Chapter 22: the Cold War

1.3K 141 41
                                    

Vote and comment, juseyo~

Jangan jadi sider, yaa 😃😄









Dua minggu berikutnya, suasana rumah gue nggak ada yang berubah. Setelah sama-sama sembuh, segala kesibukan yang diberitahukan oleh dr. Dio sebelumnya masih tetap membuat komunikasi gue dengan dia kembali minim. Kami sama-sama tidak ada jadwal temu yang pas, sehingga gue merasa nyaman dan bisa menjalani kesibukan kita seperti biasa. Bahkan gue masih bebas melakukan video call atau sekedar bertelepon dengan Sehun saat dr. Dio tidak ada di rumah. 

Nah kan? Kurang ajar banget kan, suami nggak ada tapi kelakuan gue masih begitu.

Sekalipun gue sering sendirian di rumah ini, gue nggak pernah kesepian. Ada Haechan yang rutin berkunjung ke rumah gue sambil membawa beberapa masakan mama yang enak. Beberapa murid juga kadang bermain kesini, untuk konsultasi atau sekedar iseng belajar musik dan vokal. Dan jangan lupa, ada Acel dan Acil yang sudah seperti anak-anak buat gue.

Dari sekian minggu kita nggak pernah bisa ketemu, akhirnya di hari Minggu ini kami bisa sama-sama di rumah karena dia ternyata mau ada tes. Sehingga mau tidak mau, dia harus menyempatkan waktu untuk belajar, bukan menghabiskan waktu dengan semua pasiennya yang sering mengantre luar biasa.

Hari Minggu pagi gue masak seadanya dan dia masih belum keluar dari ruang belajar juga. Setelah gue fokus menghabiskan makanan gue, akhirnya gue putuskan buat datang ke ruangan belajarnya dan memberitahukan agar dia sarapan terlebih dahulu.

"Pak Dokter, sarapan dulu. Tadi saya sudah masak untuk porsi berdua."

"Kamu sudah makan?" tanyanya.

"Sudah. Tinggal Pak Dokter yang belum makan. Makanannya seperti biasa, di meja makan dapur ya, Pak."

Dia hanya merespon dengan anggukan. Gue tinggalin dia di ruangan itu, masih dengan tampang seriusnya yang sedang membaca jurnal tentang kedokteran yang saking tebalnya, sampai mata gue sepet melihatnya. Buat ngegaplok maling pasti mantap banget itu.

Haechan janji pagi ini mau berkunjung buat konsultasi masalah class meeting sama gue karena event itu akan berlangsung sebentar lagi. Setelah UAS lebih tepatnya. Selagi dr. Dio makan, gue bersih-bersih ruang santai. Karena itu tempat favorit Haechan kalau lagi main ke rumah ini. Gue nggak ada minat buat ngobrol atau gangguin dr. Dio. Biar saja dia fokus sama makannya. Seperti biasa, dia nggak berisik sama sekali pas makan.

Setelah menyelesaikan sarapan, dokter Dio kembali ke kamar untuk belajar. Karena gue juga nggak terlalu tertarik untuk mengganggunya, gue akhirnya ke taman belakang untuk bermain sama Acil dan Acel. Hampir tiga minggu di sini, tidak terasa mereka semakin gendut dan lucu. Tingkat keaktifannya juga makin meningkat, karena udah lincah banget lompat sana sini, berlarian dan mulai menangkapi sesuatu yang bergerak-gerak.

Melihat gue datang, mereka berlarian mendekat seperti hendak menyambut gue. Dengan gemas gue kejar balik mereka, sampai akhirnya Acel masuk ke rerimbunan beberapa pohon mangga kecil yang ada di pojok taman belakang rumah. Tiba-tiba gue dengar Acel mengeong keras seperti menangis. Pas gue tengok, ternyata dia terjepit dahan dan ranting pohon.

My Super Perfectionist Husband  [completed] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang