Chapter 43: the Truth Behind

1.2K 173 88
                                    


Jangan lupa teken ⭐ biar malam mingguannya barokah 😄


Setelah mempertimbangkan dengan memakan waktu yang cukup lama, akhirnya Dio memutuskan akan membuat perhitungan baik kepada istrinya maupun kepada Lay. Ditengah kemarahannya itu, Dio menoleh ke belakang, berusaha melepaskan tangan istrinya yang memeluk dari belakang dengan tidurnya. Baru saja dirinya hendak membangunkannya, mata Dio menangkap sesuatu. Anna istrinya, ia memang sedang tertidur. Namun ada air mata yang meluncur membasahi pipinya.

Dio menyadari istrinya itu tengah menangis. Rasa ingin tahu menyelimuti pikirannya, membuat ia tidak tega jikalau harus membangunkan istrinya.

"Tapi Anna nggak mau sama kak Lay lagi. Anna hanya mau bersama-sama dengan mas Dio," Anna mengigau. Giginya bergemeratak dan air mata masih terus menuruni pipinya.

"Kakak nggak punya hak untuk kembali ke Anna setelah kakak ninggalin Anna tanpa kejelasan apapun. Anna sekarang hanya ingin hidup tenang dengan suami Anna. Tolong jangan pernah datang lagi, Kak. Kakak harus pergi mencari kebahagiaan kakak sendiri."

Igauan Anna membuat Dio tertegun dan mengurungkan niatnya untuk membangunkan istrinya itu. kini ia malah kembali berbaring kembali disamping istrinya dan memeluknya dengan erat. Sesekali tangannya menyeka air mata yang masih turun di pipi istrinya itu.

"Anna hanya sayang sama mas Dio...." lirihnya.

Masih dengan memeluk istrinya, pandangannya melayang menuju nakas, dimana Anna meletakkan perbekalannya disana. Ia mencium aroma sambal geprek berbaur dengan aroma beberapa buah. Hal itu membuatnya kini menghembuskan napas lirih nan panjang.

"Sesayang itukah kamu sama saya, Anna?" gumamnya.

Di elusnya punggung istrinya dengan lembut. "Maaf kalau masmu ini sudah emosi. Saya tidak mau kamu berpaling dan meninggalkan saya karena kamu bertemu dengan cinta pertama kamu."

Dio masih meninabobokan istrinya dengan penuh kelembutan. Apapun kemarahan yang dirasakannya tadi, saat ini semuanya hilang dengan sempurna. Ia tahu dengan pasti, mengingau adalah salah satu mekanisme alamiah saat seseorang mengalami rasa tertekan dan juga depresi. Dan ia tahu pasti bahwa mengigau adalah salah satu ungkapan kejujuran.

"Maafkan saya, sudah bikin kamu jadi tertekan. Mas nggak akan begitu lagi, saya janji."

Saat ini ia sadar. Amarah yang sudah menggunung selama dua hari belakangan ini akhirnya runtuh, hancur berkeping-keping hanya karena pengakuan tulus Anna lewat tidurnya ini.

Baru saja ia akan ikut terlelap, getar ponsel Anna terdengar di telinganya. Dengan gerakan pelan, diambilnya ponsel yang berada di tas kecil Anna dan dilihatnya ada sebaris nomor asing yang ada di layar panggilan.

Lelaki itu menerima panggilan dari nomor asing dan begitu ponselnya ia dekatkan di telinga, indra pendengarnya itu menangkap suara seseorang yang sama sekali tidak asing.

Suara Lay.

"Akhirnya kamu angkat juga, Dek. Kenapa dari kemarin nggak diangkat-angkat terus sih? Kakak ingin ngajak Anna ketemuan. Kakak harus menjelaskan semua yang terjadi selama kakak di Tokyo, sampai akhirnya kakak nggak bisa menghubungi kamu lagi."

Hening. Dio tidak berniat untuk menjawabnya karena ia ingin tahu apa yang akan dikatakan oleh rival yang merupakan mantan sahabatnya itu.

"Kalau iya, kamu bisa datang sekarang Dek? Di kafe tempat dulu kita sering nge-date. Kalau kamu datang, kamu putuskan telepon dari kakak terlebih dahulu. Kalau tidak, dalam waktu satu menit kakak yang akan putuskan teleponnya.

My Super Perfectionist Husband  [completed] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang