Prolog

14.3K 707 48
                                    

THE PIROUETTE OF WHITEWATER [RENCANA JUDUL]

Draf 1.1

© 2018 Uchiha Sasuke

1. NINJA KIMIGAKURE YANG SESUNGGUHNYA

"Jika kau benar ingin jadi ninja, Sakiko, namamu harus diganti dengan awalan 'N'. Semua ninja punya nama yang berawalan huruf 'N'."

Izuho meletakkan kedua tangannya di pinggul sambil cemberut menatap gadis yang lebih muda darinya itu, bahkan walaupun Izuho baru berusia sembilan tahun, ciri seorang primadona sudah ada di dirinya. Kenapa Sakiko selalu mengikuti mereka ke sungai? Hari ini dia juga membawa seorang balita bernama Inori. Terdengar suara jeritan Inori ketika Itsuki pura-pura mendorongnya ke dalam sungai yang meluap karena hujan semalaman.

"Baiklah. Aku akan jadi Ninja Natsu."

"Tidak boleh. Himawari yang biasanya jadi Natsu."

"Tapi Himawari tidak ada di sini," balas Sakiko.

"Tetap tidak boleh."

Sakiko mengetuk-ngetuk dagu, persis seperti yang dilakukan ibunya ketika sedang berpikir. "Ninja Narika?"

"Tidak boleh Narika! Aku yang Narika." Izuho merasa kaleng yang dia gantungkan di punggung ditarik-tarik, diikuti oleh suara cemoohan kakaknya.

"Kupikir kau Natsui."

Izuho berbalik, lalu menusuk tulang rusuk kakaknya dengan jari telunjuk. "Diam, Taka! Namaku Narika."

"Aku bukan Taka, aku Naoki."

Sakiko cekikikan ketika Taka mencibir sambil memutar-mutar jari telunjuk di dekat pelipis setelah Izuho membelakanginya. Izuho sadar apa yang dilakukan Taka, lalu dia ulurkan tangan, hendak menjambak rambut Taka yang kotor karena seharian bermain di luar rumah. Taka cepat-cepat menghindar.

"Hmm. Naomi?" tanya Sakiko lagi.

"Naomi nama yang bagus," kata Taka sambil merenung.

Sakiko tersenyum lebar pada Taka, lidahnya menembus celah di antara dua gigi depannya yang ompong.

Taka tersenyum, matanya yang berwarna hitam pekat itu terpaku menatap mata hijau cerah Sakiko. Ibu Taka sering memanggilnya "cokelat hitam." Di hari pertamanya sekolah di taman kanak-kanak Otogakure, Ibu mengantarnya ke ruang kelas, merapikan celananya dan berkata, "Ibu menyayangimu, Cokelat Hitam." Karena malu, Taka buru-buru berbalik dan memindai teman sekelasnya untuk memastikan mereka tidak dengar. Ibunya tertawa, lalu berdiri. Dengan tatapan sedih, dia sentuh pipi Taka dan bilang 'jangan nakal', lalu beranjak pergi. Taka tidak pernah bertingkah nakal, dia dengan patuh menyusun krayon ke dalam kotaknya, merapikan kertas-kertas, dan meletakkan sepatu olahraga di rak seberang ruang kelas, anak laki-laki berpipi gemuk melempar-lemparnya ke atas dan anak-anak perempuan menjerit. Taka tidak pernah punya kesempatan untuk berteman dengan mereka. Baginya anak-anak itu aneh.

Setidaknya, sampai dia pindah ke Kimigakure.

Taka kembali melihat Sakiko, senyumannya sekarang telah digantikan oleh kerut kening yang terlalu menyedihkan bagi anak yang baru berusia tujuh tahun. Dan kemudian Taka menyadari bahwa cemberut Sakiko hanyalah cerminan ekspresi di wajahnya.

"Ayo kita mulai," seru Taka, menyingkirkan kenangan tentang ibunya. "Perhatikan, Sakiko - kau belum tahu aturannya. Daerah laki-laki ada di sisi sungai sana, perempuan di sini. Arus sungai yang di tengah itu adalah tanah tak bertuan. Kau jatuh, kau kalah."

"Bagaimana kalau ada yang menarik aku?" tanya Sakiko, mengamati arus sungai itu dengan waspada.

Taka tersenyum lebar. "Itulah inti permainan ini."

The Pirouette of WhitewaterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang