Chapter 13: the War

1.2K 134 16
                                    

Don't forget to vote ❤ and comment...

Enjoy~









Setelah acara akad selesai, kami melanjutkan prosesi resepsi di halaman belakang rumah papa yang luas, dengan konsep pesta kebun. Acaranya nggak terlalu lama, hanya lima jam. Tapi lima jam itu adalah lima jam penyiksaan bagi gue pribadi. Duduk sama dia, berdiri bersebelahan dan nggak ada sekat batas, serta menjadi pusat perhatian membuat gue jengah.

"Senyumlah sedikit kalau tidak mau dianggap seperti Siti Nurbaya."

Gue mendengus setelah mendengar kalimatnya barusan. Kenyataannya emang gue persis kayak Siti Nurbaya sekarang. Nikah gara-gara dijodohkan.

Dari jauh, gue lihat Haechan melangkah menuju ke tempat gue dan dr. Dio berdiri.

"Sini peluk," katanya begitu sampai di depan gue.

Gue mematung. Ada apa gerangan dengan bocah ini? Datang-datang malah langsung bilang begitu bahkan di depan suami gue juga.

Dia melirik sekilas ke arah dr. Dio, seperti ingin mengecek ekspresinya. Sedangkan gue lihat dr. Dio masih lempeng dan nggak berekspresi apa pun saat melihat Haechan.

"Nggak usah minta ijin suami kakak. Toh bukan suami pilihan ini," celetuk Haechan.

"Haechan!" pekik gue. Mulutnya sedang nggak tahu sikon banget. "Ini tempat banyak tamu, banyak orang, jangan ngebahas yang kayak gitu sekarang."

Dia lalu menarik tangan gue. Gue lalu mendarat dengan mulus di pelukannya.

"Haechan masih boleh main ke rumah kakak kan nanti-nanti?" tanyanya dengan suara yang sedikit merengek.

Astaga... Dia udah kayak bocah yang mau ditinggal emaknya.

"Boleh atuh, dek. Kamu kenapa pake nanya kakak dulu kalau mau main? Biasanya juga main ke kontrakan kakak."

"Tapi kan kakak udah punya suami. Nanti suami kakak marah ke Echan kalau kakak main ke rumah mulu."

Gue ketawa. Saat ini dia sedang bertransformasi menjadi bocah kecil yang benar-benar merengek tanpa ampun. Haechan gue masih anak-anak ternyata. Dibalik sikap tegasnya saat di OSIS, di balik kegalakannya saat menentang rencana pernikahan gue, dibalik kelembutannya yang mengayomi saat bersama dengan anak-anak pasien kanker dari bangsal khusus, dia tetap adik kecil gue. Adik gue yang luar biasa sayang sama gue.

Gue elus punggungnya, "Kakak nggak akan pernah melarang Echan buat main ke rumah kapan pun itu. Karena kakak tahu, kakak akan butuh banyak ditemani sama kamu, hehe."

"Kalau ada apa-apa harus bilang ke Echan pokoknya."

"Iya..."

Kami saling melihat. Lalu saat gue masih di dekapannya, gue baru sadar kalau dia sekarang udah benar-benar selisih dengan gue tingginya. Kini gue hanya se-telinganya saja.

"Echan?"

"Mmm??"

"Echan sejak kapan jadi tinggi banget gini? Perasaan tahun lalu masih setinggi kakak."

Dia terkekeh, "Udah mau nyalip bang Chen nih. Kakak kemana aja sampai nggak sadar kalo Echan udah makin tinggi?"

Anak ini kenapa meluknya lama banget ya? Segitu sedihnya dia gara-gara gue menikah dengan dr. Dio?

My Super Perfectionist Husband  [completed] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang