Ini sudah hampir satu bulan Eric tak melihat batang hidung pria gay rendahan tak waras itu. Siapa lagi kalau bukan Evan Smith. Putra sematawayang Tuan Steven Smith, pemilik perusahaan multibidang di Dunia. Sudahlah, Eric kini lega karena tak lagi harus berurusan dengan manusia itu. Kini hidupnya perlahan namun pasti kembali normal. Daddynya sudah bertingkah biasa, tak melakukan tekanan apapun tentang Lamaran itu. Mommynya juga bertingkah biasa, mengobrol, berceloteh dan bersikap sangat perhatian padanya.
"Eric." pria paruh baya yang tengah duduk disamping Eric bersuara.
"Iya dad?" respon Eric.
"Bisa ngobrol sebentar?" pria paruh baya itu yang tak lain adalah daddy Eric, berkata demikian.
"Ada apa dad? Kelihatannya agak serius." Eric mengggeser badannya mendekati daddynya itu. Wajah sang daddy terlihat agak serius, bisa dibilang begitu.
"Ini tentang.......Evan." kata daddy Eric membuat raut wajah Eric seketika tak peduli dan enggan untuk menanggapi.
"Evan. Ok, ada apa dengan Evan?" jengah Eric karena setiap daddynya mengatakan nama Evan, pasti beliau akan membahas lamaran bodoh yang harus dia terima itu.
"Apa kamu beneran mau nunda terus lamaran yang Evan kasih ke kamu?" tepat sesuai dugaan. Eric rasanya memang sudah tidak berminat dengan hal itu. Eric benar-benar ingin menganggap lamaran itu tidak pernah terjadi.
"Mom, apa mommy belum bilang ke daddy tentang lamaran bodoh itu?" teriak Eric mencoba menanyakan kepada mommy nya yang tengah menyiapkan teh di dapur.
"Mommy nggak berhak ngomong. Ngomong aja sendiri." Sikap acuh tak acuh dari mommy Eric benar benar menurun ke anak mereka. Eric tentunya.
"Dad." panggil Eric dengan wajah lumayan berseri. Dengan kadar keseriusan yang lumayan tinggi didalamnya.
"Iya?" respin daddy Eric.
"Selama hampir 20 tahun daddy ngajarin aku, ngasih aku pendidikan dan cara hidup sebagai Pria normal. Berketertarikan dengan Wanita. Bernafsu karena wanita. Berpacaran dan menjalin hubungan cinta dengan wanita. Tapi kenapa daddy tiba - tiba bikin aku melenceng jauh gini? Padahal awalnya daddy benci banget aku yang dulu pernah suka dancing dan cosplay karena kata daddy mirip cewek. Terus sekarang daddy malah bikin aku kaya perempuan yang dijodohin sama pria lajang kaya raya nan muda.? Kenapa?" panjang lebar Eric mengatakan pendapatnya tentang kenyataan bahwa dia dibesarkan sebagai pria straight dan tertarik pada wanita. Bukan dengan pria.
"Apa perlu daddy perjelas? Kamu emang nggak bisa baca suasana." masam. Seketika wajah daddy eric masam. Rasanya memang mungkin Eric harus dipaksa agar mau menuruti keinginan orang tuanya sendiri.
"Perusahaan daddy RiQ corporation, 57 persen sahamnya udah dibeli sama Evan. Dan itu juga alasan kenapa daddy bernaung sama Smith Corp. Dan buat ngebalikin saham itu, dan ngehindarin bangkrut, daddy harus ngelakuin ini. Bikin kamu nikah sama Evan, CEO utama Smith Corp." demi apapun Eric benar - benar tak menduga kalau perusahaan daddynya sudah dimiliki oleh Evan. Demi apapun ini benar - benar kelewat batas.
"Tapi dad?!" elak Eric tak ingin jika masa depannya. Yang seharusnya bisa merasakan nikmatnya hidup bersama wanita yang ia cintai, harus berakhir seperti ini.
"Tuh kan dad. Mommy udah bilang, nggak usah dipaksa. Eric bakal nolak mentah mentah bujukan kita." mommy Eric menjadi penengah dari ketegangan yang baru saja terjadi. Bagaimana tidak? Daddy dan mommy Eric bahkan sama keras kepalanya, dan Eric? Perpaduan dua insan keras kepala akan menghasilkan benih super keras kepala.
"Ya udah, minum teh nya." suguh mommy Eric.
"Iya mom, makasih." kata Eric.
"Matcha tea, favoritku." satu hirupan aroma, Eric sudah tau jenis tehnya. Ini memang teh kesukaannya.
"Enakkan?" tanya mommy Eric.
"Hm.." angguk Eric ceria.
"Slurp.." sruputan pertama luput. Eric benar - benar menikmati teh buatan mommynya itu.
Tak berselang lama. Cangkir putih yang tadi terisi oleh teh Matcha itu sudah kosong. Satu cangkir teh telah dihabiskan oleh Eric. Suasana keluarga yang dulu pernah Eric rasakan seakan kembali. Ini benar - benar suasana damai tanpa ada gangguan dari makhluk keparat bernama Evan. Ah, rasanya Eric ingin seperti ini untuk selamanya.
"Eh.." setelah hampir 15 menit, Eric merasakan kepalanya sedikit berdenyut. Sakit.
"Kok gelap." matanya terasa berat. Rasanya tak tahan untuk terus membuka kedua kelopak matanya.
Maaf Eric.
)&)&)&)&)
Kukuy... Kambek..
Akhirnya bisa update guys! Jan bosen buat pantengin nih cerita. Wishing-wishing!
Typo mohom maafkanlah..
Vote kukuy!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Accepted [complete]
Lãng mạnCinta yang belum dia terima, dan hatimu yang tak bisa berhenti untuk merasa seakan jadi luka yang setiap saat melebar. Bukan kau terlalu mengharapkan, hanya mungkin dia perlu waktu. Kedekatan kecil yang terbangung perlahan meluluhkan. Cinta yang tak...