Chapter 17: Suspicious Husband

1.3K 140 26
                                    


Don't forget to vote ❤ and comment...

Enjoy~








Gue nyampe rumah jam 5 sore. Lebih sore dari biasanya karena tadi diajak ngobrol dulu sama beberapa guru senior yang menjadi wali kelas tentang siswa yang akhir-akhir ini banyak melanggar aturan sekolah. Sebenarnya kalau boleh jujur, gue merasa kalau diajak ngobrol sama mereka adalah hal yang menyenangkan. Tentu saja, karena gue ingin memperlambat jam kepulangan gue biar nggak cepat ketemu sama si manusia lempeng.

Begitu motor yang gue tumpangi sampai di jalan depan rumah gue, ternyata ada satu mobil pick-up yang parkir pas di halaman rumah. Ada dua orang mas-mas yang menurunkan beberapa barang yang pas gue tengok ternyata adalah beberapa rak buku, aneka kardus, dan juga meja belajar besar lengkap dengan kursinya yang kayaknya cozy banget.

Di tengah keheranan gue, dr. Dio akhirnya muncul dari dalam rumah.

"Ini semuanya barang pak dokter?"

Dia mengangguk.

"Mau ditaruh kamar yang kosong?"

Dia mengangguk lagi.

"Yang sebelah mana tuh?"

"Yang pintunya putih," jawabnya singkat.

Oooh... yang dimaksudnya adalah yang dekat dengan dapur.

Nggak perlu memperpanjang lagi percakapan, gue langsung memarkir motor gue dan masuk ke dalam. Badan gue udah cukup letih, butuh mandi biar segar. Keramas kalau bisa. Biarkan dia sibuk dengan urusannya.

Selepas gue membersihkan diri, ternyata urusan angkutnya sudah selesai. Gue jumpai dia kini sedang fokus berada di kamar yang tadi sempat disinggung olehnya. Saat ini dia sedang berusaha menata buku-buku yang ia keluarkan dari kardus-kardus tadi. Saking fokusnya, dia nggak sadar sama kehadiran gue di dekat pintu.

"Kenapa berdiri di sana? Ada yang ingin kamu sampaikan ke saya?" tanyanya tanpa melihat ke arah gue sama sekali dan masih fokus dengan bukunya.

'Loh? Dia tau gue ada disini?'

"Ah, isinya buku rupanya. Kirain makanan," jawab gue asal.

"Otak kamu isinya makan semua? Jangan-jangan kalau saya bedah isinya kepala kamu adalah usus dan lambung?"

Gue mendengus, "Nggak lucu."

"Kalau nggak lucu kenapa masih disini?"

Gue diam. Masih memandangi ruangan yang sekarang tidak kosong lagi. Penataan perpustakaannya apik dan terlihat menyenangkan. Gue jadi kangen sama buku-buku gue yang juga belum semuanya gue pindahin ke rumah ini dari kontrakan.

"Mau bilang apa? Tinggal bilang," katanya lagi. Dia bertanya begitu mungkin karena melihat gue belum beranjak dari tempat itu.

"Mmm... Pak Dokter, masih ada space rak nggak? Saya juga ada buku yang belum saya bawa ke sini soalnya. Sayang kalau ditinggal di kontrakan. Kemarin pengen ditaruh di rumah ini tapi ternyata papa nggak nyediakan rak buku atau lemari buat naruh buku-buku saya."

Dia menoleh ke ujung ruangan. "Itu yang lemari besar di ujung, masih sisa separuhnya. Kurang lebih bisa dipakai untuk tiga puluh buku. Cukup tidak untuk buku kamu?" tanyanya.

My Super Perfectionist Husband  [completed] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang