SEMUA hal terjadi begitu cepat sampai-sampai hampir tak disadari oleh Allen. Setelah Ajeea berteriak memintanya pergi, tiba-tiba saja tubuh wanita yang amat dicintainya itu terjatuh dengan posisi tertekuk.
Wajahnya seketika berubah pucat. Kaki dan tubuhnya melengkung ke depan sedangkan tangannya memegang perut dan pada saat itu Allen sadar kalau sesuatu terjadi pada bayinya.
Cepat-cepat ia membawa Ajeea ke mobil yang ia sewa dan membawanya ke rumah sakit Siloam.
Di sepanjang perjalanan, Ajeea hanya menggigit bibirnya, berusaha meminimalisir ngilu yang amat tak tertahankan.
Bagaimana jika bayinya dalam bahaya?
Ajeea menyalahkan dirinya sendiri. Pasti ini karena ia yang menyiksa bayinya dengan tidak memakan apapun selama beberapa waktu.
Ia menangis di sela sakitnya, menangis merutuki kebodohannya.
Yang ia minta pada hamparan langit di atas, adalah agar bayinya tidak apa-apa dan ia diberi kesempatan untuk memperbaiki kesalahannya.
"Sabar ya Jea." Ucap Allen yang menyetir disebelahnya dengan panik.
Ajeea kembali terisak karena melihat Allen, lelaki yang amat ia inginkan berada di sebelahnya. Lelaki yang selama ini ia inginkan.
Namun bukan Ajeea namanya jika tidak memiliki ego yang tinggi hingga mati-matian menahan diri untuk tidak memegang lengan Allen.
"Bayi aku.." Isak Ajeea tanpa mampu ia tahan.
"Kamu percaya aku? Anak kita pasti enggak apa-apa."
***"Kram perut memang sering terjadi karena otot rahim mulai mengembang dan memicu terjadinya kram perut. Meskipun terkadang menjadi pertanda adanya bahaya, namun setelah saya memeriksa kandungan Bu Ajeea, saya pastikan tidak ada apa-apa, pak." Ucap dokter wanita yang dulu merawat Ajeea di rumah sakit ini.
Allen baru bisa bernapas lega setelah dokter mengatakan hal itu. Ia baru menyadari seperti ini adrenalin menjadi seorang calon ayah.
"Saya juga melihat pergerakan janin Bu Ajeea semakin aktif. Saya rasa, bayi ini bahagia karena kehadiran ayahnya. Sepertinya ia menyadari kalau ayahnya berada di sekitarnya."
Allen tersenyum seiring dengan perasaannya yang menghangat. Benarkah anaknya merindukannya?
"Dia marah, dok. Itulah sebabnya dia membuat perut saya kram." Jawab Ajeea kepada dokter itu seolah Allen tidak berada di sana.
Bukannya tersinggung, Allen. Justru menyunggingkan senyumnya. Paling tidak, Ajeea mau menyinggung perihal dirinya.
Dokter wanita itu tersenyum. "Bayi itu belum memiliki cara untuk memperlihatkan kebahagiannya, bu Ajeea. Saya menganggap bayi ini sedang berbahagia karena, sekarang pergerakannya makin aktif."
"Dokter, Ajeea sekarang sedang membenci saya. Mungkin karena hormonnya ya, dok?" Tanya Allen pada dokter itu, membuat wanita paruh baya itu tersenyum.
Ajeea membulatkan matanya ketika Allen mengatakan hal itu. Kemarahannya pada Allen tidak ada sangkut pautnya dengan hormonnya yang naik-turun. Ini murni karena ia memang membenci Allen.
"Meskipun tidak ada pandangan secara medis yang dapat membenarkan, beberapa suami mengaku seperti yang anda katakan tadi." Jawab dokter itu.
"Baiklah saya permisi dulu."
Dokter itu meninggalkan ruangan Ajeea, menyisakannya hanya berdua dengan Allen.
"Jea.."
"Shut up." Potong Ajeea.
Allen menghela napasnya. Bagaimana ia akan menjelaskan alasannya selama ini jika ia tidak diperbolehkan untuk bicara?
