BAB 10

8.6K 574 5
                                    

Jika kalian bekerja di industri perhotelan dan berharap memiliki waktu libur yang terjadwal dua hari dalam satu Minggu, itu salah besar. Disini kalian harus bekerja saat libur hari-hari besar karena akan banyak sekali tamu yang menginap pada hari-hari itu.

Tidak terkecuali tim dari dapur. Mereka adalah salah satu bagian yang amat penting di hotel. Apalagi jika hotel itu memiliki restoran.

Allen dan timnya baru saja selesai berjuang pada sesi dinner malam ini yang cukup melelahkan seperti biasanya karena restoran di hotel ini selalu ramai.

"Ok  semuanya, kita selesai tepat waktu. Saya bangga dengan kita semua. Kita bisa melakukannya bersama-sama. Saya harap besok-besok akan tetap seperti ini ya." Ucapnya setelah mereka semua selesai dengan tugas terakhir masing-masing.

"Siap, chef!" Balas mereka semua yang membuat Allen tersenyum.
***

Setelah menyelesaikan seluruh pekerjaannya, Allen memutuskan untuk pulang karena hari sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Ia berjalan menuju ke parkiran, melihat banyak karyawan masih duduk bersantai di gazebo tempat biasa untuk para karyawan melepas penat.

Gazebo yang sedang dihuni oleh para lelaki itu tampak penuh dengan bisik-bisik. Mata mereka semua memandang ke satu titik. Allen mengikuti arah pandang mata-mata itu dan segera mengutuk mereka.

Titik pusat mereka ada pada satu wanita yang amat menggoda, tidak jauh dari mereka duduk. Ajeea. Ajeea yang tengah memunggungi mereka semua, masih lengkap dengan seragamnya.

Ia juga mengutuk rok yang Ajeea kenakan, yang membuat bokongnya begitu terbentuk, juga Stiletto yang membuat kaki jenjangnya begitu menggoda iman. Sial. Ia mengutuk semua yang Ajeea kenakan, yang membuat Ajeea begitu menggoda.

Ajeea sibuk berbicara dengan sekretarisnya, menurut pengetahuannya. Tapi mengapa ia berbicara dengan sekretarisnya di luar ruangan dan di jam seperti ini? Bukankah seharusnya Ajeea sudah pulang sejak pukul enam sore tadi?

Allen berjalan ke arah Ajeea dan melewati para karyawan jahanam itu yang masih memusatkan perhatian pada tubuh Ajeea. Sial. Sial. Sial. Batinnya. Ia merasa begitu terbakar api cemburu padahal selama ini, kekasihnya lah yang selalu cemburu karena dirinya dekat dengan banyak wanita dan sekarang? Ajeea bahkan tidak melakukan apapun dan ia sudah cemburu.

Sepertinya Ajeea masih belum menyadari kehadirannya karena ia masih saja sibuk bicara dengan sekretarisnya. Sementara sekretaris Ajeea yang melihatnya di balik tubuh Ajeea hendak mengatakan sesuatu namun Allen cepat-cepat meletakkan jari telunjuknya di bibir, mengisyaratkan agar orang itu diam.

Allen memutar kepalanya untuk melihat para karyawan itu. Mereka masih saja melihat Ajeea meskipun ia sudah menghalangi tubuh indah pacarnya itu.

"Belum pulang?" Tanya Allen sambil merengkuh pinggang Ajeea, membuat tubuh Ajeea mendadak menegang.

Ajeea memutar kepalanya dan ia dapat melihat kalau Allen lah pemilik tangan yang memeluknya itu.

"Eh—Allen?" Ucap Ajeea salah tingkah ia langsung memandangi Risa yang sudah menundukkan kepalanya sambil menahan tawa.

"Malu tau." Bisik Ajeea.

"Aku kan pacar kamu."

"Ini di depan banyak orang, Allen!"

"Aku lagi ngelindungin kamu dari mata orang-orang di belakang kamu." Jawab Allen sambil menggerutu. Tubuh kekar terawat Allen pasti benar-benar menutupi tubuh Ajeea.

"Len, lepasin. Ini ada sekretaris aku." Decak Ajeea dengan nada memerintah, membuat Allen mau tak mau mengikutinya.

Ajeea menatap Allen dengan tatapan tajam yang mengisyaratkan; 'diam—di—situ—kita—masih—ada—urusan!'

Ajeeallen's RoleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang