32

1.4K 182 23
                                    

baca dulu 31 yaaaaa

"ko lo gitu sih el"

"lah ko gue?"

"memang lo kan"

"gue aja terus"

"eh gue belom selesai ngomong ya"

"aerilyn"

Serentetan kalimat tersebut baru saja menggema di sebuah lorong rumah sakit. Datang dari dua orang yang sedari tadi beradu argumen. Entah apa, kenapa mereka berdua mendadak seperti anak kecil. Masalah yang biasanya selalu bisa diselesaikan dengan kepala dingin, mendadak tidak lagi bisa direlai. Berawal dari "ko ga lo aja ya hye yang balikan sama hyunjin haha" dengam niat bercanda. Pure bercanda, mungkin nada sarkastik yang tidak sengaja keluar dari mulut gadis itu yang membuat lelaki di depannya tiba tiba menariknya keluar.

Kadang memang apa yang direncanakan belum tentu akan berjalan sebagai mestinya. Contohnya pada dua manusia yang sejak tadi menjadi fokus, berniat menghabiskan waktu setelah menjenguk "teman" mereka berdua dan berakhir menghabiskan kata kata untuk berdebat.

Hyunjin's

Shit shit shit. Ael benar benar mengundang umpatan dari mulut gue hari ini, habis sudah kesabaran gue. Dia mendadak bukan seperti ael gue, padahal tepat senin kemarin baru gue jelaskan kenapa gue selalu buru buru setelah mengantarnya pulang dan kenapa gue tidak pernah ada waktu lagi untuk dia. Gue mengerti mungkin ael terlalu banyak memendam, satu bulan cukup membuat luka yang sulit terobati bukan? terlebih mungkin dia sudah terlalu banyak mengerti tanpa dimengerti. Tapi kenapa harus sechildish ini?

Satu bulan kemarin gue memang benar-benar fokus ke hye, karena mamanya hye juga yang meminta pertolongan gue. Biasanya ael ga banyak ngomong, ga ribet makannya dulu kita jarang banget beradu argumen. Beda jauh kalau dibandingkan dengan sekarang. Dulu gue dan ael dengan hye juga pernah jalan bertiga, ael ga masalah dia kelihatan enjoy banget ko. Ketika gue meminta izin untuk sesekali jalan bersama hye juga ael selalu gapapa, paling pulangnya gue akan mampir bercerita dan membawakan dia sesuatu.

Tapi keadaan mendadak berubah, gue pusing dibuatnya. Kalau gue bisa memilih, gue gaakan memilih hehe. Gue ga bisa, mereka punya arti masing masing bagi gue. Bukan serakah, tapi ya gitu masih sulit. Gue malah terfikir untuk pergi dari keduanya, sampai gue tenang dan punya keputusan akan kembali pada siapa. Sejauh itu memang fikiran gue, efek samping dari otak gue yang sedang gatau harus gue apakan. Daritadi gue memencet bel rumah ael gaada yang buka.

Padahal di waze, ael ada di rumah. Bang millard, sudah beda ke gue. Gatau kenapa, tapi ya gitu sih memang kita yang jarang ketemu juga. Bunda masih sama, tapi gue gapernah mau bunda tau kalau gue dan ael ada masalah. Pencitraan memang, gue ingin terlihat dewasa di depan bunda. Ya gue segamau itu kehilangan ael, lagi juga ibu mana sih yang masih ikhlas semisal anaknya pacaran tapi banyak mulu masalah. Gue aja nanti kalau jadi bapak, ga ikhlas anak gadis gue pacaran banyak masalah gini.

Lagi juga gue baru bermasalah ko sama ael, kan biasanya ael ga pernah rewel gini. Tumbenan aja, lagi ingin diperhatikan gue apa ya? Hehe. Ah tapi gue cape, kalau gue cape banget gue boleh melepas ael lalu menggenggam hye ga sih? Wes tapi gue gaakan gitu ko, slow. Kan gue akan menjadi laki laki, yang menepati janji. Yatuhan, sealay ini gue. Saking kesel gue pencetin mulu nih bel, ada kali sepuluh kali. Dan ya, semuanya indah pada waktunya pintunya tiba tiba terbuka menampilkan gadis gue yang matanya argh benci gue.

"shit" pelan gue dengar umpatan tersebut keluar dari si pembuka pintu.

"aerilyn, lihat aku" kata gue.

"hm" jawabnya sambil perlahan menatap mata gue.

"kamu nangis?" tanya gue.

"hm?" kali ini nadanya bertanya, balik bertanya pada gue.

"ur eyes babe"

"what's wrong?"

"do u need a mirror?"

"no, thanks"

"i'm so sorry" kata gue bersamaan dengan tangan ael yang pelan gue tarik dan tubuhnya gue dekap.

Tanpa jawaban.

"ael, maaf maaf maaf gue ga bisa menjadi apa yang diharapkan."

"maaf kalau justru gue malah membuat lo makin susah, jauh dari relationship goals di timeline."

"maaf sebulan ini membuat lo menangis lagi dan lagi, maaf sebulan ini membuat lo banyak memendam."

"ael, gue hanya ingin keadaan kembali seperti semula."

"lo kenapa jadi begini, seberapa banyak yang lo pendam dari awal?"

"kenapa sepertinya lo terlalu banyak menyimpan luka?"

"kenapa lo selalu terlihat baik baik aja di depan gue?"

"kenapa gue ga bisa melihat sorot luka yang lo simpan?"

"kenapa gue ga bisa mengerti lo dengan baik?"

"ael, apa terlalu banyak pertanyaan gue sampai lo enggan untuk menjawab salah satu?"

Gue mengatakan satu persatu kalimat lengkap dengan jeda diantaranya. Tapi gue juga ga mendengar sesenggukan ael, ga merasakan badan bergetar ael, ga merasa pundak gue basah.

"ael, gini bentar ya kangen hehe"

Masih gaada jawaban, sampai gue lepas dan gue biarkan badannya menghadap gue. Dia tersenyum tipis, tidak lagi menangis. Ini yang gue takutkan, rasa sakitnya sudah lelah membuat airmata turun. Atau justru sudah terlalu sakit.

"hyunjin, aku ingin berhenti boleh?"

Shit, jauh diatas bayangan gue.

"kenapa harus gini?" tanya gue menatap matanya dalam.

"aku rasa, akan lebih baik kita sendiri sendiri" entah kenapa, ael benar benar tenang.

"gaada yang baik di perpisahan ael"

"ada hyunjin, nantinya kamu akan bisa fokus ke hye tanpa aku repotkan seperti ini bukan?" masih dengan aku-kamu, tapi kenapa kata katanya sebaku ini?

"ael, kalau masalah kamu hye aku gapapa deh ga hye hye lagi"

"hyunjin kalau kaya gitu kamu egois"

"tapi gabisa gini ael"


MANTAN ❌ Hwang Hyunjin [akhirnya, TAMAT].Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang