#2. (No)

7.8K 457 13
                                    

Sekarang, setelah 7 jam berlalu....

"Evan PoV"

Aku tetap kesal terhadapnya. Kalau memang tidak mau, seharusnya tolak saja. Untuk apa bertele-tele menunda semuanya. Benar-benar pengecut.

"Bagaimana Ev....apakah Eric menyetujuinya? " Mama bertanya dengan lembut disertai tatapan teduh. Berjalan mendekatiku yang sedang bersandar di sofa.

"...entah, dia berkata ingin menunda kembali pertunangannya." jawabku

"hhhh...Evan....mungkin dia belum siap untuk hidup bersamamu...mungkin dia butuh waktu." mama hanya menenangkanku,menghijaukan kembali otak dan hatiku yang sudah terlanjur memerah.

"Tapi maa... Ini sudah ketigakalinya dia menunda...seharusnya katakan saja jika dia tak ingin bersamaku." kesalku pada mama, yang terus saja mengatakan Eric belum terbiasa dan dia butuh waktu.

"Ev... Kau tau? Cinta tak semudah yang kau pikirkan. Mungkin, dia tidak menolak dan hanya menundanya karena dia takut menyakiti perasaanmu." mama dengan tenang terus mencoba membuatku untuk meredam amarahku.

"Mungkin..... " Aku menjawabnya ragu. Menatap acak benda di depanku. Aku hanya tersenyum kecil yang terasa pahit dibibir.

Percakapan selesai. Mama pergi meninggalkanku yang masih tersenyum sendiri. Memikirkan kata-kata mama, aku beranjak. Pergi memasuki kamar tidurku.

Rasanya tetap pahit memang. Walaupun begitu,aku sedikit bahagia setelah mendengar nasehat mama. Sekarang aku sudah lebih tenang. Dan mungkin,yang mama katakan benar. Dia menunda bukan menolak karena menjaga perasaanku.

"Eric POV"

Sebenarnya aku enggan untuk bertemu dengan Evan. Hanya saja, perkataan daddy barusan menakutiku. Bukan masalah penekanan, atau nada suara daddy, hanya saja daddy benar - benar memberi restu atas hubungan yang sedang digadangkan Evan.

"lalu,,? Aku benar-benar harus bertemu dengannya?" tanyaku pada diriku sendiri terpikir kata-kata daddy di benakku.

Aku keluar kamar,menuruni tangga menuju ruang keluarga menemui mommy. Kulihat, mommy sedang serius menonton talkshow di televisi. Sedangkan mataku tak menemukan dad disana.

"mom... "ucapku pada mommy yang serius menonton televisi.

"Apa?! Kamu mau bilang ke mommy, kalo kamu nggak mau ketemu Evan nanti di cafe,,,?" mama menyelidik, menatap kecil lewat sudut matanya.

"i..ya... " aku menjawab awkward, mendengar mommy yang seakan membaca pikiranku.

"nggak.. Mommy nggak setuju sama kamu. However, kamu-" belum selesai mommy berceloteh, terdengar daddy menyahut ucapan mom.

"Kamu harus mau menemui Evan bagaimanapun juga. Terimalah dia demi daddy dan mommy. Terlebih lagi, perusahaan kita akan maju jika daddy memiliki menantu seperti Evan.. "ayah berkata sinis. Membuatku merasa terhunus beribu pisau didada. Aku tak menyangka, mom dan daddy akan setega ini memperlakukanku anak sematawayang mereka.

"....ya udah, kalau itu mau mom sama dad.. Aku akan menemuinya nanti sesuai yang dad tentukan... " parau dan bergetar suaraku saat mengatakannya. Yang kupikirkan saat itu adalah aku tak ingin mom & dad men-cap aku sebagai anak durhaka. But, aku juga tak mau merusak masa depanku dengan menikahi seorang pria.

Setelah mengiyakan pinta dad, otakku terasa panas. Hatiku mendidih. Aku benar-benar marah, kecewa dan takut. Aku merasa tertekan karena ini. Benar-benar mengesalkan. Ini semua karena lamaran bodoh seorang pria penyuka sesama itu.

"Mengapa ini terjadi padaku? "

:)

Hello.. Hello...hello..
Saya kembali.lagi disini meng Continue chapter sebelumnya..

Jangan lupa vote dengan mengklik ikon bintang di pojok kiri bawah yak!
*maafkan saya bila ada typo dkk..

Accepted [complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang