Chapter 9: Prewedding photo (part 2)

1.3K 143 14
                                    

Don't forget to vote ❤ and comment...







Suasana masih cenderung kikuk sampai akhirnya dr. Dio mengambil handphone gue dan mematikan panggilan video dari Sehun.

"Kamu kirim pesan ke dia, bilang bahwa kamu masih di jalan atau masih mengerjakan sesuatu dan suruh dia menunggu nanti malam sampai selesai urusan kita. Supaya tidak curiga."

Tanpa pikir panjang, gue langsung mengirimkan pesan ke Sehun sebelum dia menghubungi gue lagi. Rasa bersalah ikut menghantui gue. Tapi seperti yang sudah terjadi, gue nggak punya pilihan yang lebih baik dari ini.

Setelah gue selesai mengirim pesan, dr. Dio melihat ke arah gue dan mendongakkan sedikit dagunya sebagai isyarat bertanya.

"Sudah OK," jawabku simpel.

Kami lalu bergegas mengikuti arahan yang disampaikan Mr. Shindong. Jujur saja, karena lawan gue adalah dr. Dio, gua nggak bisa seluwes kalo foto bareng Sehun atau saudara-saudara gue. Berbagai gelagat bahasa tubuh dr. Dio juga terlihat tidak nyaman dengan beberapa pose arahan Mr. Shindong yang cukup intim itu.

"Ya Ampun! Kalian berdua ini sebenarnya couple atau bukan, sih? Kenapa kalian kayak robot begitu? Nggak ada luwes-luwesnya sama sekali sih!" celetuk Mr. Shindong mulai kesal dengan kami berdua.

Gue memandang ke arah dr. Dio dengan ekspresi cukup kesal. Gue merasa dialah yang menjadi sumber ketidaksuksesan dari photoshoot kali ini. Sudah ekspresinya lempeng begitu, gerakan badannya juga kaku kayak robot kaleng.

"Anna, kamu coba badanmu yang lebih luwes mengikuti gerakan arahan Mr. Shindong. Jangan berpose seenaknya sendiri." perintahnya ke gue.

What?! Jadi gue nih yang dianggap pemicu masalahnya kali ini?

"Pak Dokter tuh yang terlalu kaku. Sudah badannya kaku, ekspresinya juga kaku. Kenapa dokter nggak mengevaluasi diri sendiri tapi malah menyalahkan saya, sih? Saya udah berusaha yang terbaik biar photoshoot-nya segera selesai."

"Tapi kamunya kan setiap ada skinship langsung berusaha buat menghindar. Kapan selesainya kalau kamu seperti itu terus?"

"Kalian berdua sama-sama payahnya! Sama-sama tidak ada yang berusaha dengan baik!"

Teriakan keras Mr. Shindong barusan cukup bisa bikin kita berdua bungkam. Kami berdua baru sadar bahwa di tengah keributan kami, Mr. Shindong dan seluruh pegawainya menonton perselisihan kami.

"Mbak Anna! Kalau tidak segera diselesaikan, make-up mbak akan luntur. Dan buat mas Dio! Coba tunjukkan ke mbak Anna kalau mas memang memiliki perasaan yang mendalam sama dia. Biar ekspresinya bisa terpancar keluar. Huh, heran aku tuh, ada couple kok kalo skinship udah kayak batang pohon pisang ketemu sama batang pohon kelapa. Sama-sama kaku dan lempeng. Ckckck..."

Ya Tuhan... Seandainya Mr. Shindong tahu kalau kami memang bukan pasangan yang sedang dimabuk asmara dan ingin segera meresmikan hubungan menjadi legal.

Kami akhirnya menuruti semua yang diarahkan Mr. Shindong. Gue maju ke depan, mendekat ke arah dr. Dio. Gue letakkan kedua telapak tangan gue di dadanya.

"Itu tolong mempelai laki-lakinya lebih rileks! Lehernya tegang amat, sih?! Kalau kayak gini terus, pemotretannya nggak bakalan selesai hari ini, mas Dio."

Dia memajukan kepalanya untuk mendekat ke arah kepala gue lalu memiringkan kepalanya sedikit agar terlihat lebih dekat.

"Nah iya kayak gitu. Mbak Anna bisa merem. Ala-ala kayak mau dicium gitu loh mbak. Duh, gitu aja masa nggak tahu sih."

My Super Perfectionist Husband  [completed] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang