🍁Tak terasa sudah hampir enam bulan berlalu. Banyak sekali kegembiraan yang terpancar dari keluarga kecil Nur dan Ridho. Mengingat saat ini Allah telah menganugrahkan sebuah titipan rezeki yang saat ini tengah dikandung Nur.
Keduanya sangat bahagia. Belum lagi Listiana dan Ahmad yang sedari dulu menginginkan hadirnya cucu yang lebih dari satu.
Pagi ini Nur berencana untuk menjenguk kedua orang tua serta adik-adiknya. Jakarta bandung mungkin akan lebih melelahkan untuk takaran seorang ibu hamil yang ngotot sekali untuk pulang kampung.
"Mas.. udah apa belom..?"
"Bentar sayang."
"Nanti kalau macet trus panas trus kesiangan aku pasti ndak mood.."
Suara celoteh Nur dipagi hari membuat Ridho sangat begitu terhibur. Entah kenapa, semanjak kehamilan pertama ini istrinya nampak sangat crewet juga lebih arogan. Namun semua hal mampu Ridho sikapi dengan tepat.
Turun dari lantai kamar atas, Ridho melihat Nur yang tengah mengendong Nuris. Seketika Ridho berlari dan merampas Nuris dari gendongan Nur.
"Sayaaaang..!!"
"A..apaa sih mas!? Nanti kalau Nuris jatoh gimana?"
Nuris yang kala itu hanya terdiam lantas memeluk Ridho dengan erat. Ridho tak punya maksut lain. Ia hanya takut kalau sepatu yang dikenakan Nuris mengenai kandungan Nur sudah lumayan cukup besar.
"Mas jangan kelewatan kenapa sih.. aku bosen setiap kali ada apa-apa, aku kamu suruh duduk aja." Celetuk Nur pergi meninggalkan Ridho.
Ridho tak merasa sakit hati atau apapun itu soal sikap sang istri. Menurut dokter kandungan, memang keadaan emosional ibu hamil sering berubah ubah seiring perkembangan jabang bayi.
"Nuris ayang nya abi.. kamu jangan nakal ya kalo sama ummi." Ujar Ridho
"Iya abi.. Nuyis minta maap yaw.."
Balas Nuris seraya mengedipkan kedua bola matanya.Ridho yang merasa sangat gemas melihat pertumbuhan putri sulungnya tampak ingin sekali menyubit lembut pipi merah Nuris. Walapun Nuris sekarang sudah tumbuh semakin dewasa sudah hampir memasuki TK namun sampai sekarang keadaan memprihatinkan masih saja dialaminya.
Nuris tumbuh masih tetap sama seperti dulu. Panca penglihatannya sulit untuk melihat isi dunia secara nyata. Tak sedikit pula usaha Ridho juga keluarga. Hampir seluruh cara, dari mulai pengobatan medis sampai herbal sudah ia lakukan. Namun keadaan tetap nihil. Kemungkinan sangat kecil putrinya itu mampu melihat.
Sebenarnya tak ada masalah di retina dan saluran mata milik Nuris. Hanya saja Ridho selalu mengingat perkataan Nur. Bahwa apapun yang kita lakukan kalau belum atas seizin-Nya itupun akan sama, bukan tanpa apa dan tak akan percuma semua usaha manusia. Namun bila Allah sang khaliq belum meridhoi atas ketetapan untuk Nuris mampu melihat maka sebagai manusia kita bisa hanya bersabar,berusaha dan ber'doa.
"Kamu disini dulu bentar ya.. bentar kok.. abi mau nyamperin umi. Oke sayang."
"Oke abii."
Ridho mengambil ponsel lantas menelfon kedua orang tuanya untuk segera datang kesini. Ridho hanya tak mau kalau Nuris sendiri.
"Hallo.. maa.. " Suara Ridho lantang.
"Assalamu'alaikum.. nggak sopan kamu itu!"
"Wa'alaikumussalam warohmatullah ma.. maa bisa kesini sekarang nggak..?"
"Bisa dho.."
"Eh ma.. bentarr.."
Tiba-tiba telfon terputus saat Ridho mendengar suara Nur yang beteriak dari dalam kamar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rihlat Tawila "Perjalanan Panjang Menggapai Ridho Allah"
Spirituale[Spiritual-Romance] #2 Rohani Perjalanan panjang seorang gadis yang kuat di tengah bencana yang selalu menghadang. Semangat..enerjik dan shalihah.. Mengapa takdir dan kehendak sang Khaliq sedikit banyak bertentangan dengan apa yang kita ingin dan h...