Chapter 08

3.5K 153 1
                                    

Bel pulang sekolah berbunyi, semua siswa keluar berhamburan seperti semut-semut. Vistia berdiri di dekat gerbang sekolahnya sambil celingak-celinguk ke kanan dan ke kiri. Hari ini ia pulang bersama Rey. Alhasil dia akan menolak apabila sahabatnya mengajaknya untuk ikut bersama.

Tiba-tiba mobil dari salah satu sahabat Vistia berhenti tepat di depannya.

"Vis, ayo bareng kita-kita aja" Ajak Bella dengan tangan ia senderkan di kaca jendela.

"Iya, yuk! Mumpung Bella bawa mobil,"

"Emm gue udah ada janji pulang bareng Rey, lo semua duluan aja gih. Oh ya, Candra kemana?" Sedari tadi Vistia tidak melihat keberadaan anak itu di dalam mobil Bella. Alhasil dia pun bertanya.

"Oh, itu, tadi dia masih ada kerjaan yang harus dia selesaiin katanya. Beneran nih, lo gak bareng kita?" Tawar Bella kembali memastikan jika Vistia akan berubah pikiran atau tetap pada keputusannya.

Vistia menggeleng kecil. "Engga deh, kalian duluan aja,"

"Yaudah, hati-hati ya, Vis. Bye!" Sambil melambaikan tangannya dan mobilnya melesat keluar dari sekolah. Tepat setelah mobil Bella pergi, motor sport Rey sudah berada di belakang mobil Bella.

"Buruan naik!" Titahnya sambil menunjuk jok belakang dengan dagunya.

"Gue duduknya gimana?" Tanya Vistia ragu-ragu.

"Duduk cowok aja, nih jaket gue buat nutupin paha lo," Rey memberikan jaket miliknya. Kemudian Vistia mengangguk dan menaiki motornya.

Selama di perjalanan tidak ada pembicaraan sedikit pun. Mereka hanya diam dan saling memandang lewat spion motor. Rey melirik sekilas lalu menatap ke jalan. Sedangkan Vistia masih setia menatap Rey dari spion.

Motor Rey berhenti di suatu tempat, yakni sebuah taman yang sangat indah.

"Turun!" Titah Rey. Lalu Vistia segera turun dari motor. Ia menatap di sekeliling

"Loh kita ngapain kesini? Lo gak lagi macem-macem kan, Rey?" ucap Vistia

"Otak lo tuh yang pikirannya udah negatif thinking." Vistia mengatupkan bibirnya rapat dan berjalan berIringan bersama Rey. Sampailah mereka menemukan bangku kosong dipinggir sungai.

Vistia mendudukkan bokongnya, kecuali Rey, ia masih berdiri karena ada sesuatu hal yang akan dia beri untuk Vistia--calon pacarnya.

"Tunggu sebentar!"

Vistia mendongak. "Mau kemana?"

"Bentar aja, gak sampai satu menit"

Ia mengangguk lalu tersenyum simpul, "Oke!"

Setelah beberapa detik, Rey datang menghampiri Vistia dengan membawa sebucket bunga Mawar Merah.

"Wah, bagus banget bunganya! Ini buat siapa? Pasti buat doi lo ya? Tanya Vistia menjawab perasaan Rey. Rey hanya menaikkan sebelah alisnya.

"Doi? Gue masih jomblo, sorry-sorry aja"

"Terus, itu bunga buat siapa dong?"

"Buat lo," Jawab Rey tanpa basa-basi.

Vistia mulai bingung dibuatnya. Ia mengerutkan kening. "Buat gue? Dalam rangka apa?"

Rey diam sejenak untuk mengambil nafas. Lalu Rey berjongkok sambil membawa sebucket bunga itu.

"Vis, gak tau kenapa, gue nyaman saat dekat dengan lo. Gue tau, awalnya gue kira gue gak bisa buka hati buat perempuan lain karena gue bosen, gue bosen gak ada satu pun perempuan yang bisa bikin gue nyaman. Tapi saat gue tau lo dan lo mulai masuk ke dalam hidup gue, semuanya berubah. Dan juga gue mau rubah dari status kita yang berpura-pura pacaran menjadi pacaran."

Sekali lagi, Rey mengambil nafas dulu agar dapat mengutarakan perasaannya hanya dalam satu tarkan nafas.

"Will you be my girlfriend, Vistia?"

Rey menyodorkan sebucket bunga Mawar Merah itu. Vistia tersenyum bahagia dan berusaha menahan air matanya. Ia mengangguk. Dan menerima seserahan bunga tersebut.

"Yes, i will. I miss you more, Rey"

"I miss you more more and more, Vistia"

Rey menarik Vistia ke dalam pelukannya. Ia mendelik di belakang rambut Vistia.

Kemudian mereka melepaskan pelukannya dan beralih menatap penjual es krim yang sedang lewat di depannya.

"Mau es krim?"

"Mau bangeeettt!" Ujar Vistia dengan sangat antusias. Ia memasang puppy eye nya.

"Tunggu sebentar,"

Rey berlari kecil menghampiri penjual es krim itu.

"Bang es krimnya 2 yah, rasa coklat dan vanila"

"Buat pacarnya ya dek?" Tanya penjual es krim itu sambil menggerut es krim.

"Tau aja bang, doain langgeng" Rey sedikit mengecilkan suaranya dan menatap Vistia yang sedang juga menatap dirinya sekilas.

"Siap dek, nih es krimnya"

Rey mengambil dua es krim itu dan menyerahkan beberapa lembar uang. Kemudian ia kembali ke tempat Vistia.

"Nih, pilih mau yang mana?"

"Emm vanila aja deh," Rey memberikan es krim vanila yang berada di tangan kanan nya.

"Makasih!"

Rey tersenyum.

Mereka menikmati es krim sambil memandangi pemandangan yang indah. Kmudian ide jahil Vistia muncul terlintas di pikirannya. Ia terkekeh pelan.

Kerjain dosa gak ya, hahaha

"Rey, rey!" Panggil Vistia

"Ada burung mau jatuh itu, kasian" Sambil menunjuk ke langit. Rey pun mengikuti arah yang dimaksud Vistia.

"Mana gak ad--" Saat berbalik Vistia sudah mencolek es krimnya ke pipi Rey. Alhasil membuat dirinya tersenyum.

"Hahaha!" Vistia tertawa, Rey hanya tersenyum.

"Oh, jadi mau colek-colekan nih,"

"Jahil banget sih, lengket nih pipi," Protesnya seperti meminta pertanggung jawaban.

"Biarin wleee!" Menjulurkan lidahnya keluar dan tersenyum.

Setelah mereka puas bersama, akhirnya Vistia memutuskan untuk kembali pulang

"Pulang yuk, mau maghrib juga, takut Mama sama Papa lo nyariin."

Rey masih enggan untuk berbicara dengan Vistia menggunakan aku-kamu. Dia mesti beradaptasi dulu dengan Vistia, sebagai pacar barunya.

"Iya," Jawab Vistia. Kemudian mereka berbalik. Rey menggandeng tangan sebelah kiri Vistia dan mereka berjalan bersama menuju motor .
Setelah sampai Rey maupun Vistia segera menaiki motor dan berjalan pulang ke rumah.

Vistia memeluk pinggang Rey dan ia hanya tersenyum melihat Vistia dari spion motornya. Setengah jam sudah perjalanan menuju rumah Vistia akhirnya mereka sampai.

"Makasih Rey, mau mampir dulu?"

"Engga usah, gue langsung balik aja. Salam buat Mama sama Papa lo ya."

Vistia mengangguk. Sebelum Rey pergi, ia mengacak rambut Vistia pelan.

"Hati-hati. Bye!"

Rey meletakkan tangannya di pelipis. Lalu melesat keluar dari halaman rumah Vistia. Kemudian Vistia masuk ke dalam rumahnya dan masuk ke kamar untuk membaringkan tubuhnya di atas kasur kingsize miliknya.

"Huft, capek juga!" Menghempaskan bokongnya di bibir kasur dan merenggangkan otot-ototnya. Memorinya kembali terputar. Ia tersenyum bahagia karena sekarang statusnya sudah pasti, yaitu sebagai pacar seorang badboy yang amat sangat keras kepala, menurut dia.

Zona Nyaman Seorang Badboy [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang