Bab 35

2.8K 280 40
                                    

THE PIROUETTE OF WHITEWATER

Draf 2.36

© 2018 Uchiha Sasuke & Haruno Sakura

36. PENDAKI GUNUNG

"Anda tahu berapa kecepatan Anda saat berbelok di tikungan sana, Nona?"

"Ayah, ayolah."

Kepala Anbu memerhatikan putrinya lewat jendela mobil, kacamata hitam menyembunyikan matanya. "Jawab saja pertanyaanku, Sakiko."

"Ya," Sakiko mengerang, kepalanya jatuh ke setir mobil milik Taka. "Tapi dalam pembelaanku, Ayah tahu aku tidak pernah ngebut. Jika aku bawa mobil lama Ayah ke kampus, aku tidak akan bisa tekan gas lima puluh km/jam."

"Dan memang begitulah seharusnya kecepatanmu." Kepala Anbu memberi secarik kertas pada Sakiko, bibirnya bergerak-gerak di bawah kumis tebal. "Aku cuma akan memberimu surat peringatan kali ini. Berhati-hatilah mengemudi ke Sunagakure, dan beri tahu bocah Uchira itu untuk jaga sikap."

"Terima kasih, Ayah." Sakiko tidak mengingatkan Kepala Anbu bahwa dia sekarang juga seorang Uchira, bahkan sudah hampir satu setengah tahun. Dia taruh kertas itu ke dalam laci mobil, melambaikan tangan pada ayahnya dan terus melaju. Saat Sakiko berkendara di tepi danau, dia lirik mobil patroli Kepala Anbu lewat kaca spion sampai Kepala Anbu berbalik arah. Ayah Sakiko punya cara tersendiri untuk melindunginya.

Ayah Sakiko terlalu sering mengawasinya selama kunjungan akhir pekan kali ini - seolah-olah dia merasa ada hal yang tidak beres telah terjadi pada Sakiko. Dia bingung diperhatikan seperti itu, dan meskipun Sakiko menghargai perhatian ayahnya, tapi dia senang bisa kembali pada Taka.

Tapi jika boleh jujur, Sakiko juga merasakan kegelisahan dalam pernikahannya. Kegelisahan itu hampir mencapai puncaknya dua hari yang lalu, malam sebelum Sakiko berakhir pekan di Kimigakure. Taka tetap tinggal di Sunagakure, karena harus meliput pertunjukan di pusat kota. Taka sedang murung ... segala sesuatu tentang dirinya begitu datar, mulai dari suara, tatapan mata, hingga sikapnya, dan Sakiko tidak yakin apa ini masih bisa disebut stres atau bukan.

Mereka bercinta malam itu. Taka terus-terusan membenamkan wajahnya pada bantal di bawah kepala Sakiko. Kemudian Taka angkat tubuhnya untuk mencium dahi Sakiko. Sakiko berusaha menatap mata Taka, tapi Taka terus memejamkannya sampai Sakiko nyaris panik. Jadi Sakiko senggol bahu Taka, lagi dan lagi, sambil terengah-engah dan memohon sampai kelopak mata Taka terbuka. Alih-alih menatap Sakiko dengan penuh kasih, mata Taka terlihat datar dan tak ada rasa sama sekali di dalamnya.

Akhirnya, Sakiko mengakui bahwa memang ada masalah, dan Sakiko takut masalah itu terlalu besar hingga dia tidak dapat memerbaikinya. Setelah bercinta, Sakiko menangis terisak-isak di kamar mandi, berharap aliran air dapat menghanyutkan air matanya. Tapi tetap saja Sakiko melihat Taka berdiri di luar pintu kaca berembun kamar mandi. Dia cengkeram kenop pintu, lalu memutarnya dan dengan tenang menutup pintu.

Mereka saling memberi isyarat. Kali ini isyarat itu adalah untuk terus memejamkan mata ...

Tak lama kemudian Sakiko sudah tiba di pintu gerbang Taman Nasional Sunagakure. Dia telah berjanji untuk bertemu dengan Inori dan Izuho di sini untuk menjelajahi hutan dengan mobil.

"Hei, wanita tua yang sudah menikah," Izuho menyeringai saat mereka menaiki mobil. Inori menepuk lengan Izuho dan berbalik ke arah Sakiko.

"Izuho sebentar lagi juga akan menikah, dan kau bisa mengolok-oloknya dua kali lipat."

Sakiko melintasi jalanan hutan dan mulai berkelok-kelok memacu mobil, melewati lereng. "Apa kau dan Itsuki sudah bicara tentang pertunangan?"

"Tentu saja kami sudah membicarakannya. Aku cuma belum bisa membayangkan pernikahan. Jangan tersinggung," Izuho cepat-cepat bicara. "Aku tergila-gila pada Itsuki, tapi aku belum ingin menikah, dan ini tidak ada hubungannya dengan dia. Untuk sekarang pernikahan masih membuatku takut."

The Pirouette of WhitewaterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang