34. Something (become) Difficult

1.8K 194 1
                                    

Jadi semalam Yoongi datang. Pukul 12 malam. Bertemu eomma di depan pintu sembari mengatakan kalau sebenarnya ia tidak tau kenapa harus datang. Namun, sebelum eomma mengusirnya, aku segera menariknya masuk ke dalam rumah. Eomma belum tau tentang hal-hal yang aku dapatkan dari agensi Yoongi, aku hanya mengatakan kalau berikan Yoongi izin untuk menginap malam ini saja.

Tidak banyak yang bisa dilakukan. Bahkan tidak ada percakapan semalam setelah Yoongi mengatakan kalau dia mengira aku menjadi seperti ini sebab pesan chatnya dengan Suran. Jadi untuk saat ini, aku hanya bisa menjawab kalau memang itu yang membuatku cemas. Aku belum bisa mengatakan yang sebenarnya.

Aku ingat aku memeluknya erat semalam. Tapi saat kubangun di pagi hari, dia sudah tidak disini. Kata eomma pria itu seperti benar-benar sibuk sampai harus pamit ke dorm pukul 2 dini hari. Lalu saat kulihat handphone, Yoongi mengirim pesan katanya harus ada musik yang dikerjakan. Maksudku, dia hanya tidur 2 jam hanya untuk mengerjakan musiknya.

Dia bisa tidur selama 12 jam, hanya dalam beberapa kesempatan saja.

"Eomma yakin bukan eomma yang menyuruhnya pergi, kan?"

Eomma hanya mengajak appa tertawa, mengatakan kalau ia tak mungkin mengusir Yoongi saat mengetahui kalau aku dan Yoongi sudah jarang bertemu karena kesibukan pria itu.

"Dia menunggu appa bangun untuk pamit darisini. Katanya urusan mendadak. Bukannya dia baru selesai tour kemaren? Kenapa jadwalnya masih saja padat?" kali ini appa malah balik bertanya, sembari melipat korannya karena sudah selesai membaca.

Aku menegak sisa susu coklat di gelas. "Karena dia sangat mencintai pekerjaannya," balasku. "Menurut appa, Yoongi mau meninggalkan pekerjaannya kalau kusuruh?"

Ia berhenti. Eomma juga. Seperti pertanyaanku adalah kalimat retoris, kalimat yang sudah pasti jawabannya tanpa harus ditanyakan.

"Jangan lakukan itu, Se Hwa-ya. Itu akan sangat menyakiti hatinya," kata eomma. "Pekerjaannya sekarang itu mimpinya."

"Sekarang bayangkan saja dirimu, kalau kau seorang direktur perusahaan, lalu Min Yoongi menyuruhmu untuk berhenti dari pekerjaanmu tanpa suatu alasan yang benar-benar berarti, apa kau mau?"

Aku menghela nafas. Tentu saja tidak. Gila saja. Melepaskan pekerjaanku hanya untuk sebuah hubungan.

"Jangan tanyakan hal semacam itu padanya, arasseo?" eomma tersenyum, bangkit dari duduknya dengan piring-piring kotor yang siap dibawanya ke dapur. "Tidak sopan kalau kau harus melakukan itu. Pikirkan kesehatannya juga. Coba cari cara lain kalau ini menjadi masalahmu dan Yoongi sekarang. Cerita pada eomma atau appa, atau kau bisa cerita pada Jimin, temanmu Bona, atau Taehyung. Okei?"

Aku mengangguk.

Jawabannya terlalu kentara, tapi aku lebih memilih untuk menutup mata.

~◈~
















Tae, ayo bertemu setelah selesai kelasku. Pukul 11. Di cafe biasa

Yoon, aku harus bertemu Bona hari ini, kau tidak perlu menjemputku















~◈~

Si Kim itu bersemangat sekali ketika Park Se Hwa mengiriminya pesan. Ia mencari pakaiannya yang paling mahal di almari, lalu memakainya. Menyemprotkan parfum dan menata rambut. Pikirnya Se Hwa sudah berbaik hati padanya untuk mengenalkan kekasihnya secara formal. Pria itu bahkan melantunkan lagu-lagu hiphop rap dari seorang Agust D sembari mengoleskan nutella di atas rotinya.

Min Agust D (✔) REVISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang