Eric makin tak mengerti. Setelah berbagai hal terjadi. Keyakinan akan perasaannya pada Evan mulai tumbuh. Sesuatu seperti hilang dari salah satu ruang di hatinya. Dan sesuatu yang lain dipaksa masuk dan mengganjal di ruang itu.
Ia tak pernah berpikir sejauh ini. Berpikir untuk bertindak dan berakhir mengambil keputusan seperti ini. Meninggalkan jalan yang sudah ia tapaki selama seluruh hidupnya, dan berakhir memberi rasa pada sesamanya. Melupakan fakta soal ketidakjelasan hubungannya dengan wanita yang sempat jadi pengisi ruang itu di hatinya.
Hubungannya dengan Celine masih belum berakhir. Belum ada kata pisah terucap. Belum ada akad tentang pemutusan hubungan di antara mereka berdua. Eric enggan untuk memusingkan. Juga Celine yang seperti terlanjur benci dan semakin menjaga jarak dari Eric. Panggilan dari Eric tak pernah Celine jawab. Semua akun media sosialnya seperti sudah tak bisa terkoneksi. Eric seperti kehilangan jejak wanita itu. Seperti takdir membuat tembok agar keduanya tak saling melihat kembali. Eric masih butuh kejelasan. Pengakhiran yang jelas.
***
"Aku mana mungkin menemuinya."
Eric dibuat kesal oleh Edo. Ia bertemu dengan Edo untuk meminta saran. Tapi bukannya terselesaikan, Eric malah jadi disalahkan atas semuanya.
"Kenapa kau malah meninggalkan kekasihmu itu dan berpaling pada Evan?" Edo menopang dagunya. Badannya condong ke depan, dengan tatapan menyelidik pada lelaki di hadapannya itu.
"I don't know. Itu terjadi begitu saja. Kau pasti tahu bagaimana perasaan seperti itu tumbuh dengan sendirinya. Jangan bertanya seperti kau tak pernah jatuh cinta!"
"I never have that kind of feeling in my heart. I never have a romantic feeling towards anyone."
"Don't be kidding!"
Eric memicingkan matanya. Otaknya seperti mau meledak. Emosinya seperti meluap ingin dimuntahkan. Ia marah. Bingung. Tak tahu harus berbuat apa. Meminta saran pada lelaki seperti Edo tak membantunya sama sekali. Ia memilih orang yang salah untuk dimintai saran. Segelas moccalatte ia seruput dengan cepat. Lalu tegukan dan tegukan hingga satu cangkir kopi itu habis. Eric harus bergegas pulang. Ia harus merelaksasikan diri.
"Fine. Kau sama sekali tak membantuku." ucap Eric gusar. Dia mengambil mantel di sandaran kursi yang didudukinya. Mengenakannya, lalu menatap Edo menyelidik.
"Tanya pada Samara. Dia ratunya patah hati dan ratunya petuah baik."
"Samara?"
"Ya! Walaupun dia cantik, dia belum pernah mendapatkan cinta dari siapapun. Dan dia adalah tempat sampah profesional."
'Tempat sampah?'
Eric kembali duduk. Dia memejamkan mata, memijit pelipisnya berpikir. Sebenarnya Eric bukan tak suka. Hanya saja, mau ditaruh dimana harga dirinya jika ia datang pada Samara meminta wanita itu memberi saran mengenai cinta dan hubungan. Eric gengsi. Terlebih lagi, dia memang tak pernah sebaik itu bersikap pada wanita yang ia anggap rival itu. Tapi, ia ingin solusi. Solusi objektif yang bisa ia terima dengan leluasa.
"Aku harus pergi."
***
Eric sudah tiba di rumah sejak satu jam lalu. Dia tengah terduduk di tepi ranjang. Otaknya masih terus berpikir.
Benar kata Edo,
'Kenapa aku memilih Evan daripada Celine yang jelas kekasihku?'
Eric mengacak rambutnya kasar. Bertemu dengan Samara untuk meminta saran bukanlah hal yang baik baginya. Melihat wajah wanita itu saja membuat dia muak, apalagi harus berdua mengobrolkan hal serius dimana Eric yang meminta bantuan pada wanita itu. Eric tak butuh uluran tangan wanita rivalnya itu. Dia hanya perlu tenang, memikirkan bagaimana baiknya dia menjalani hubungan dengan Evan, dan mendapat kejelasan dari Celine.
Mungkin ia perlu bertemu mommy nya. Terkadang bisa jadi, mommy nya itu bijaksana mengenai urusan hati. Besar harapan Eric mommy nya memberikan saran baik padanya.
Jaket Eric kenakan. Taksi ia hentikan. Diberikan alamat kediaman Adam, lalu melesat Eric dalam mobil menujunya.
***
"Bukankah sudah jelas?"
"Datang padanya, lalu katakan kau ingin mengakhiri hubunganmu dengannya." Julia berkata saat nampan berisi makanan ringan dan dua kaleng minuman dingin di tangannya. Lalu ia mendudukkan diri di seat sebelah puteranya duduk. Matanya menatap lelaki muda yang tiba - tiba meminta saran soal cinta padanya."Mom! It's not easy. Kami sudah berpacaran hampir tiga tahun. Dan aku datang mengakhirinya dengan mengatakan aku sudah menemukan orang yang nyata kucintai?" kata Eric menggebu - gebu. Eric merasa mommy nya juga tak bisa memberi solusi untuk masalahnya ini.
"Jika memang kenyatannya seperti itu, katakan saja pada dia. Kau yang mengatakan kalau pacarmu itu berselingkuh. Kau juga sudah jelas lebih dulu berselingkuh dengan Evan."
"....."
"Hubungan yang sudah rusak tak perlu di perbaiki. Beri saja akhir yang memang jelas bisa diterima. Kalian sama - sama mengerti kenapa ini harus di akhiri. Goresan kecil bisa membuat lukamu makin terkoyak. Daripada luka itu makin koyak, bukankah lebih baik kalau kau hentikan hal - hal yang bisa menggores lukamu? Jadi luka itu bisa sembuh dan kau bisa jadi seperti biasa lagi. Apa susahnya?"
"...."
"Kau masih ragu, son. Kau masih belum menetapkan perasaanmu untuk siapa."
"...."
"Kalau kau terus meragu seperti ini dengan perasaanmu yang setengah - setengah, bisa jadi dua orang yang kau pikir kau pertahankan malah pergi karena merasa teracuhkan. Berakhir kau yang sendirian dengan teman penyesalan."
Eric termenung. Ia masih tak bisa merespon perkataan mommy nya ini. Seketika seperti semua ego dan pikiran naifnya terlepas begitu saja. Eric seperti seketika tersadar. Ia terlalu asik dengan pikiran subjektifnya. Lupa jika orang disekitarnya juga ingin kepastian. Bukan hanya dirinya.
"Lalu apa yang harus aku lakukan?"
"Jangan tanya pada Mommy! Seharusnya kau tanya pada dirimu. Kau lebih tahu apa yang lebih baik dilakukan."
***
To : Celine
Bisa kita bertemu besok? Lunch time, di cafe Aries. Sesuatu ingin kubicarakan denganmu.
09.25 pm***
'Semoga Tuhan tak memberiku hukuman karena aku sudah menumbuhkan perasaan yang menyalahi aturannya.' Batin Eric.
Malam itu ia terpejam, jatuh terlelap tanpa tahu bahwa lelaki yang dicintainya tak kembali ke sisinya. Semalaman ia sendiri tak berteman.
###g
Updated!
Stay tuned, keep supporting me with vote, and happy reading.See ya di next chapter!^^
Agak pendek'-'
KAMU SEDANG MEMBACA
Accepted [complete]
RomanceCinta yang belum dia terima, dan hatimu yang tak bisa berhenti untuk merasa seakan jadi luka yang setiap saat melebar. Bukan kau terlalu mengharapkan, hanya mungkin dia perlu waktu. Kedekatan kecil yang terbangung perlahan meluluhkan. Cinta yang tak...