30. Flashback

1.6K 182 3
                                    

"Terasa menyenangkan."
-Park Se Hwa, 2013

Se Hwa tak bisa tenang. Sepanjang jalan ia terus merutuki dirinya sendiri. Ketakutan, gugup, semuanya. Taehyung bahkan sempat tertawa saat mendapatkan wajah Se Hwa begitu pias.

"Pertemuan minggu selanjutnya ssaem akan mengambil nilai untuk praktek piano. Pastikan persiapkan semuanya."

Rasanya Se Hwa sama sekali belum siap. Sungguh. Ketika ssaem-nya memberikan informasi itu, beberapa orang begitu semangat mengiyakan dan beberapa lainnya tidak setuju. Se Hwa hanya bisa terdiam.

Ia benar-benar tidak mendapatkan pelajaran apapun di tempat lesnya. Ibunya memasukkan Se Hwa ke kelas biasa, dimana disana berisi 6 sampai 7 orang yang belajar piano bersama juga. Dan Se Hwa menjadi satu-satunya yang tidak diprioritaskan.

Beberapa waktu lalu ia sudah mengadu pada eomma-nya, mengatakan kalau dikelas dirinya sama sekali tidak diperhatikan oleh ssaem karena kelambatannya. Se Hwa ingin private, tapi ekonomi mereka tidak memungkinkan mereka untuk mengambil itu.

"Eomma, disana ada beberapa anak yang membayar lebih tinggi dariku, jadi ssaem hanya fokus ke mereka. Sungguh! Ssaem tidak melirikku sama sekali," katanya, terus mengikuti kemana ibunya pergi. "Aku belum bisa melakukan apa-apa."

Namun dihiraukan juga oleh ibunya. Ibunya berfikir kalau Se Hwa hanya malas pergi kesana.

Jadi sore itu Se Hwa tidak pergi ke tempat lesnya. Dia tetap pergi dari rumah, pamit untuk pergi les, namun tidak benar-benar kesana--sudah beberapa hari ini sih dia melakukannya. Ada cafe murah di pinggir jalan dekat tempat itu, dan harga minumannya tidak mahal. Jadi gadis itu berniat disana saja. Menunggu sampai senja berganti malam, lalu pulang.

Sudah tidak ada harapan untuk bisa memainkan piano. Yang ia pelajari selama 15 kali pertemuan piano itu hanya materi. Dia tidak pernah diperhatikan untuk menunjukkan prakteknya.

Beberapa orang membayar lebih guru-guru itu karena menurut mereka bayaran bulanan yang biasa hanya akan memberikan pelatihan biasa. Mereka membayar lebih namun tidak lebih dari kelas diatasnya agar anak-anaknya lebih diperhatikan. Tapi eomma-nya menolak tawaran itu, dan tetap membayar sebagaimana biasa.

"Hei, pergilah darisana."

Se Hwa terkejut, hampir saja terjungkal jatuh ke sungai kalau ia tidak berpegangan begitu erat pada pagar jembatan. Ia membalikkan tubuhnya, memandang seseorang yang bicara begitu saja dan membuatnya hampir mati, barusan.

Se Hwa mundur, was-was. Itu preman yang sebelumnya. Beberapa hari melewati tempat ini Se Hwa tidak menemukan pria itu. Dikiranya jalanan ini sudah aman. Namun, ketika atensi pria yang sama yang ia temui minggu lalu menampakan dirinya tiba-tiba, Se Hwa tidak bisa membohongi dirinya kalau ia kembali ketakutan.

Ia hanya ingin berdiri di jembatan untuk beberapa menit seperti biasa.

"Aku akan pergi," gumamnya.

Yoongi mengernyit. Tiba-tiba? Pria itu merasa tidak enak. Bukan. Maksudnya, apa ia tadi mengusir gadis itu? Sepertinya sih iya. Tapi kenapa gadis itu jadi benar-benar pergi?

"Sebentar," sahut Yoongi. Se Hwa berbalik, mengernyit dalam. "Kau pergi karena suruhanku?"

Se Hwa jadi kesal. "Ahjussi memang menyuruhku pergi--"

"Ahjussi?!"

Se Hwa menutup matanya rapat-rapat, lupa, dia tidak suka dipanggil ahjussi. Sial. "Jeosonghamnida."

"Yaa... Kau keterlaluan, tau? Umurku baru 20 tahun dan kau memanggilku ahjussi, itu sungguh keterlaluan. Bagian mana dari wajahku yang sudah menua? Kutebak umur kita juga pasti sama, machi?"

Min Agust D (✔) REVISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang