35. Flashback

1.5K 179 3
                                    

•Rain

Aku terbangun ketika di luar sudah mulai terang. Aku mengacak rambutku dengan tanganku yang lelah. Ada catatan yang berisi lagu yang tak dapat ku selesaikan tadi malam. "Akan ku selesaikan hari ini," gumamku sambil kututup mataku dan mengambil nafas panjang.

Lalu aku mengalihkan mataku ke jendela dan segalanya terlihat kelabu. Kota yang abu-abu, gedung abu-abu, jalan abu-abu, hujan abu-abu. Segala hal di dunia ini sangatlah lambat.

Sambil aku menghirup bau basahnya hujan, aku merenggangkan badan dan masuk ke kamar mandi. Kusapa diriku yang setengah tertidur di cermin. Tak ada orang yang ingin kutemui, tapi entah kenapa aku mandi lebih lama dari biasanya.

Hoseok, yang baru saja terbangun, terus berbicara tentang bagaimana rasa tubuhnya yang remuk karena latihan dance semalaman. Selagi aku berulangkali membuka-tutup pintu kulkas yang tak bersalah. Kekosongan yang tak terucapkan menyelimutiku.

"Hujan, hyung?"

Aku mengangguk. Di luar dorm, hujan masih turun. Aku tersenyum, ini adalah background music terbaik. Aku rasa lebih baik aku pergi keluar. Meskipun aku tak punya tujuan, aku membawa payungku. Berjalan, langkah demi langkah, tanpa rencana. Namun tetap kembali ke tempat sebelumnya. Seolah sudah menjadikan tanah ini milikku.

Sepatuku jadi kotor, seakan-akan hujan ingin keberadaanya kuketahui.

Seperti orang yang sudah gila, aku mulai bersenandung. Sudah lama sekali aku pergi dari dorm. Aku penasaran, jam berapa sekarang?

Hujan berhenti dan ada bayangan di genangan air. Aku melihat betapa diriku terlihat lebih menyedihkan hari ini. Namun aku melihat bayangan yang lainnya.

"Mengagumi wajahmu di genangan air?"

Aku memandangnya lalu tertawa kecil. Pasalnya ketika semua yang kulihat kelabu dari kejauhan, masih ada yang berwarna saat kulihatnya dari dekat.

"Kau sendiri?"

Ia mengedikkan bahunya, tersenyum begitu lebar. Memperlihatkan kotak di tangannya sembari mengajakku pergi darisana untuk mencari tempat yang kering. Untuk beberapa alasan, aku bersyukur karena memakai lebih banyak parfum sebelum pergi tadi.

"Mengobati lukamu yang kemarin," katanya. Berani sekali menarik tanganku dengan tangannya yang terasa lembut. Daripada aku yang semalaman memikirkan musik-musikku, ternyata bertemu dengannya entah kenapa terasa menyenangkan.

"Bagaimana kau tau aku disana sepagi ini?" tanyaku sebagian besar untuk memenuhi rasa penasaranku, sisanya untuk terus membuat percakapan dengannya.

"Aku terbangun karena suara hujan dan terpikir olehku bagaimana keadaanmu," katanya, sambil terus fokus melepas perban di lenganku. "Kukira bakal terlihat kacau seperti waktu itu, ternyata kau memakai baju yang rapi dan menyemprot parfum."

Aku meringis. "Kupikir aku lebih terlihat menyedihkan hari ini. Lebih tepatnya selalu menjadi lebih menyedihkan tiap harinya."

Wanita yang belum kuketahui namanya itu terus tersenyum.

"Hei, kenapa mereka sembunyi dan keluar hanya saat kau tersenyum?"

Dia berhenti, menjauhkan tangannya dari lenganku lalu memandangku beberapa saat. Lalu menggelengkan kepalanya dan kembali melanjutkan mengurus lukaku.

"Eodisseo on geolkka?" (darimana kau berasal?)

Dia kembali berhenti. Lalu benar-benar memandangku kali ini. Karena sudah menutup lukaku dengan perban yang baru. Sepertinya aku hampir kehilangannya lagi setelah ini.

Min Agust D (✔) REVISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang