MENGAPA adalah kata yang sering bercokol dalam kepala Ajeea sekarang.
Mengapa Allen melakukan ini?
Mengapa Allen menyembunyikan kenyataan ini darinya?
Mengapa Allen begitu jahat?
Mengapa Allen begitu jahat?
Mengapa Allen begitu jahat?
Ajeea sedang duduk di meja kerjanya. Ia memilih untuk bekerja karena ia yakin jika di apartemen, ia akan benar-benar menjadi depresi.
Mengapa Allen seperti tidak memperjuangkan hubungan mereka? Lagi-lagi kata mengapa berkembang menjadi sebuah pertanyaan.
Ia menghembuskan napasnya kesal. Tidak di rumah, tidak di kantor. Ia selalu terpikirkan Allen. Lelaki terjahat yang pernah ia temui. Sesungguhnya perasaan sakit hati ini berdasar pada rasa tidak terima dalam diri Ajeea.
Ia tidak terima karena untuk yang pertama kalinya, pihaknya lah yang dicampakkan. Terlebih lagi karena Allen sepertinya tidak memikirkan kehidupan yang sedang bertumbuh bersamanya sekarang.
"Bu, maaf. Pak Allen selalu menelepon ruangan kita. Bapak marah-marah dan meminta saya menyambungkannya kepada ibu." Suara Risa yang berasal dari interkom membuyarkan lamunannya.
"Ok, sambungkan sekarang." Jawab Ajeea. Ia tidak bisa membiarkan Risa mendapat amukan dari Allen terus menerus.
"Ajeea. Astaga aku hampir gila karena—" Ajeea dapat mendengar nada lega bercampur bahagia yang terkandung dalam suara Allen.
"Aku cuma ada waktu beberapa detik dan disini cuma aku yang boleh bicara." Potong Ajeea tanpa ampun yang membuat Allen terdiam.
"Aku enggak mau ketemu kamu, jangan cari aku atau aku akan pergi, berhenti memarahi Risa like desperate and I hate you." Tutur Ajeea lalu mematikan sambungan telepon.
Lagi-lagi air mata sialan mengalir dari pelupuk matanya. Air mata yang menandakan jika ia berbohong pada dirinya sendiri.
***Tiga hari berikutnya Ajeea sama sekali kehilangan dirinya. Ia tidak lemah terkapar di rumah sakit seperti saat pertama ia tahu kehamilannya namun sekarang ia jauh lebih dari itu.
Ajeea memaksakan dirinya untuk bekerja meskipun Risa yang lebih banyak turun ke lapangan jika di perlukan namun satu hal yang membuatnya tidak sehat, ia sama sekali tidak ingin makan.
"Bu, ayo makan dulu baru kita ke kantor." Bujuk Risa untuk yang kesekian kalinya.
Ajeea menggelengkan kepalanya. Jika dilihat secara fisik, Ajeea sama sekali tidak terlihat sakit namun nyatanya Ajeea sangat lemah.
"Allen aja enggak peduli sama saya." Jawab Ajeea.
Setelah ucapannya di telepon kantor waktu itu, Allen sama sekali tidak mencoba meneleponnya atau berusaha mencari tahu tentang dirinya. Membuatnya yakin kalau ternyata, lelaki yang selama ini ia cintai sama sekali tidak berniat memperjuangkannya.
"Saya benci dia, Risa. Dia sama sekali enggak berusaha mencari saya." Bisik Ajeea lalu air matanya kembali mengalir.
***Jakarta.
Junar terlihat prihatin dengan kondisi bosnya. Allen sangat berubah dan kehilangan arah. Yang menjadi masalahnya adalah, ia sama sekali tidak tahu hal apa yang membuat Allen seperti itu.
Lalu suara pualam yang berbenturan dengan hak sepatu wanita memenuhi ruangan. Tidak beberapa lama, Ferri memasuki ruangan itu untuk menemui Allen.
"Apa pak Allen ada di dalam?" Tanya Ferri dengan sopan pada Junar.
"Ada, Bu. Pak Allen sedang ada di dalam." Jawab Junar.
Ferri menganggukkan kepalanya. "Saya masuk, ya."
Ferri melangkahkan kakinya ke ruangan Allen. Ia membuka pintu tanpa mengetuk.
"Pak Allen, can we talk for a moment?" Tanya Ferri. Yang sama sekali sudah melupakan sopan santunnya.
Melupakan siapa dirinya dan siapa Allen di hotel ini.
"Duduk." Jawab Allen sambil mengalihkan perhatiannya dari layar laptop.
Ferri duduk berhadapan dengan Allen dan tak ingin membuang waktu. "Maaf kalau saya lancang. Saya ingin bicara kepada bapak bukan sebagai anak buah kepada atasan tapi saya bicara sebagai sahabat Ajeea.
Setelah saya bicara seperti itu, now can I say you are very insulting. Saya sudah tahu cerita yang sebenarnya dari pak Reno namun ternyata itu membuat saya semakin membenci anda sebagai seorang laki-laki karena anda sama sekali tidak berniat memperjuangkan Ajeea."
Allen tidak bisa memarahi Ferri karena yang dilakukan wanita ini memang benar. Jika saja sahabatnya diperlakukan seperti ini, Allen juga akan melakukan hal yang sama tapi masalahnya, tidak satupun orang mengerti apa yang ia rasakan.
"Saya tidak bisa gegabah, Ferri. Saya tidak ingin kehilangan bayi saya juga cinta saya. Ada banyak sekali kemungkinan buruk dari setiap langkah yang saya ambil." Jawab Allen.
Ferri menatap Allen dan menyipitkan matanya, menandakan wanita itu benar-benar memandang rendah dirinya. Ia tidak peduli pada janggut Allen yang mulai tumbuh, atau mata Allen yang terlihat lelah atau pakaiannya yang sangat kusut yang menandakan jika lelaki itu juga tersiksa.
"Lalu anda biarkan setiap detik berlalu? Anda tidak melakukan apapun, pak. Anda merugikan sahabat saya. Sekarang dia sudah tahu semuanya dan saya khawatir kalau dia hanya tahu bagian yang ingin dia tahu tanpa mencari tahu keseluruhannya."
Sesaat Allen terlihat terkejut dengan apa yang di ucapkan Ferri.
"Anda baru tahu kan, pak? Anda memang laki-laki yang tidak pernah memiliki kemampuan untuk mempertahankan sahabat saya. Dengan mudahnya anda menerima perkataan Ajeea yang ingin anda menjauhinya.
Padahal sebenarnya dia ingin di cari."
"Saya tidak bisa menolak setiap perkataannya. Saya akan melakukan apapun yang dia inginkan jika itu dia rasa baik." Jawab Allen dengan nada pasrah.
Ferri menghela napasnya dan berdiri. Sudah cukup ia memaki bosnya yang ternyata sangat bodoh ini. Tidak ada gunanya.
"Pak, cinta memang terkadang melemahkan seseorang. Tapi apa bapak akan terus seperti ini jika tahu kalau cinta bapak ternyata jauh lebih lemah dari itu?"
*Bersambung*
Sedingin out of love to all of you,
INILAAMM PUNJABI💞♥️♥️
KAMU SEDANG MEMBACA
Ajeeallen's Role
RomanceAjeea Milly Darmandira tidak pernah memiliki pemahaman tentang konsep pernikahan. Namun bukan berarti ia tidak pernah menjalin hubungan dengan lelaki. Ia hanya tidak mengerti bagaimana bisa seseorang memutuskan untuk menikah dengan pasangan yang ia...