Eric masih terduduk di kasur empuk ruangan itu. Di pegang kepalanya yang masih terasa berat dan pusing. Dan ya, satu pertanyaan masih melekat dipikirannya.
'Kenapa bisa dia ada disini? Padahal terakhir kali.. Dia ingat betul bahwa dia sedang meminum teh matcha dengan Daddy nya.'
Eric masih tak berkutik. Dia masih mencerna semua keadaan yang terjadi. Tiba-tiba ia disini, lalu kepalanya sakit. Dan yang pasti...
Bukankah ruangan ini terlalu asing bagi Eric?
Maksudnya ini bukan kamar Eric.
Lantas?Ini dimana?
Apakah seseorang meculiknya?
Atau mungkin Eric telah diculik dan dicabuli seseorang?
Atau mungkin..
"ceklek"
"Evan?"
"Kau sudah bangun?" sebuah usapan lembut mendarat di kepala Eric. Rasanya agak aneh? Tapi terasa sangat nyaman.
Nyaman?!
Mana mungkin Eric mau digoda seperti ini.. Sampai kapanpun Eric tetap akan menjadi seorang pria straight.
Bagaimanapun.
"Ada apa?"
"Apakah daddy yang mengirimku kesini? "
"Tidak."
"Jadi? Ini semua ulahmu? " tanyaku pada Evan.
"Anggap saja kau sedang kubuat terbiasa untuk bisa mencintaiku.. "
"Jangan bercanda... Apakah pukulan saat itu di cafe masih kurang membuatmu lebih menerima kenyataan?"
"Karena itulah kau disini."
"Karena kau yang memaksaku berbuat ini semua.. "
"Kau harus bisa jatuh cinta padaku.. "
"Mulai sekarang... "Evan lenyap dibalik pintu. Kata-kata katanya barusan menepuk mundur pikiran Eric tentang Evan yang menyerah untuk mendapatkan dirinya.
Tapi,
Semenjak kejadian di Cafe kala itu, Eric menjadi aneh dengan hatinya. Sangsi. Itu yang dia rasakan. Terasa sepi karena tak ada lagi orang yang mengganggu hidupnya. Benar saja. Semua pikirannya merujuk pada lelaki yang dulu pernah ingin meminangnya. Bukan pernah, tapi baru saja berkata ingin mendapatkannya.
##
Rasanya tenggorokan Eric gersang. Akhirnya, dia menyibak selimut lalu membangunkan dirinya lalu berjalan keluar ruangan. Dan ya, ia merasa asing. Sangat asing dengan rumah ini. Dengan hiasan pigura di tembok. Piagam, dan lemari berisi piala dan plakat. Juga lemari buku asimetris yang berada tepat di depan kamar. Ambigu.
"Ini dapurnya dimana ya?"
"Kesini mungkin..."
Kaki Eric melangkah mengikuti instingnya. Dia berjalan perlahan sambil sesekali menyangga kepalanya yang masih berat. Juga badannya yang sedikit sakit. Ia masih bingung dibuatnya. Tak berapa lama, setelah mencari dan mengitari lingkungan asing itu..akhirnya dia menemukan dapur. Tempat itu sudah bolak-balik ia lewati tadi. Eric tidak menyadarinya. Payah"Kulkas! Dimana kulkas?!"
"Hei tuan kulkas! Dimana kau?!"
"Oh tuhan! Dimana kulkasnya...?!"
"Kulkas.. Oh.. Kulkas!!"
Eric bermonolog. Monolog yang terdengar seperti orang tak waras. Menanyakan keberadaan sesuatu yang bahkan tak mungkin mrnjawabnya. Eric benar-benar heran. Rumah yang kini ia tempati bersama Evan kelewat mewah. Padahal bisa dibilang, Kediaman Adam's sudah sangat mewah. Dan rumah ini? Lebih mewah.Lebih!
"Tuan? Apa anda perlu sesuatu?"
Suara seorang wanita menginterupsi kegiatan Eric. Eric membalikkan badannya. Menoleh ke sumber suara. Di lihatnya wanita dengan short dress se lutut. Juga sebuah kemoceng dan kain lap di tangan dan bahunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Accepted [complete]
RomansaCinta yang belum dia terima, dan hatimu yang tak bisa berhenti untuk merasa seakan jadi luka yang setiap saat melebar. Bukan kau terlalu mengharapkan, hanya mungkin dia perlu waktu. Kedekatan kecil yang terbangung perlahan meluluhkan. Cinta yang tak...