Bab 16

2.6K 344 78
                                    

Bibirnya mengerucut. Dahinya berkerut. Matanya tidak mau menatapku. Yep, dia merasa bersalah. Entah umurnya tujuh belas atau tiga puluh tahun, ekspresi itu sama sekali tidak berubah. Di umur sembilan puluh tahun sekali pun, aku akan tetap tahu ekspresi bersalah di wajah tampannya itu.

Sasuke kembali melirikku, dan kali ini aku langsung menatap matanya. Sudah tiga jam berlalu, dan dia masih belum menyebut apa-apa tentang pesan suara yang kutinggalkan. Memang kami berada di depan Ibu dan Ino - bukan waktu yang tepat untuk membahasnya. Tapi aku yakin sekali dia sudah dengar pesan itu. Kudorong Sasuke dengan bahuku sambil tersenyum. Dia tersenyum kecil, rasa bersalah itu sama sekali tidak berkurang.

Panas di Bulan Juli telah menghantam Konohagakure dengan kekuatan penuh - tepat dua hari sebelum pernikahan Izumi dan Itachi. Hujan yang turun dan tanah yang basah hanya menambah kelembaban udara.

Tiga ratus vas kecil telah dicuci dan siap untuk ditempati oleh bunga aster merah muda Sabtu pagi nanti. Lembaran susunan acara sudah dilipat, disegel dengan lilin, dan disimpan dalam kotak. Delapan puluh tas keranjang yang cantik berisi apel, kacang-kacangan, air kemasan, dan kartu ucapan memenuhi ruang belakang toko sayur dan buah organik milik Ibu Katsuki Mebuki dan Paman Katsuki Akira. Kami sedang mengerjakan setumpuk tas keranjang dan akan menyusunnya di dalam mobilku. Jari kami sibuk membuat pita, enggan meninggalkan ruangan ber-AC karena udara yang panas di luar.

Aku berhenti sebentar, kusaksikan Sasuke begitu telaten mengikat pita warna merah itu.

"Sungguh tidak bisa dipercaya," gumamku sambil memerbaiki tali gaun musim panas yang kukenakan ini untuk yang kesekian kalinya. Tentu saja Sasuke bisa membuat pita dengan sempurna. Jarinya tidak kesulitan menciptakan simpul yang bagus. Omong-omong, Sasuke juga satu-satunya pria yang kukenal, yang dapat mengikat dasi dengan lurus dan rapi.

"Oh Tuhan, Uchiha Sasuke! Kedua sisi pitanya tidak harus sama panjang. Kau cuma perlu mengikatnya lalu bentuk simpul sederhana."

"Akuilah, Sakura. Kau iri dengan keahlianku."

"Tidak. Aku cuma tidak ingin terjebak di sini sepanjang hari," balasku. Kulemaskan leher. "Mari selesaikan semua tas keranjang ini, lalu kirim dan duduk di depan TV sambil nonton acara Pemburu Hantu dan minum es. Kau bisa manfaatkan jemarimu yang ajaib itu untuk hal yang dapat memberiku kenikmatan, Uchiha."

Bibir Sasuke bergerak-gerak. Ino terkikik dan langsung pura-pura batuk.

Aku langsung sadar dengan apa yang baru saja kuucapkan, lalu aku membungkuk di atas tas keranjang untuk menyembunyikan muka. "Pijat punggungku, astaga, dasar kalian mesum. Kau ini kenapa, Ino? Aku paham jika Sasuke yang punya pikiran jorok - dia seorang penulis. Tapi kau? Yang benar saja."

"Aku tumbuh dewasa bersama Izumi dan Itachi. Aku tahu apa itu french kiss ketika berumur tujuh tahun, terima kasih pada mereka berdua. Dan begitu Sasuke mulai menjejalkan lidahnya ke dalam tenggorokanmu, kau sama saja mesumnya dengan mereka berdua."

"Ino," aku mengerang malu.

Ino melambaikan tangannya, tidak peduli. "Pijat punggung dan Pemburu Hantu, ya? Aku ikut ..." Ino kemudian melirik aku dan Sasuke. "Kecuali jika kalian hanya ingin berdua saja. Itu ide yang bagus. Aku baru ingat Sai tadi bilang ingin bersepeda santai malam ini, jadi aku juga sibuk. Dan acara Pemburu Hantu agak payah. Sungguh payah, sebenarnya."

Sasuke diam-diam mengambil kardus yang sudah berisi tumpukan keranjang dan membawanya keluar ruangan, melarikan diri dari Ino. Aku menghela napas. Temanku yang cantik ini punya tekad untuk menyelesaikan masalah dunia, dimulai dari lingkar pergaulannya sendiri. Tak satu pun kalimat yang bisa menghentikannya.

Ibuku kembali dengan membawa sekeranjang apel merah, pita ikat rambutnya bergoyang-goyang mengikuti jejak kaki. Ibu telah menghindari Sasuke sejak dia tiba di toko ini setelah makan siang, nyaris tidak mengucapkan sepatah kata pun. Setiap kali Sasuke menyapanya, Ibu cuma tersenyum kaku dan terlihat jengah. Sudah ribuan kali aku dapat tatapan serupa dari Ibu. Paling sering disertai dengan gelengan kepala. Sekarang, ketika aku berumur 27 tahun, tiba-tiba Ibu memutuskan ingin bersifat defensif terhadapku. Ini membuatku gila. Sasuke, bagaimana pun juga, selalu bersikap sopan.

The Pirouette of WhitewaterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang