APARTEMEN yang Ajeea huni berdua dengan Risa kini menjadi lebih bernyawa karena kedatangan Fitri dan Ferri. Bagaimana cara mereka bisa mendapatkan izin dari si direktur HRD masih dipertanyakan oleh Ajeea.
Pasalnya, mereka memiliki posisi yang cukup berpengaruh di Four Seasons Jakarta. Ferri yang tentunya adalah personal assistan HRD, sedangkan Fitri adalah seorang guest service manager yang artinya mengepalai divisi guest service.
"Cerita dong, gimana bisa kalian kesini? Gue speechless banget tau gak waktu kalian nelepon dan bilang ada di Jimbaran." Ucap Ajeea sambil meletakkan mug yang berisi teh untuk dua sahabatnya itu.
"Hello, honey. Lo lupa ya kalau Ferri tuh pawangnya direktur HR kita?" Jawab Fitri dengan gayanya yang asal ceplos.
Ajeea tertawa sementara Ferri memberengut sambil meraih mug teh miliknya.
"Lo enggak sibuk, Jea?" Tanya Ferri mengalihkan pembicaraan yang pasti akan membahas dirinya.
"Sibuk, sih tapi sekarang yang handle itu kebanyakan Risa. Soalnya gue sekarang mudah capek." Jawab Ajeea sambil menghela napasnya dan menyandarkan tubuh ke sandaran sofa.
Dua sahabatnya itu diam, mereka tahu kalau topik pembicaraan mereka mendekati garis 'bahaya' yang akan mematik kesedihan Ajeea.
"Eh btw, tau gak? Pak Reno tuh kan orangnya susah banget ngasih izin. Eh pas Ferri ngadep, enggak sampai lima menit di iyain aja kepengenannya. Gila emang. Pake apa sih lo?" Ucap Fitri berusaha menjauhkan bahasan mereka yang pada akhirnya pasti akan menjurus ke Allen.
Kehadiran mereka disini adalah untuk membuat Ajeea tertawa, bukan menginterogasinya dengan pertanyaan yang bisa membuat Ajeea makin down.
Terkadang, seorang sahabat juga harus berpura-pura tidak peduli dengan masalah sahabatnya agar mereka merasa nyaman, kan? Karena tidak semua masalah bisa dibagi. Karena tidak selamanya sahabat memiliki peran untuk mendengarkan.
Terkadang seseorang butuh dibuat bahagia, bukan membuka luka dengan memaksanya bercerita.
Sahabat memang orang yang harusnya paling tahu keadaan sahabatnya, tapi sangat tidak manusiawi jika memaksa mereka menceritakan hal-hal yang menyedihkan, yang tidak ingin mereka ingat-ingat lagi, bukan?
Terkadang, seorang sahabat cukup berada di samping untuk menjadi teman tertawa.
Ajeea kembali tertawa. Ia tahu Fitri berusaha mengalihkan pembicaraan karena tidak ingin dirinya sedih, ia tahu kedatangan mereka kesini untuk membuatnya tersenyum.
Ia memang memerlukan orang yang apa adanya seperti Fitri dan yang memahami seperti Ferri. Yang tidak sedikitpun berpikir untuk menyentuh garis kesedihan yang sekarang tengah ia bendung dan ia amat berterimakasih untuk hal itu.
"Gue gak lakuin apa-apa, ya. Dia aja yang mungkin lagi konslet." Jawab Ferri sambil misuh-misuh.
Mata Ajeea dan Fitri langsung bertemu dan mereka memutar kedua bola mata masing-masing.
Ferri sangat menutupi hubungannya dengan Reno padahal seantero kantor tahu kalau mereka memiliki hubungan yang lebih intim.
"Ya kalau ada apa-apa juga gak masalah, kan Fer? Emang apa sih yang bikin lo berat buat terima dia? Dia itu worth it untuk lo gapai juga kalau menurut gue." Ucap Ajeea.
"Tuh dengerin tuh!" Kekeh Fitri.
Fitri langsung memajukan mulutnya sambil berucap "Gue udah pergi jauh dari Jakarta dan bahasannya masih itu-itu aja."
Ajeea dan Fitri langsung tertawa mendengar penuturan Ferri.
***Ajeea terbangun pada pukul sembilan pagi dan indera penciumannya langsung menangkap bau roti bakar.
Perlahan ia menurunkan kakinya menjejaki lantai dan menuju ke dapur.
"Fer? Pagi banget lo udah bangun." Sapa Ajeea sambil duduk di mini bar yang biasa ia gunakan untuk tempat makan.
Ferri menoleh dan tersenyum. "Yah gini sih kebiasaan gue kali, Jea. Gue cuma bikin roti bakar gak apa kan, ya? Abisnya gue lihat enggak ada apa-apa di kulkas lo. Eh lo gak kerja, kan? soalnya tadi Risa pamit ke resort terus bilang kalau lo gak ikut."
Ajeea langsung nyengir. Tahu betul kalau memang dirinya tidak pernah mengisi kulkas.
" Enggak kok. Hari ini not really important. Sekarang gue cuma ke resort kalau jam penting kayak dinner untuk bahas makanan sama chef Bierre tapi enggak tiap hari, sih. Lo tahu kan dia di shuffle ke sini? Oh iya, Fitri mana?"
Ferri menganggukkan kepalanya.
"Iya, gue tahu chef Bierre ditaro sini. Seru dong, enggak usah bangun image lagi. Kan Lo nyambung banget sama dia. Fitri lagi teleponan sama Rambang. Kayaknya dia lupa kasih tau kalau mau ke sini dan dia lagi nenangin Rambang yang kesepian." Jawab Ferri lalu berjalan ke mini bar yang Ajeea duduki.
"Kalau lo? Reno enggak kesepian?" Goda Ajeea.
Fitri kembali mendengus sambil meletakkan tiga piring yang berisi roti bakar sekaligus.
"Nih makan."
Sesaat Ajeea memandangi roti di piringnya. Sudah berapa lama ia tidak memiliki ketertarikan pada makanan?
"Ajeea lo harus makan. Inget kalau lo gak sendiri sekarang. Pikirin masa depan anak lo. Gimana kalau dia nanti terlahir cacat cuma karena keegoisan lo? Apa Lo bisa terima?
Gini, jangan sampe nanti lo nyesel. Gue paham, lo bisa benci dia tapi jangan korbanin anak lo yang bahkan belum punya tubuh yang utuh. Dia masih berkembang dan butuh banget nutrisi."
Ajeea terdiam. Kata-kata Ferri memang benar, selama ini ia tidak hanya menyiksa diri sendiri, ia juga menyiksa janinnya.
"Lo harus mulai mikir untuk anak lo, Jea. Wake up, dear. Kalau buka lo yang mikirin dia, siapa lagi?"
Benar.
Ferri benar. Siapa lagi yang akan memikirkan bayinya jika bukan dirinya sendiri? Anaknya hanya memiliki dirinya.
Tangan kanannya menyentuh perutnya dan seketika merasa bersalah.
"Fer, kayaknya keegoisan gue bikin gue jadi bodoh juga, ya?"
*Bersambung*
Hallooaaaaa.. semoga belum bosen sama cerita ini😂😂😂😂
Salam,
INILAAAAMMM 💞
KAMU SEDANG MEMBACA
Ajeeallen's Role
Любовные романыAjeea Milly Darmandira tidak pernah memiliki pemahaman tentang konsep pernikahan. Namun bukan berarti ia tidak pernah menjalin hubungan dengan lelaki. Ia hanya tidak mengerti bagaimana bisa seseorang memutuskan untuk menikah dengan pasangan yang ia...