Ini semua memang salahnya, Allen tahu itu dan wajar jika Ajeea membencinya seperti ini.
"Aku penasaran. Anak kita cewek atau cowok, ya?" Tanya Allen mengalihkan pembicaraan. Ia memilih topik yang ia rasa lebih menyenangkan untuk memulai pembicaraan.
Ajeea diam, pandangan matanya ia arahkan kemana saja asal tidak ke arah Allen yang duduk di sampingnya.
Jujur saja, ia masih terkejut dengan kedatangan Allen yang tiba-tiba ini. Allen datang di hadapannya saat ia belum mempersiapkan diri untuk menghadapinya. Saat ia belum sama sekali terpikir akan hal ini.
Ia meremas seprai ranjang rumah sakit, menahan gejolak yang mulai timbul ke permukaan. Keinginan untuk menyentuh tangan Allen, untuk mencari kekuatan yang selama ini ia butuhkan.
"Dia pasti cantik ya kalau dia cewek. Mamanya cantik banget. Aku bakalan jadi papa yang galak banget. Aku gak akan biarkan cowok belalang gangguin anak kita."
Dada Ajeea naik-turun menahan tangisnya yang kembali akan pecah.
Tidak. Ini tidak benar. Ia sudah berjanji akan menjadi Ajeea yang dulu, yang tidak memiliki masalah yang dapat mengganggu perasaannya sebelum mengenal Allen.
Lelaki itu pernah pergi, dan suatu saat nanti pasti akan mengulanginya lagi.
Ia tidak boleh lemah.
Ia tidak boleh lemah.
Ia tidak boleh lemah.
"Aku mau bicara." Ucap Ajeea yang beruntungnya, sampai sejauh ini masih bisa mengontrol suaranya.
"Selama kamu enggak ada, aku sudah berpikir dengan matang dan aku sudah mengambil keputusan kalau aku akan jadi single parent. Beberapa Minggu lagi aku bakalan pergi ke luar negeri sampai aku melahirkan.
Tapi aku enggak akan melarang kamu untuk ketemu anak aku.
Itu sudah jadi keputusan aku."
Ucapan Ajeea barusan seolah membuat jantungnya berdegup lima kali lebih kencang dari biasanya.
Apakah ia tidak lagi memiliki kesempatan?
"Ajeea kamu bahkan belum de denger penjelasan dari aku." Pinta Allen.
Wanita itu menggelengkan kepalanya, tanda ia tidak ingin mendengar penjelasan apapun lagi.
Ajeea dengan keras kepalanya.
Allen berdiri dan mencondongkan tubuhnya ke wajah Ajeea dan tanpa aba-aba langsung menempelkan bibirnya ke bibir wanita itu.
Ia tidak memberikan waktu bagi Ajeea untuk berpikir apa yang sedang dilakukannya. Ia melumat perlahan bibir itu, berusaha menyalurkan perasaan yang selama ini ia pendam. Cinta, ketulusan, rasa rindu dan segala perasan yang tak dapat ia ungkapkan dengan kata-kata.
Dan saat Ajeea membuka mulutnya untuk menerima kecupan itu, meskipun diiringi oleh Isak tangis, Allen sadar kalau sesungguhnya Ajeea masih sangat mencintainya.
Hanya saja, ternyata wanita ini jauh lebih keras kepala dari siapapun juga.
*Bersambung*
Yeeeaaay! Beberapa part lagi bakalan selesai ini cerita eheheheheeeee..
Di work selanjutnya, akan ada ceritanya ERREN. Tungguin ya!
With love,
INILAAAAMMM!🖤♥️🖤♥️
KAMU SEDANG MEMBACA
Ajeeallen's Role
RomanceAjeea Milly Darmandira tidak pernah memiliki pemahaman tentang konsep pernikahan. Namun bukan berarti ia tidak pernah menjalin hubungan dengan lelaki. Ia hanya tidak mengerti bagaimana bisa seseorang memutuskan untuk menikah dengan pasangan yang ia...