Chapter 14: Walk on Memories

1.2K 133 4
                                    

Don't forget to vote ❤ and comment...

Enjoy~








Gue udah nyaris aja melayang ke alam mimpi tapi nggak jadi karena tiba-tiba ada panggilan video dari Sehun. Malam yang tenang tiba-tiba berubah menjadi seolah rusuh karena jantung gue udah berdebar nggak karuan mengingat Sehun sudah lama tidak menghubungi gue dan gue juga lupa buat menghubunginya.

Untung banget pintu udah gue kunci dan di luar udah nggak ada bunyi-bunyian aneh dari dr

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Untung banget pintu udah gue kunci dan di luar udah nggak ada bunyi-bunyian aneh dari dr. Dio. Sepertinya dia sudah terlelap.

"Hello Honey..." Sapa Sehun dengan suara lembutnya yang manly itu.

"Eh, Hai," jawab gue singkat dan dengan nada yang sedikit gugup.

"Belum tidur, kan? How are you, Sweety?"

"Iya belum kok. Biasa, sibuk kayak biasanya aja, Hun," gue bohong. Gue masih belum sanggup buat memberi tahunya kalau gue udah nikah.

"Maaf ya, akhir-akhir ini sedang sibuk. Nenek aku sakit, jadinya aku harus bantuin keluarga buat ngerawat nenek dan juga studi aku lagi benar-benar sibuk."

"It's Okay, kita sama-sama sibuk," kata gue. "Oh iya, kapan kamu bakalan ke Indonesia lagi, Hun?"

Gue beranikan diri buat bertanya kepadanya, sebagai bentuk tanggung jawab gue. Mau nggak mau, gue harus sesegera mungkin memberitahunya soal status gue saat dia berkunjung kesini. Karena dengan bertemu, setidaknya gue bisa memberitahunya dengan cara yang sopan dan bisa memberi penjelasan yang logis. Kan nggak mungkin kalau lewat telepon atau video call seperti ini.

"Belum tahu, kenapa? Sudah kangen sama aku ya?" godanya.

Gue hanya bisa senyum. Ada rasa sakit yang gue rasain di dada, mendengar apa yang dia katakan barusan. Sejujurnya, gue kangen berat sama dia. Kangen senyumnya, wajahnya, perhatiannya, dan juga hal-hal lainnya yang sudah membuat gue terbiasa nyaman sama dia. Tapi dengan status gue yang kayak gini, kira-kira masih layakkah gue buat merindukan dia? Gue hanya merasa kalau merindukan dia dengan status baru gue kayak gini hanya akan membuat gue makin nggak tahu diri.

"Pengen ketemu kamu, Hun."

"Begitu? Kalau begitu suatu saat kalau nenek sudah baikan dan studiku sudah bisa kutinggal sebentar, aku akan main kesana. Tapi kamu yang sabar ya? Nggak bisa cepat."

Gue tersenyum dan mengangguk.

"Eh? Kamu sedang dimana? Kok sepertinya bukan di kamar kamu yang biasanya?"

My Super Perfectionist Husband  [completed] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang