Vistia sudah sampai di rumahnya dengan penampilan yang sudah tidak bisa dibilang 'baik' lagi. Pakaian yang sudah basah kuyup, rambut yang basah dan acak-acakan, dan paling parahnya hatinya yang sudah retak berkeping-keping. Dia menaiki anak tangga berjalan ke kamarnya, saat sampai pada anak tangga terakhir bibi memanggilnya.
"Non? Ya Allah non kenapa bisa basah kuyup seperti ini. Nanti kalau non sakit gimana"
Vistia membalikkan badannya dan tersenyum simpul, "Gapapa kok bi, bibi gak usah khawatir sama aku. Aku pasti baik-baik aja kok" Elaknya, padahal kenyataannya malah berbanding terbalik.
"Yaudah kalau gitu non siap-siap mandi biar bibi rebuskan air hangatnya"
"Iya bi, makasih"
Kemudian bibi berjalan ke dapur untuk merebuskan air hangat untuk mandi Vistia, dia kembali berjalan ke kamarnya. Pintu dia buka perlahan kemudian dia tutup kembali. Dia berjalan mendekati kasurnya dengan tatapan kosong.
Setelah sampai di dekat kasur, dia terduduk lemas dengan kaki ditekuk. Punggungnya dia senderkan di tepi kasur itu. Dia kembali menangis tanpa isakan.
TING TONG TING
Bel rumahnya berbunyi, dengan segera dia menghapus air matanya kemudian tersenyum.
"Itu Rey, iya itu Rey dia datang kesini buat gue" Dengan sumringah senyum bahagia tercetak di bibirnya. Dia segera bangkit dan keluar dari kamar. Menuruni anak tangga untuk membuka pintu. Senyumnya masih belum hilang dari bibirnya.
Ceklek!
"Rey" Panggilnya. Namun seketika senyum itu hilang, yang nampak bukanlah seorang laki-laki tapi seorang perempuan. Perempuan itu adalah Dinda, dia menatap Vistia dengan tatapan membunuh, seperti dendam yang akan dia balaskan.
"Hai Vistia" Sapanya, tetapi sapaan itu tergantikan dengan senyuman miring"
"Dinda, ngapain lo kesini"
"Oh tenang, slow. Gue kesini cuma mau kasih tau sama lo"
Vistia mengangkat sebelah alisnya, "Kalo lo mau kasih tau yang gak ada faedahnya, lo bisa pergi sekarang juga dari rumah gue." Vistia memalingkan wajahnya dan tangannya bersedekap.
"Penting kok, penting banget bagi lo"
Vistia menghela nafas, "To the point lansung aja"
Sebelum Dinda berbicara dia berjalan ke kanan dan ke kiri. Kemudian berhenti. Vistia yang tidak tau informasi apa yang akan Dinda berikan untuknya hanya mendengus kesal sambil menurunkan tangannya.
"Lo, berani-berani nya bikin Rey sakit hati!" Dinda menggunakan jari telunjuknya untuk mengangkat dagu Vistia. Dengan cepat Vistia menepikan jari Dinda dengan kasar.
"Maksud lo apa, hah, ini urusan gue sama Rey dan lo gak ada sangkut pautnya sama sekali tentang hubungan gue!" Ucap Vistia tak kalah menantangnya.
Dinda mengepalkan tangannya, dan..
Plak
Tamparan dari tangannya berhasil mendarat mulus di pipi Vistia Hingga dia terhuyung ke samping sambil memegangi pipinya yang ditampar.
Dinda kembali menunjuk ke depan wajah Vistia dengan telunjuknya, "Lo tau gue udah dari lama cinta sama dia. Tapi sejak kehadiran lo di sekolah, langsung menarik perhatian Rey. Gue gak terima kalo Rey gak bisa gue miliki! Tapi apa sekarang, dia pilih lo yang gak ada tandingannya sama sekali sama gue. Tapi dengan mudahnya lo nyakitin hati dia! Gue gak terima atas ini, biar gimanapun juga sampai detik ini juga gue masih cinta sama dia! Tapi apa, lo ngehancurin dia gitu aja. Apa lo pernah mikir?! Pernah gak?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Zona Nyaman Seorang Badboy [END]
Teen FictionRey, seorang Most Wanted Boy yang sering dijadikan bahan pembicaraan oleh siswa siswi disekolahnya karena sikap yang menunjukkan seorang badboy. Akhir akhir ini dia sedang sibuk untuk mencari kekasih dan mencari tambatan hati yang nyaman. Dia berkel...