Chapter 18: Our Little Fight

1.4K 147 42
                                    

Don't forget to vote ❤ and comment...



2795 words...

Enjoy it~








Setelah insiden memalukan di ruangan belajar dr. Dio, gue mengeram di kamar sendirian dan menenggelamkan diri dengan beberapa bahan ajar yang ada di silabus mata pelajaran kesenian. Melihat beberapa lembar partitur lagu, gue langsung rebahan sambil gegulingan. Partitur itu mengingatkan gue sama bang Chen, Chanyeol, dan Haechan. Karena setiap kali kita kolaborasi, nyanyi bareng, pasti selalu memainkan isi dari partitur itu pakai gitar atau piano. Asli gue jadi nyesel karena piano gue belum gue angkut kesini.

Kangen sama semuanya...

Kangen nyanyi sama mereka...

Kangen candaan mereka semua yang receh...

Mereka bertiga adalah manusia paling receh dalam hidup gue. Bahkan gue nggak ngerti lagi, gimana bisa, seorang Yunho Deru Arshaad the Ice Emperor itu bisa punya anak dengan selera humor yang menyenangkan. Dua anak cowok papa beda banget sama papa.

Di tengah kegalauan gue yang kangen bermusik sama cowok-cowok itu, telinga gue menangkap suara berisik yang cukup kencang dan gue yakini berasal dari dapur. Bukan maling kan ya? baru juga habis isya.

Gue bergegas bangun dari tempat tidur dan segera menuju ke arah dapur. Begitu sampai, gue melihat sosok dr. Dio ada di sana, sedang memotong sesuatu dengan susah payah. Sepertinya karena tangan kirinya yang habis terluka itu.

"Jangan kesini cuma karena ingin protes gara-gara suara berisiknya. Balik saja kamu ke kamar," perintahnya.

Belum juga gue ngomong apa-apa! Dasar gerobak soto!

"Ya situ sih mungkin nggak pernah mikir jauh ya. Tapi saya nggak mau anak tetangga kita jadi nangis gara-gara suara berisik barang-barang jatuh karena ulah pak dokter yang masih sok kepedean masak padahal kondisinya udah nggak memungkinkan."

Dia menghentikan gerakannya mengiris wortel.

"Sejak kapan kamu memikirkan urusan tetangga?" tanyanya.

"Sejak kapan pak dokter jadi kepo sama urusan saya dalam berurusan sama tetangga?" bales gue yang membuat dia diam.

Mampus lo! kicep kan lo sekarang?!

Ia kini berbalik badan melihat ke arah gue yang sudah berdiri di dekat meja makan.

Gue berjalan mendekat ke arahnya dan dia hanya melihat gue. Begitu sudah dekat, gue ambil pisau di tangan kanannya itu dan gue letakkan. Setelahnya gue ambil tangan kirinya yang lecet dan gue amati. Ternyata ada memar di pergelangan tangannya.

"This is wrist sprain, Doc. Pas kita jatuh tadi, secara nggak sengaja ketekuk karena jatuh di posisi yang salah dan juga dokter menahan beban dua badan."

Dia memandangi gue dengan ekspresi heran.

"Kenapa?" tanya gue.

Dia masih mematung.

"Tinggal bilang aja sih, kalau pak dokter lagi kagum sama saya, gara-gara kecerdasan saya yang luar biasa hingga bisa tahu istilah kedokteran kayak gini," kata gue bangga. Seenggaknya nggak sia-sia gue punya papa dan abang yang berprofesi dokter.

My Super Perfectionist Husband  [completed] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang