#10. (Moving Out)

4K 270 2
                                    

"Jadi? "

Eric duduk berseberangan dengan Evan. Kalian perlu tau bahwa Evan baru saja pulang kerja dan belum sempat melepas dasi, ataupun mengganti pakaiannya. Dia masih berseragam sama rapinya dengan tadi pagi. Dan seharusnya dia disambut dengan senyum hangat dan secangkir kopi panas untuk sedikit melonggarkan pikirannya. Tapi pria yang ada di hadapan Evan sekarang malah meminta jawaban. Jawaban tentang, mengapa ia bisa disini, dan untuk apa mereka, Eric dan Evan harus tinggal bersama. Untuk apa?

"Apanya yang jadi?" Evan bertanya dengan wajah tak peduli.

"Sudah jelas, bukan? Jadi, kenapa aku disini satu rumah denganmu, dan yang jelas, kenapa aku harus tinggal bersamamu, HAH?!!" Eric dibuat kesal oleh hal itu seharian. Eric benar - benar tak habis pikir dengan daddy nya yang ingin sekali dirinya untuk menerima cinta Evan.

"Kenapa kau diam? Tidak bisa menjawab karena memang ini keegoisanmu? Hm? " Eric berkata sambil menunjuk nunjuk wajah Evan.

"hahaha.... "

"Kenapa tertawa??! Ada yang lucu?!!" Eric menggebrak meja, lalu sedikit mencondongkan badannya untuk meraih kerah Evan. Belum sempat tersentuh, tangan Evan sudah menepisnya duluan. Tangan Evan mencengkram tangan Eric kuat.

"Kamu pikir?! Aku yang muluk - muluk ingin tinggal denganmu?! Kamu pikir aku yang maksa untuk hidup bersamamu?! Kamu pikir aku nggak sakit hati di abaikan begitu aja sama kamu?! MANA MAU AKU TINGGAL SAMA ORANG YANG NGGAK TAU DIRI KAYAK KAMU!! Ini semua tuh, ide nya daddy kamu. Jadi kamu nggak perlu terlalu percaya diri kalau aku yang udah bawa kamu kesini. Paham?! "

Evan melepas cengkramannya kasar. Melempar sembarang tangan Eric dari cengkramannya. Eric hanya diam. Dia mematung seketika. Rasanya dia berhadapan dengan orang lain saat ini. Dia merasa sangat bodoh berpikiran soal Evan yang mempengaruhi daddy nya agar bisa tinggal bersama dengannya. Entah apa yang merasuk di tubuhnya. Eric merasakan sesuatu di hatinya. Dia merasa tersakiti untuk pertama kalinya oleh Evan. Benar - benar sakit untuk pertama kalinya.

##

Tok.. Tok.. Tok...!
"Er, aku sudah menyiapkan makan malam. Ayo makan bersama." Evan mengetuk pintu kamar Eric. Dia berdiri dengan apron yang masih melekat di tubuhnya.

"Eric? "

Tok.. Tok.. Tok...!!

"Apa kau sudah tidur?"

"Sudah. "
Entah apa yang Eric pikirkan. Dia menjawab tanya Evan dari luar pintu.

"Makan malam sudah siap."

"Kau tau ini jam berapa?" Eric masih didalam. Keduanya berbicara saling berhadapan, hanya saja terhalang oleh pintu yang tertutup.

"Ini jam 22.56, aku tau itu. " Evan kembali bersuara.

"Ini tengah malam, dan aku tidak ingin makan. Tidur saja, besok kau harus berangkat lebih awal karena ada meeting bukan? " Kata Eric untuk menghindari Evan.

"Tapi kau belum makan."

"Bukan belum, tapi tidak. Aku tidak makan, karena aku tidak lapar." Bela Eric.

"Kau harus makan. Tidak ada bantahan! " Evan berkata dengan nada tegas.

"SUDAH KUKATAKAN AKU TIDAK LAPAR! "

"Ok. Aku akan menyimpan bagianmu di kulkas. Jika kau lapar, panaskan saja dengan microwave. " Evan berbalik. Dia kembali ke kamarnya.

"Aku akan tidur di kantor malam ini. Dan mungkin besok juga. Kau bisa pesan makanan atau pergi keluar jika ingin. Aku akan meninggalkan kartu kredit dan ATM ku di nakas kamar. Akan ku kirimkan password lewat chat nanti. "

Terdengar suara kaki yang menjauh. Tak lama, Eric mendengar suara mobil. Dia tidak berminat untuk melihat siapa si pemilik mobil. Pasti saja itu Evan yang sedang memarkir mobilnya untuk pergi ke kantor malam ini. Lagipula ini akan lebih baik jika Eric tidak melihat wajah pria brengsek gay sialan itu. Entah apa yang merasuki dirinya. Eric mengutuk dirinya sendiri yang merasa tersakiti oleh kata - kata Evan petang tadi. Entah karena apa, kata - kata Evan terdengar menohok tepat menusuk ulu hatinya.

"Mungkin ini lebih baik. " gumam Eric.
"Mungkin aku harus telfon mommy. "

Tut.. Tut.. Tut..
"Hai sayang." terdengar suara mommy Eric diseberang sana.

"Halo mom. " Eric terdengar lesu.

"Ada apa? Apa sesuatu terjadi padamu? Tanya Julia di seberang.

"No. Tidak ada hal yang terjadi. Aku hanya rindu mommy. " Eric berbohong.

"Kau bisa pulang. Barusan Evan menelfon, katanya mood mu sedang kurang baik. Dan dia harus menyelesaikan projek besar dalam waktu dekat. Dia bilang lebih baik kau pulang untuk beberapa hari."

Eric terdiam. Dia benar - benar dibuat bingung oleh cara Evan bersikap. Dia sebenarnya peduli pada Eric? Atau hanya bersikap terlihat peduli terhadap Eric? Kenapa malah sekarang Eric dibuat bimbang oleh Evan. Seharusnya jika Evan memang peduli pada Eric,dia tidak perlu berkata - kata kasar padanya. Hanya saja, yang selama ini mempermasalahkan segalanya adalah....

"Aku? " tanya Eric dalam hati.

Entah kenapa saat ini Eric menjadi bimbang karena Evan. Dia merasa kalau dirinya sama sekali tidak pernah memperdulikan perasaan Evan. Dia merasa telah berbuat keji pada Evan.

"Pulanglah. Daddy juga pasti senang jika kamu pulang. Rumah benar - benar sepi tanpa mu." Mommy nya meyakinkan.

"Mungkin aku akan pulang besok." kata Eric.

"Baiklah. Sekarang tidur dan jangan lupa untuk meminta maaf pada Evan besok. Mommy yakin kamu melakukan sesuatu yang menyakiti perasaanya."

"uh-mm.. Ok mom. "

"Good night, son. "

"Good night, mom.. "

Percakapan berakhir. Eric kini terdiam dan bingung harus melakukan apa.

"Sebenarnya ada apa denganku?"
"Kenapa malah jadi begini.. "

***

Updated!
Walau banyak kurang sana sini..
Menurut kalian bakalan gimana nih si Eric?
Vote : support author.

Accepted [complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang