Chapter 20: Her Beautiful Smile

1.3K 142 51
                                    

Don't forget to vote ❤ and comment...





[Azkadio's Point of View]

Alarm di handphone berbunyi tepat saat pukul 4.30 dini hari, dan dalam sekali bunyi gue terbangun. Gue memang sensitif sama suara alarm. Mata gue langsung terbuka dan masih gue sempatkan buat mengerjap, menanti kesadaran sepenuhnya.

Feeling gue sih... pagi ini kondisinya ada yang beda. Begitu membuka mata, rasa sakit di pergelangan tangan makin terasa ngilu. Semalam rasa nyeri itu berkurang karena sudah diminumi obat analgesik. Tapi pagi ini, efek obatnya sudah habis dan gue harus berkutat dengan rasa sakit ini lagi.

Ngilu!

Mata ini sedang mengamati lengan kiri yang cedera. Bengkaknya masih belum hilang, malah makin menjadi. Tapi... apa ini? Ada dua buah plaster yang menutupi dua goresan yang ada di sana. Dan.... Wait! Bukankah semalam gue tidur tanpa menggunakan bed-cover? Kenapa sekarang terbangun dengan kondisi berselimutkan itu?

Ah... Sudah pasti Anna yang melakukannya. Yang gue ingat, semalaman kita ribut, tapi diakhiri dengan situasi yang cukup nggak enak karena gue akhirnya harus menyusahkan dia. Ya, sudah pasti dialah yang menempeli plaster ini dan menyelimuti gue dengan bed cover. Memangnya siapa lagi? Dia memang bisa melihat makhluk lain tak kasat mata, tapi tidak mungkin dia yang menyuruh mereka buat ngerjain gue, kan?!

Yang jelas, gue sangat apresiatif karena dia sangat memahami bahwa kondisi badan gue yang lagi nggak baik. Cuma.... ada yang cukup ganggu pikiran gue. Biasanya gue itu cukup sensitif dengan segala macam sentuhan dan bunyi walaupun gue sedang tidur. Tapi semalam, bagaimana mungkin gue bisa sebegitu pulasnya sehingga nggak sadar kalau dia udah masang plaster dan nyelimutin badan gue pake bed cover?

Anna membahayakan! Dia bisa bikin gue tertidur lelap tanpa harus sadar kalau dia udah menyentuh gue. Pertanda nggak baik, karena bisa membuat gua nggak sadar selama tidur ngapain aja.

Setelah berdialektika dengan pemikiran gue sendiri, ada notifikasi dari handphone yang posisinya lagi di atas meja. Pas gue ambil dan buka, ternyata itu dari Rendi, adik semata wayang gue yang ada di Pangandaran, kampung halaman gue.



LINE


Rendiarshaka Bimasakti

Just Rendi:

[Aa Dio gimana kabarnya?]

Azkadio R: 

[Aa baik, Ren.]

‖Kabar Nenek gimana disana? Sudah baikan? ‖

Just Rendi:

[Alhamdulillah, nenek udah baikan.]

[Aa, gimana kabarnya teh Anna?]

[Kok Aa gak pernah kirim foto bareng sama teh Anna selain foto nikah?]

Azkadio R: 

[Aa sama teteh masih agak sibuk, ren.]

My Super Perfectionist Husband  [completed] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang