mayleen.
"Kapan salju akan turun?" tanya Mayleen.
"Kalau perhitunganku tidak meleset, salju pertama akan turun hari ini." Mayleen membulatkan matanya.
"Benarkah?" tanya Mayleen dengan antusias.
"Jika tidak meleset."
"Apa pernah meleset?" Mayleen mengernyitkan dahinya.
"Sejauh ini belum."
"Kalau begitu kali ini aku yakin perhitunganmu tepat." Liu tersenyum melihat antusias yang ditunjukkan oleh Mayleen. Terutama saat melihat senyum lebar wanita itu yang sudah jarang ditunjukkan akibat perlakuan yang diterima dari sang Kaisar. Liu berjanji akan membuat Mayleen selalu tersenyum. Ia akan berusaha semampunya untuk terus memastikan sang pujaan tetap bahagia.
"Kau mau kemana?" Liu menahan lengan Mayleen.
"Aku akan menunggu salju pertama turun," jawab Mayleen dengan antusias.
"Tidak. Kau diam saja di sini," tegas Liu.
"Mana bisa seperti itu? Kalau aku diam di sini, aku tidak akan bisa melihat salju," ujar Mayleen dengan kesal.
"Di luar sangat dingin. Kau bisa membeku."
"Aku tidak akan membeku seperti es," ujar Mayleen dengan sengit.
"Bukan dirimu, tapi bayimu. Lihatlah perut buncitmu. Jika terjadi sesuatu bagaimana? Apa kau tidak memikirkannya? Di luar akan sangat dingin. Jika salju turun, pijakan akan licin. Jika kau terpeleset bagaimana? Kali ini jangan keras kepala." Pandangan Mayleen meredup. Wanita itu menundukkan kepalanya. Bagaimana ia tidak berpikir sampai ke sana? Ibu yang sungguh buruk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Until A Thousand More Years
HistoryczneRania Pandita Clark. Ia adalah gadis yang duduk di bangku kelas 12 SMA elite ternama di Jakarta. Ia memiliki banyak hal menarik dihidupnya. Hidup bebas, sering keluar malam, ke pub, uang melimpah, rumah mewah, mobil mewah, semuanya serba mewah. Hany...